Nagasaki Serukan Tindakan Segera untuk Cegah Perang Nuklir

- Perdana Menteri Shigeru Ishiba menegaskan komitmen Jepang untuk tidak memiliki, memproduksi, atau mengizinkan senjata nuklir.
- Upacara dihadiri oleh 2.600 orang, termasuk penyintas bom atom dan keluarga korban, serta perwakilan dari 94 negara dan wilayah.
- Serangan nuklir terjadi pada 9 Agustus 1945, menewaskan sekitar 74 ribu orang hingga akhir tahun.
Jakarta, IDN Times - Pada upacara peringatan 80 tahun pengeboman atom Nagasaki, Wali Kota Shiro Suzuki mengeluarkan peringatan keras tentang perang nuklir di tengah ketegangan geopolitik saat ini. Ia menyerukan para pemimpin dunia untuk berkomitmen kembali pada prinsip-prinsip Piagam PBB dan mengambil langkah-langkah nyata menuju penghapusan senjata nuklir.
"Konflik yang semakin intensif dapat memicu perang nuklir. Krisis eksistensial umat manusia telah mengancam kita semua. Penundaan tidak dapat ditoleransi lagi," kata Suzuki dalam Deklarasi Perdamaian di Taman Perdamaian Nagasaki, pada Sabtu (9/8/2025).
Ia juga menekankan pentingnya menjadikan Nagaski sebagai lokasi bom atom terakhir dan mewariskan kenangan serangan tersebut kepada generasi mendatang.
1. Jepang berkomitmen mewujudkan dunia tanpa perang nuklir
Sementara itu, Perdana Menteri Shigeru Ishiba berjanji untuk menegakkan komitmen Jepang selama puluhan tahun untuk tidak memiliki, memproduksi atau mengizinkan pengenalan senjata nuklir.
"Pemerintah Jepang akan bekerja keras untuk memimpin upaya global, guna mewujudkan dunia tanpa perang nuklir dan dunia tanpa senjata nuklir," ujarnya, dikutip dari Kyodo News.
Dalam pidatonya tersebut, Ishiba tidak menyinggung perjanjian pelarangan nuklir PBB yang mulai berlaku pada 2021, meskipun ada seruan baru dari Hiroshima dan Nagasaki agar Jepang bergabung.
2. Nagasaki kenang para korban bom atom dan penyintas radiasi nuklir
Dilansir laman resmi Kantor Perdana Menteri Jepang, upacara peringatan tersebut dihadiri oleh sekitar 2.600 orang. Ini termasuk para penyintas bom atom dan keluarga korban, serta perwakilan dari 94 negara dan wilayah, Uni Eropa, dan organisasi internasional seperti PBB.
Upacara ini memanjatkan doa bagi ketenangan jiwa para korban bom atom dan perdamaian dunia. Para penyintas yang dikenal sebagai hibakusha, juga berbagi pengalaman. Mereka mengungkapkan harapan bahwa generasi muda akan melanjutkan pesan perdamaian dan perjuangan pelucutan senjata nuklir.
Penyintas bom, Fumi Takeshita yang berusia 83 tahun, mengaku menderita berbagai kanker sejak terpapar bom. Ia menekankan bahwa senjata nuklir tidak boleh diizinkan karena mengandung radiasi yang begitu masuk ke dalam tubuh, radiasi itu tidak akan pernah hilang.
Pada peringatan penting tersebut, Nihon Hidankyo, organisasi penyintas bom atom di Jepang yang dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian 2024, kembali disorot karena advokasinya dan kesaksiannya yang kuat dalam upayanya mewujudkan dunia yang bebas nuklir.
3. Tragedi Bom Atom Nagasaki

Meski Jepang menyerukan dunia tanpa senjata nuklir, tetapi negara ini termasuk di antara negara-negara yang mengandalkan payung nuklir Amerika Serikat (AS). Tindakan Tokyo bertentangan dengan komitmen fundamental pascaperang negara tersebut terhadap pasifisme. Sikap antiperang itu tertuang dalam konstitusi yang mereka bentuk usai Perang Dunia II.
Serangan nuklir di Nagasaki terjadi pada 9 Agustus 1945, pukul 11:02 waktu setempat. Saat itu, perangkat plutonium dengan nama sandi Fat Man dijatuhkan oleh pesawat pengebom AS pada hari-hari terakhir Perang Dunia II.
Peristiwa itu terjadi setelah pengeboman atom di Hiroshima. Diperkirakan, bom atom tersebut telah menewaskan sekitar 74 ribu orang di Nagasaki hingga akhir tahun dan menyebabkan banyak orang lainnya menderita akibat dampaknya.