PM Italia: Kami Selangkah Lebih Dekat untuk Akui Palestina

- Sebagian besar warga Italia dukung pengakuan terhadap Palestina.
- Demonstrasi dan mogok kerja berlangsung di Italia sebagai bentuk protes terhadap agresi militer Israel di Gaza.
- 40,6% warga Italia mendukung pengakuan Palestina, sementara 21,9% memilih pemerintahan sementara.
Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, menyatakan bahwa Roma kini selangkah lebih dekat untuk mengakui Palestina, menyusul tercapainya kesepakatan gencatan senjata di Gaza antara Israel dan Hamas. Ia sebelumnya menegaskan bahwa pengakuan tersebut hanya akan diberikan apabila seluruh sandera Israel telah dibebaskan dan Hamas tidak lagi menjadi bagian dari pemerintahan.
“Jelas, jika rencana itu dilaksanakan, pengakuan Italia terhadap Palestina pasti akan semakin dekat,” kata Meloni kepada wartawan di sela-sela KTT Perdamaian Sharm el-Sheikh di Mesir pada Senin (13/10/2025).
Ia menyebut kesepakatan gencatan senjata tersebut sebagai sebuah keberhasilan besar bagi Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Ia juga menyatakan bahwa Italia siap membantu upaya stabilisasi di Gaza, termasuk mengerahkan pasukan Carabinieri jika diperlukan berdasarkan resolusi PBB.
“Italia siap melakukan bagiannya. Ini kesempatan besar. Ini hari bersejarah. Saya bangga Italia ada di sini,” ujarnya, dikutip dari Anadolu.
1. Sebagian besar warga Italia dukung pengakuan terhadap Palestina
Di Italia, demonstrasi dan aksi mogok kerja berlangsung di berbagai penjuru negeri sebagai bentuk protes terhadap agresi militer dan blokade bantuan kemanusiaan di Gaza. Para pengunjuk rasa menuntut pemerintah agar meningkatkan tekanan terhadap Israel dan segera mengakui negara Palestina.
Menurut survei terbaru, sebanyak 40,6 persen warga Italia mendukung pengakuan terhadap negara Palestina yang berdaulat penuh, sementara 21,9 persen responden lebih memilih pembentukan pemerintahan sementara di bawah administrasi internasional.
Sementara itu, survei lain yang dilakukan oleh proyek Italia YouTrend menyoroti kekhawatiran masyarakat terhadap tindakan Israel setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Di antara para responden, 60 persen berpendapat bahwa Israel seharusnya menarik diri dari seluruh wilayah pendudukan di Tepi Barat, 63 persen menilai bahwa Israel telah melakukan genosida di Jalur Gaza, dan 65 persen menganggap reaksi Israel terhadap serangan Hamas tidak proporsional serta lebih banyak menargetkan warga sipil yang tidak bersalah.
2. Opini publik dorong perubahan sikap Italia terhadap Israel
Mitra pendiri YouTrend, Lorenzo Pregliasco, mengungkapkan bahwa awal 2025 menandai titik balik dalam opini publik di Italia. Bahkan, para pemilih dari partai-partai politik yang selama ini dekat dengan Israel mulai menyuarakan kritik terhadap tindakan pemerintah Israel.
“Saya pikir liputan media yang luas tentang perang di Gaza, yang menampilkan berbagai persoalan kemanusiaan di wilayah tersebut, benar-benar menyentuh hati banyak orang yang sebelumnya tidak memiliki pandangan kuat mengenai isu ini,” ujar Pregliasco dalam wawancara dengan Euronews.
Menurutnya, hal ini kemudian mendorong pergeseran bertahap dalam posisi pemerintahan Meloni. Meski perdana menteri tersebut menolak menyebut tindakan Israel di Gaza sebagai genosida, seperti yang umumnya dilakukan oleh partai-partai sayap kiri, ia kini melunak dalam hal pengakuan terhadap Palestina setelah beberapa bulan sebelumnya menolak untuk mengambil langkah tersebut.
“Tentu saja, mereka tidak ingin mengambil pendekatan radikal seperti yang dilakukan partai-partai sayap kiri. Namun, saya melihat adanya perubahan yang jelas, terutama melalui kritik keras belakangan ini terhadap perang, invasi darat di Gaza, serta dampak kemanusiaan dari serangan udara Israel,” tambah Pregliasco.
3. Hampir 2 ribu tahanan Palestina dibebaskan dalam pertukaran dengan sandera Israel
Pada Senin, Hamas membebaskan seluruh 20 sandera Israel yang masih hidup dan menyerahkan empat jenazah empat sandera lainnya. Sebagai imbalan, Israel membebaskan hampir 2 ribu tahanan Palestina dari penjara-penjara Israel, dengan sekitar 154 di antaranya diasingkan ke Mesir.
Pertukaran ini merupakan bagian dari tahap pertama kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di bawah rencana perdamaian yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Sebelumnya, Israel juga telah menarik pasukannya dari sejumlah wilayah di Gaza sejak tahap pertama kesepakatan tersebut mulai berlaku pada Jumat (10/10/2025).
Dilansir dari BBC, seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa pasukan multinasional yang terdiri dari sekitar 200 tentara yang diawasi oleh militer AS akan memantau pelaksanaan gencatan senjata. Pasukan tersebut diyakini mencakup personel dari Mesir, Qatar, Turki, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Berdasarkan rencana perdamaian 20 poin dari Trump, Gaza akan didemiliterisasi dan seluruh infrastruktur militer, teroris, dan ofensif akan dihancurkan. Wilayah tersebut nantinya akan dipimpin oleh sebuah komite transisi sementara, sebelum kemudian diserahkan kepada Otoritas Palestina (PA) yang saat ini mengelola wilayah Tepi Barat. Hamas tidak akan memiliki peran apa pun dalam pemerintahan Gaza di masa depan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tidak ada warga Palestina yang akan dipaksa meninggalkan Gaza, dan mereka yang memilih untuk pergi akan diizinkan kembali kapan saja. Selain itu, sebuah rencana pembangunan ekonomi untuk membangun kembali Gaza akan disusun oleh panel ahli.