Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

PBB: Haiti Hampir seperti Somalia, di Ambang Kehancuran Total

Ilustrasi bendera Haiti. (pixabay.com/jorono)

Jakarta, IDN Times - Pakar hak asasi manusia (HAM) terkemuka dari PBB, William O'Neill, menyampaikan peringatan serius terkait situasi di Haiti yang semakin memburuk.

Melansir The Guardian pada Jumat (5/4/2024), O'Neill mengatakan bahwa negara Karibia itu bergerak cepat menuju situasi kekacauan, seperti yang dialami Somalia di masa terburuknya.

Somalia sendiri pernah mengalami perang saudara berkepanjangan yang menewaskan ratusan ribu orang dan menyebabkan kekacauan total serta runtuhnya pemerintahan pada tahun 1990-an. 

Pemberontakan kriminal yang dimulai pada 29 Februari 2024 telah memaksa puluhan ribu orang mengungsi dan nyaris memutus akses ke ibu kota Haiti, Port-au-Prince, dari dunia luar. O'Neill, yang telah bepergian ke Haiti selama lebih dari 30 tahun, menyuarakan keprihatinan mendalam atas kondisi yang terus memburuk di negara tersebut.

1. Bandara ditutup dan geng bersenjata kuasai ibu kota

Bandara internasional Haiti telah ditutup sejak awal Maret 2024 akibat meningkatnya kekerasan di ibukota Port-au-Prince.

Geng bersenjata terus menebarkan kekacauan dengan melancarkan serangan hampir setiap hari ke berbagai fasilitas penting seperti sekolah, universitas, rumah sakit, bank, bisnis, hingga pusat pemerintahan. Bahkan pada Rabu, perpustakaan nasional pun tak luput dari penjarahan.

"Seseorang yang kehilangan setengah keluarganya karena regu eksekusi François Duvalier mengatakan bahwa dia belum pernah melihat situasi seburuk ini. Paman, sepupu, hingga saudaranya terbunuh," kata O'Neill mengutip pernyataan warga yang kehilangan setengah keluarganya akibat kekerasan ini.

Duvalier sendiri merupakan mantan diktator Haiti yang terkenal kejam.  

2. Ribuan tewas dan mengungsi akibat kekerasan geng

Menurut data PBB, lebih dari 1.500 orang tewas dalam tiga bulan pertama tahun 2024, melonjak signifikan dibandingkan 4.451 kematian di sepanjang tahun lalu.

Pemberontakan geng bahkan memaksa Perdana Menteri Haiti, Ariel Henry, mengumumkan pengunduran dirinya dari luar negeri.

O'Neill terkejut dengan hampir lenyapnya otoritas Haiti dalam menghadapi situasi ini. Haiti sendiri telah lama dilanda krisis kepemimpinan, di mana pemilihan terakhir diadakan pada 2016 dan negara itu bahkan tidak memiliki presiden sejak Jovenel Moïse dibunuh di kediamannya di Port-au-Prince pada 2021.

Saat ini, diperkirakan hingga 90 persen wilayah ibu kota dikendalikan oleh geng-geng kuat yang terhubung dengan pejabat negara. Akibatnya, lebih dari 53 ribu orang terpaksa melarikan diri dari Port-au-Prince dalam beberapa minggu terakhir.

3. Kekhawatiran eksodus massal ke negara tetangga

ilustrasi kamp pengungsi (unsplash.com/ Julie Ricard)

Menurut O'Neill, kekacauan yang terjadi saat ini dapat dengan cepat menyebar ke wilayah lain di Haiti, sehingga bisa memicu eksodus massal pengungsi ke negara-negara tetangga seperti Amerika Serikat dan Republik Dominika.

Ia memperingatkan, jika situasi semakin memburuk, banyak orang akan mengambil risiko apa pun untuk melarikan diri dari Haiti melalui jalur laut.

Pakar PBB ini memprediksi skenario terburuk tersebut dapat terjadi dalam hitungan minggu hingga bulan. Untuk mengatasi krisis, O'Neill menyerukan adanya misi dukungan keamanan multinasional yang dipimpin oleh Kenya guna mengamankan infrastruktur penting di Haiti.

Selain itu, ia juga mendesak Washington untuk menindak tegas penyelundupan senjata dari Florida ke Haiti, karena dengan memutus pasokan senjata dan amunisi, kekuatan geng-geng bersenjata di sana akan melemah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us