Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Dikecam, Pedoman Resmi Ibu Hamil di Seoul Berbau Seksisme

Ilustrasi ibu hamil. Sumber: Pexels/Dominika Roseclay

Seoul, IDN Times - Pusat Informasi Kehamilan dan Melahirkan Pemerintah Kota Seoul mendapatkan kecaman masyarakat setelah menerbitkan pedoman untuk ibu hamil melalui situs resmi mereka pada 5 Januari lalu. Secara singkat, pedoman tersebut menuntut perempuan untuk tetap melayani suami dan mengurus keperluan rumah tangga selama dan setelah mereka melahirkan.

Tidak butuh waktu lama hingga pedoman tersebut tersebar luas di sosial media dan menjadi viral. Sebayak 21.000 orang yang kecewa dengan pedoman pemerintah ini menandatangani petisi online dan menuntut permintaan maaf dari pihak terkait. Tidak hanya meminta maaf, masyarakat juga menuntut pihak yang membuat pedoman diberi tindakan lanjut.

1. Pedoman menuntut ibu hamil untuk terlihat ideal setelah melahirkan

Ilustrasi keluarga. Sumber: Pexels/Pixabay

Pedoman yang khusus ditunjukkan bagi ibu hamil tersebut dianggap sebagai simbol pandangan anakronistik di negara patriarkal. Di dalam pedoman itu, ibu hamil disarankan untuk menyiapkan keperluan rumah tangga seperti tisu toilet, makanan siap saji, pakaian dalam dan baju untuk suami dan anak-anak untuk 3 hingga 7 hari ketika ibu hamil sedang berada di rumah sakit untuk melahirkan.

Setelah melahirkan, ibu hamil diminta untuk tetap tampil cantik dengan cara mengikat rambut agar tidak terlihat acak-acakan, mengingat ibu hamil tidak dapat mencuci rambut selama beberapa waktu pasca melahirkan. Selain itu, agar dapat kembali ke tubuh ideal, ibu hamil dapat menggantung baju berukuran kecil sehingga termotivasi untuk berolahraga dan menahan nafsu makan.

Mengutip dari The New York Times, politisi dan dokter kandungan di Korea Selatan turut menyampaikan kekecewaannya terhadap pedoman ibu hamil ini. "Menurut saya, pedoman ini ditulis oleh seseorang yang belum pernah melahirkan", ucap Dr. Kim Jae-yean, Ketua Asosiasi Ahli Obstetri dan Ginekologi Korea. Kim menyarankan bahwa pemerintah dapat mengangkat isu lain, seperti pedoman menyusui, dibandingkan dengan pedoman berbau seksis seperti ini.

2. Pedoman kontras dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan angka kelahiran

Korea Selatan mengalami penurunan angka kelahiran yang cukup drastis pada tahun lalu. Sumber: Pexels/Naomi Shi.

Korea Selatan merupakan salah satu negara yang memiliki angka kelahiran rendah, dibuktikan dengan penurunan angka kelahiran sebesar 10,5 persen pada tahun 2020 lalu. Jika dibiarkan terus menerus, fenomena ini dapat mengancam perekonomian Korea Selatan. Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan menyatakan bahwa pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mencegah penurunan angka kelahiran yang lebih besar.

Adanya pedoman bagi ibu hamil ini sangat bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk menghentikan penurunan angka kelahiran. Beberapa kritik mempertanyakan pandangan pemerintah yang masih berpikir bahwa perempuan yang telah menikah adalah pengurus rumah tangga bagi suaminya. "Mengapa kita mencari penyebab angka kelahiran rendah jauh-jauh? Penyebabnya jelas ada di sini." Tulis salah satu pengguna Twitter.

3. Bukanlah pedoman pemerintah pertama yang berbau seksisme

Pemerintah Korea Selatan juga menerbitkan pedoman edukasi seks yang mengandung unsur seksisme di dalamnya. Sumber: Pexels/Markus Spiske.

Dikutip dari The Guardian, pedoman bagi ibu hamil ini bukanlah pedoman pertama yang bersifat seksisme. Pada tahun 2015 lalu, pemerintah Korea Selatan juga mendapatkan kecaman setelah menerbitkan pedoman pendidikan seks bagi anak-anak SMA.

Dalam pedoman tersebut, disebutkan bahwa perempuan harus mempercantik diri, sedangkan laki-laki harus meningkatkan kemampuan finansial mereka. Ketika pasangan mulai berkencan, laki-laki harus membayarkan semua pengeluaran kencan, maka dari itu sangatlah natural bila laki-laki menginginkan kompensasi atas pengeluaran mereka. Dalam kasus tersebut, pemerkosaan saat kencan sangat mungkin terjadi. Mengutip dari The Guardian, pedoman tersebut juga menyatakan bahwa perempuan hanya dapat merespons secara seksual kepada 1 laki-laki saja, sedangkan laki-laki dapat merespons kepada semua perempuan yang ia sukai.

Pedoman yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Korea Selatan ini menimbulkan kontroversi masyarakat. Berbagai pihak, termasuk orangtua murid, guru, dan aktivis kesetaraan gender berinisiatif untuk mengadakan diskusi di luar sekolah untuk membantu murid-murid SMA meninggalkan prinsip dan pedoman seksis yang mereka pelajari di sekolah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us