Raja Charles dan Paus Ukir Sejarah, Berdoa Bersama di Kapel Sistina

- Doa bersama Raja Charles dan Paus Leo di Kapel Sistina menandai momen bersejarah yang menunjukkan rekonsiliasi hubungan antara Gereja Inggris dan Gereja Katolik setelah berabad-abad perpecahan.
- Momen-momen pribadi seperti doa di makam St. Paul memperkuat makna spiritual kunjungan, meskipun perhatian publik masih terfokus pada isu yang melibatkan Pangeran Andrew.
- Pertukaran simbol dan liturgi bersama menegaskan pesan persatuan dan dialog antar-gereja, menandakan bahwa hubungan kedua tradisi kini bergerak menuju harmoni dan kerja sama.
Jakarta, IDN Times - Raja Charles dan Paus Leo mencatat sejarah dengan berdoa berdampingan di Kapel Sistina pada Kamis (23/10/2025). Hal ini merupakan sebuah momen yang belum pernah terjadi sebelumnya antara pemimpin Gereja Inggris dan Gereja Katolik sejak Reformasi abad ke-16.
Dikutip dari BBC, ketika Paus Leo mengucapkan, “Marilah kita berdoa,” seluruh hadirin termasuk Raja turut menundukkan kepala dalam kekhusyukan di bawah lukisan Penghakiman Terakhir karya Michelangelo.
Namun, di tengah makna spiritual kunjungan kenegaraan ini, perhatian media tetap tertuju pada isu Pangeran Andrew yang masih membayangi keluarga kerajaan. Bahkan saat bertemu Paus, Raja menyinggung kehadiran media sebagai bahaya yang terus-menerus.
Paus Leo pun menjawab singkat, “Anda akan terbiasa,” menunjukkan pemahaman atas tekanan publik yang menyertai jabatan tinggi keagamaan maupun monarki.
1. Harmoni sejarah di Kapel Sistina

Suasana penuh simbolisme terpancar saat paduan suara Katolik dan Anglikan bernyanyi bersama dalam liturgi yang dirancang untuk menekankan persatuan. Gereja-gereja yang pernah bermusuhan kini berdiri sebagai sahabat, membangun jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini.
Kehadiran Raja dan Paus bersisian menandai bahwa rekonsiliasi bukan lagi sekadar ideal teologis, tetapi telah menjadi kenyataan yang tampak. Setiap sudut Kapel Sistina, dengan seni Renaissance yang monumental, memperkuat makna momen tersebut.
Sebagai seorang pencinta seni dan spiritualitas, Raja Charles tampak menikmati pertemuan ini sebagai momen kedamaian dan refleksi. Meski demikian, sorotan publik atas keluarganya tetap membayangi perjalanan kenegaraan ini.
2. Momen doa pribadi di Makam St. Paul

Selain seremoni resmi, terdapat momen yang lebih intim ketika Raja dan Ratu mengunjungi Gereja St. Paul Outside the Walls. Mereka menuruni tangga menuju makam Rasul Paulus, tempat yang dianggap sebagai akar sejarah Kekristenan. Di sana, mereka berhenti sejenak untuk berdoa dan merenung dalam keheningan yang tidak tersentuh sorotan kamera.
Setelah doa singkat tersebut, pasangan kerajaan kembali memasuki basilika besar yang dipenuhi lantunan paduan suara. Momen tersebut menghadirkan kontras antara kesederhanaan makam dan kemegahan arsitektur gereja, sekaligus mencerminkan perjalanan spiritual yang tidak terlihat oleh publik namun penuh makna.
3. Pertukaran simbol dan pesan rekonsiliasi
Kunjungan tersebut juga ditandai dengan pertukaran hadiah resmi, termasuk ikon religius yang diberikan kepada Paus Leo yang mencerminkan ketertarikan Raja terhadap tradisi Gereja Ortodoks. Meski nilai gelar kehormatan yang dipertukarkan mungkin dipertanyakan di tengah kontroversi kerajaan, simbol tersebut tetap mencerminkan niat untuk mempererat hubungan antargereja.
Saat hari berakhir, makna rekonsiliasi tampak jelas. Sebuah komposisi karya Thomas Tallis, komponis Inggris dari era konflik keagamaan dinyanyikan kembali, namun kini untuk seorang Raja dan Paus yang berdiri di sisi yang sama. Lima abad setelah luka sejarah tercipta, doa bersama ini menjadi penanda bahwa waktu dapat menyembuhkan, dan persatuan dapat diwujudkan.


















