Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Masalah Populasi Dunia, PBB Minta Perhatikan Hak Reproduksi Perempuan

Direktur Eksekutif UNFPA Natalia Kanem (kanan) (twitter.com/Atayeshe)
Direktur Eksekutif UNFPA Natalia Kanem (kanan) (twitter.com/Atayeshe)

Jakarta, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa pembuat kebijakan di seluruh dunia kerap membuat kesalahan besar yang dapat merugikan perempuan dan anak perempuan. Hal itu disampaikan dalam sebuah laporan baru PBB tentang tren populasi dunia.

Laporan setebal 188 halaman itu mencatat bahwa sementara beberapa negara berjuang dengan angka kelahiran yang melonjak, negara lainnya menjadi paranoid tentang jumlah populasi yang anjlok.

Upaya langsung untuk mempengaruhi tingkat kesuburan baik naik atau turun melalui undang-undang sangat sering terbukti “tidak efektif dan dapat mengikis hak-hak perempuan,” menurut laporan UNFPA State of World Population yang dirilis  pada Rabu (19/4/2023). 

1. UNFPA: Kebijakan populasi tidak boleh membatasi hak-hak perempuan

potret seorang perempuan dengan anak kecil (unsplash.com/Omar Lopez)
potret seorang perempuan dengan anak kecil (unsplash.com/Omar Lopez)

Laporan ini sangat merekomendasikan pemerintah semua negara membuat kebijakan yang mendukung kesetaraan dan hak gender. Beberapa di antaranya seperti program cuti orang tua, kredit pajak anak, kebijakan yang mempromosikan kesetaraan gender di tempat kerja, dan akses universal ke kesehatan dan hak seksual dan reproduksi.

“Ini menawarkan formula yang telah terbukti yang akan menuai keuntungan ekonomi dan mengarah pada masyarakat yang tangguh yang mampu berkembang terlepas dari bagaimana populasi berubah,” tulis laporan tersebut.

Dr Natalia Kanem, direktur eksekutif UNFPA, menambahkan “Tubuh wanita tidak boleh ditawan oleh target populasi," dilansir The Telegraph

“Untuk membangun masyarakat yang berkembang dan inklusif, terlepas dari ukuran populasi, kita harus secara radikal memikirkan kembali bagaimana kita membicarakan dan merencanakan perubahan populasi," tambah Natalia.

2. UNFPA: Hampir setengah perempuan tidak bisa membuat pilihan yang diinginkannya

ilustrasi seseorang perempuan yang sedang bersedih (unsplash.com/Priscilla Du Preez)
ilustrasi seseorang perempuan yang sedang bersedih (unsplash.com/Priscilla Du Preez)

UNFPA mengatakan negara-negara harus fokus dalam memberi perempuan lebih banyak pilihan untuk mengontrol kapan dan bagaimana mereka memiliki anak. Sejauh ini, banyak perempuan yang tidak memiliki kebebasan dalam menentukan hak-hak mereka.

"Pertanyaannya adalah: 'Dapatkah setiap orang menggunakan hak asasi manusia mereka untuk memilih jumlah dan jarak anak mereka?'. Sayangnya, jawabannya adalah tidak," kata Natalia Kanem, dilansir Hindustan Times.

Dia mengatakan bahwa "44 persen, hampir setengah dari wanita, tidak dapat melakukan otonomi tubuh. Tidak dapat membuat pilihan tentang kontrasepsi, perawatan kesehatan dan apakah akan berhubungan seks atau dengan siapa. Dan secara global, hampir setengah dari semua kehamilan tidak diinginkan," tambahnya. 

Laporan UNFPA itu juga mengungkapkan bahwa 24 persen perempuan dan anak perempuan "tidak dapat menolak seks dan 11 persen perempuan pasangan tidak dapat membuat keputusan khusus tentang kontrasepsi", menurut data dari 68 negara pelapor.

3. Populasi India diyakini akan melebihi China dalam waktu dekat

Perdana Menteri India Narendra Modi (twitter.com/narendramodi)
Perdana Menteri India Narendra Modi (twitter.com/narendramodi)

Natalia mengatakan peringkat negara terpadat di dunia akan berubah secara signifikan selama 25 tahun ke depan, dengan India saat ini menyusul China di puncak. Delapan negara akan mencapai setengah dari proyeksi pertumbuhan populasi global pada 2050, yaitu Republik Demokratik Kongo, Mesir, Ethiopia, India, Nigeria, Pakistan, Filipina, dan Tanzania.

Laporan itu mengatakan dua pertiga orang tinggal di negara dengan tingkat kesuburan rendah. “Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah manusia di mana tidak setiap negara menjadi besar,” kata Natalia. Negara-negara dengan tingkat kesuburan tertinggi semuanya ada di Afrika (dalam persen): Niger (6,7), Chad (6,1), Kongo (6,1) Somalia (6,1) dan Mali dan Republik Afrika Tengah (5,8).

Wilayah dengan tingkat kelahiran terendah adalah Hong Kong (0,8), Korea Selatan (0,9), Singapura (1,0), Makau dan San Marino (1,1) serta Aruba dan China (1,2). Eropa adalah satu-satunya wilayah yang diproyeksikan mengalami penurunan populasi secara keseluruhan antara sekarang dan 2050.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us