Pengadilan Jepang Setujui Perubahan Jenis Kelamin Tanpa Operasi

- Pengadilan Tinggi Hiroshima mengabulkan perubahan jenis kelamin seorang transpuan tanpa operasi konfirmasi.
- Keputusan tersebut dianggap sangat tidak biasa karena hukum mensyaratkan operasi untuk mengubah jenis kelamin.
- Perubahan gender diakui berdasarkan terapi hormon dan difeminisasinya tubuh pemohon.
Jakarta, IDN Times - Pengadilan Tinggi Hiroshima di Jepang menyetujui perubahan jenis kelamin resmi pada seorang transpuan, yang belum menjalani operasi konfirmasi seperti yang diwajibkan secara hukum.
"Klausal yang mengharuskan operasi konfirmasi gender diduga tidak konstitusional karena memaksa seseorang untuk memilih antara menjalani operasi atau menyerah pada perubahan gender," kata pengadilan tersebut pada Rabu (10/7/2024), dikutip dari Kyodo News.
Pengadilan mengakui bahwa terapi hormon dapat mengubah tampilan alat kelamin bahkan tanpa operasi. Pihaknya mengakui bahwa bagian tubuh pemohon, yang ditetapkan sebagai laki-laki saat lahir, sudah difeminisasi. Pengadilan pun akhirnya mengabulkan perubahan gender.
1. Klausal konfirmasi perubahan gender
Pemohon adalah seorang warga Jepang yang hanya mengungkapkan usianya di bawah 50 tahun. Sumber yang dekat dengan kasus ini mengatakan bahwa Pengadilan Tinggi membuat keputusan pada Rabu untuk seseorang yang didiagnosis dengan gangguan identitas gender, yang secara hukum adalah laki-laki, tetapi hidup sebagai wanita.
Individu yang dikabulkan untuk mengubah jenis kelaminnya mengungkapkan rasa terima kasihnya dalam sebuah komentar yang dirilis oleh pengacara.
"Keinginan seumur hidup akhirnya terwujud. Saya sangat senang karena saya akan terbebas dari kesulitan yang saya alami karena perbedaan antara jenis kelamin sosial dan jenis kelamin hukum. Saya ingin berterima kasih kepada banyak orang yang telah mendukung saya," demikian pernyataan pemohon, dikutip dari NHK News.
Menurut pengacara tersebut, keputusan pengadilan ini sangat tidak biasanya. Sebab, operasi umumnya dianggap sebagai persyaratan bagi mereka yang ingin mengubah jenis kelamin mereka dari laki-laki ke perempuan.
Hukum secara efektif mengharuskan mereka yang ingin mengubah jenis kelamin mereka untuk menjalani operasi, sehingga mereka tidak lagi memiliki fungsi reproduksi dan organ genital mereka yang menyerupai jenis kelamin yang berlawanan.
Pengadilan tinggi menyetujui perubahan jenis kelamin pemohon dalam pemeriksan ulang kasus yang dikembalikan oleh Mahkamah Agung (MA).
2. Rumitnya persidangan perubahan gender

Dalam persidangan sebelumnya, pemohon berpendapat bahwa untuk memenuhi klausul hukum tentang konfirmasi jenis kelamin merupakan beban yang berlebihan. Namun, permohonan perubahan jenis kelamin ditolak oleh pengadilan keluarga dan pengadilan tinggi karena tidak dilakukannya operasi konfirmasi jenis kelamin.
Sementara itu, Pengadilan Tinggi menyatakan bahwa tujuan klausul tentang operasi konfirmasi gender adalah sah. Salah satu tujuannya, yakni mencegah paparan alat kelamin lawan jenis di tempat-tempat seperti pemandian umum.
Dalam putusan penting pada Oktober, Mahkamah Agung memutuskan bahwa persyaratan operasi untuk menghilangkan fungsi reproduksi tidak konstitusional karena melanggar hak untuk tidak dirugikan. Selanjutnya, MA memerintahkan pengadilan ulang terkait operasi untuk mengubah tampilan organ tubuh dan kasus ini pun berlanjut di Pengadilan Tinggi.
Dalam menjatuhkan keputusan pada 10 Juli, pengadilan mengatakan bahwa persyaratan tersebut memaksakan pembatasan yang berlebihan, yakni dengan memaksa pilihan antara menjalani operasi dan demikian melepaskan hak untuk tidak dirugikan, atau tidak mendapatkan pengakuan hukum atas identitas gender seseorang.
Menurut para ahli hukum, keputusan Pengadilan Tinggi dapat menambah tekanan pada pemerintah untuk meninjau klausul yang mensyaratkan operasi.
3. Persyaratan perubahan gender di Jepang

Berdasarkan UU bagi orang dengan disforia gender yang mulai berlaku pada 2004, ada 5 syarat bagi mereka yang ingin mendaftarkan perubahan gender selain diagnosis disforia gender dari setidaknya 2 dokter.
Syarat tersebut adalah seseorang harus berusia minimal 18 tahun, belum menikah, tidak memiliki anak di bawah umur, tidak memiliki kelenjar reproduksi atau memiliki kelenjar reproduksi yang telah kehilangan fungsi secara permanen, serta memiliki tubuh yang tampaknya memiliki bagian-bagian yang menyerupai organi genital lawan jenis.
Saat ini, kesadaran publik mengenai perlindungan hak-hak minoritas seksual telah tumbuh di Jepang. Pada Maret, Pengadilan Tinggi Jepang lainnya memutuskan bahwa kurangnya pengakuan hukum negara tersebut terhadap pernikahan sesama jenis adalah inkonstitusional. Ini menguatkan keputusan pengadilan yang lebih rendah dan sejalan dengan putusan pengadilan distrik lainnya terkait masalah tersebut.
Pada Maret 2023, Parlemen Jepang memberlakukan undang-undang untuk mempromosikan pemahaman tentang minoritas seksual, yang terutama ditujukan untuk menghilangkan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual.
Kini, semakin banyak kotamadya yang juga menerbitkan sertifikat kemitraan untuk memudahkan pasangan sesama jenis menikmati beberapa manfaat layanan publik yang sama seperti pasangan heteroseksual, kendati sertifikat tersebut tidak mengikat secara hukum.