Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB Desak 57 Negara Pulangkan Warganya dari Suriah

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres. twitter.com/antonioguterres
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres. twitter.com/antonioguterres

Jenewa, IDN Times - Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Senin (08/02), mendesak 57 negara untuk memulangkan warga negaranya, terutama perempuan dan anak-anak, dari kamp penahanan simpatisan dan pejuang ISIS di Suriah.

Sikap ini diambil PBB setelah mendapat laporan yang memastikan setidaknya terdapat 10.000 perempuan dan anak-anak simpatisan ISIS berkewarganegaraan asing yang ditahan di Kamp Al-Hawl dimana mereka saat ini dipenjara dalam kodisi yang tidak manusiawi, seperti yang dilansir dari Reuters

1. Terdapat 9.462 perempuan dan anak-anak berkewarganegaraan asing di kamp penahanan

Perempuan-perempuan simpatisan ISIS dan anak-anak mereka di Kamp Al-Hawl, Suriah. twitter.com/smmsyria
Perempuan-perempuan simpatisan ISIS dan anak-anak mereka di Kamp Al-Hawl, Suriah. twitter.com/smmsyria

Kamp Al-Hawl yang terletak di Wilayah Timur Laut Suriah di bawah kekuasaan Kurdi  menampung setidaknya 64.600 tahanan yang merupakan simpatisan maupun bekas tentara ISIS. Dikutip dari Reuters, dari total perkiraan sekitar 64.600 tahanan yang mayoritas adalah warga negara Irak dan Suriah, terdapat 9.462 tahanan yang terdiri dari perempuan dan anak-anak yang memiliki kewarganegaraan dari 57 negara yang terdaftar di PBB. 

Kondisi yang sangat tidak manusiawi di kamp-kamp penahanan tersebut, mendesak PBB untuk memperingatkan setiap negara untuk bertanggung jawab atas nyawa warga negaranya. Para ahli kemanusiaan PBB menegaskan jika sebuah negara tidak bisa dengan mudah mencabut kewarganegaraan warganya tanpa proses peradilan yang jelas. 

2. AS, Indonesia, Rusia, Tiongkok, dan Inggris termasuk dalam daftar

Proses pemulangan 27 anak berkewarganegaraan Rusia dari Suriah, pada 14 November 2020. twitter.com/RussianEmbassy
Proses pemulangan 27 anak berkewarganegaraan Rusia dari Suriah, pada 14 November 2020. twitter.com/RussianEmbassy

Pergerakan ISIS yang sempat mendominasi beberapa tahun lalu berhasil menarik minat banyak orang dari berbagai belahan dunia untuk bergabung dengannya. Situasi ini menyebabkan negara-negara seperti AS, Indonesia, Rusia, Tiongkok, Inggris, dan puluhan negara lain, harus bertanggung jawab atas nyawa warga negaranya yang sekarang ditahan di berbagai kamp-kamp penahanan di Suriah setelah kekalahan ISIS, seperti yang dilansir dari situs resmi UNHCR

Meskipun mayoritas negara masih lambat untuk bergerak, laporan Dewan HAM PBB menyebutkan Kanada, Finlandia, dan Kazakhstan, sudah mulai memulangkan warga negaranya dari Suriah. Sedangkan menurut ahli HAM PBB, Fionnuala Ní Aoláin, ia memasukan nama setiap negara yang belum melakukan pemulangan warga negaranya ke dalam "list of shame" atau "daftar aib".

3. PBB anjurkan negara gunakan hukum domestik untuk menghukum mereka yang bersalah

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)
Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Alasan utama mengapa masih banyak negara yang menolak pemulangan warga negaranya dari Suriah disebabkan oleh ancaman keamanan.

Dilaporkan Reuters, mengetahui kekhawatiran yang ada, PBB menyarankan jika setiap negara yang terlibat untuk menggunakan hukum domestiknya guna mengadili para simpatisan ataupun pejuang ISIS yang dipulangkan dari Suriah.

Hal ini dilakukan untuk menunjukkan proses peradilan tetap dapat berjalan tanpa harus meninggalkan ataupun melupakan mereka yang ditahan di Suriah atas kesalahan yang mereka perbuat. Dalam pandangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, setiap negara di bawah hukum internasional masih memiliki kewajiban untuk menjamin keselamatan dan memulangkan warga negaranya dari area konflik. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Karl Gading S.
EditorKarl Gading S.
Follow Us