Rebeca Grynspan, Perempuan Latin yang Jadi Kandidat Sekjen PBB

- PBB belum pernah dipimpin oleh perempuan sejak didirikan pada 1945.
- PBB hanya pernah dipimpin oleh satu orang Amerika Latin, Javier Perez de Cuellar dari Peru.
- Banyak nama perempuan terkemuka dari Amerika Latin dan Karibia diusulkan untuk menjadi Sekjen PBB berikutnya.
Jakarta, IDN Times - Rebeca Grynspan merupakan perempuan yanu menjadi kandidat asal Kosta Rika untuk memimpin Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ia mengatakan, proses seleksi harus dilakukan tanpa diskriminasi atau perlakuan istimewa bagi perempuan.
Menjelang berakhirnya masa jabatan kedua Sekjen PBB Antonio Guterres tahun depan, semakin banyak seruan agar badan dunia tersebut akhirnya menunjuk seorang perempuan sebagai pemimpin.
“Jika kita memiliki proses yang tidak mendiskriminasi perempuan, dan kita berhasil mencapai posisi sekretaris jenderal, kita akan menunjukkan kepada dunia bahwa kita dapat hidup setara,” kata Grynspan, yang saat ini mengepalai badan perdagangan dan pembangunan PBB, UNCTAD.
1. Belum pernah ada perempuan jadi Sekjen PBB

Sejak didirikan pada 1945, PBB tidak pernah dipimpin oleh perempuan. Selain itu, hanya dipimpin oleh satu orang Amerika Latin, Javier Perez de Cuellar dari Peru, yang menjabat antara 1982 dan 1991.
Beberapa nama perempuan terkemuka dari Amerika Latin dan Karibia telah diusulkan untuk menjadi Sekjen PBB berikutnya. Mereka termasuk mantan presiden Chile dan mantan kepala hak asasi manusia PBB, Michelle Bachelet, Perdana Menteri Barbados, Mia Mottley, dan Menteri Lingkungan Hidup Meksiko, Alicia Barcena.
“Mereka semua memiliki riwayat hidup yang luar biasa dan tidak seorang pun dari kami membutuhkan perlakuan khusus,” kata Grynspan, dikutip dari Malay Mail, Kamis (16/10/2025).
“Yang tidak kami inginkan adalah diskriminasi dalam menentukan siapa yang akan menjadi sekretaris jenderal berikutnya,” ujarnya.
2. Banyak perempuan cakap, mengapa belum ada yang pimpin Sekjen PBB?

Mantan wakil presiden Kosta Rika itu menepis tuntutan bahwa ‘harus ada’ seorang perempuan sebagai Sekjen PBB. “Pertanyaannya adalah, mengapa hal itu belum terjadi dengan begitu banyak perempuan yang cakap?” tanyanya.
Ekonom berusia 69 tahun itu, yang pada 2021 menjadi perempuan pertama yang memimpin UNCTAD menegaskan, ia memiliki kualifikasi untuk memimpin PBB secara keseluruhan.
“Mampu mengatasi begitu banyak rintangan telah membuat saya sangat tangguh dan gigih,” ujarnya. “Itu kualitas yang baik untuk menjadi Sekjen PBB.”
Grynspan mengatakan, ia akan menyerahkan kendali UNCTAD untuk sementara, kemungkinan kepada wakilnya, setelah kampanyenya untuk jabatan tertinggi PBB dimulai dengan sungguh-sungguh dalam beberapa bulan mendatang.
Ia telah memimpin UNCTAD di tengah dunia yang menghadapi tantangan signifikan terhadap perdagangan internasional, yang disebabkan oleh perubahan iklim dan konflik di Gaza dan Ukraina.
3. Alat untuk perdamaian

Ia secara khusus ditugaskan untuk menegosiasikan apa yang disebut Inisiatif Laut Hitam untuk PBB pada tahun 2022, yang berupaya memfasilitasi ekspor puluhan juta ton biji-bijian Ukraina di tengah invasi besar-besaran Rusia, dalam upaya untuk mencegah krisis ketahanan pangan global.
“Perdagangan dapat menjadi alat untuk perdamaian dan alat untuk diplomasi — saya sungguh percaya demikian,” kata Grynspan.
Tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap negara-negara di seluruh dunia semakin mempersulit tugasnya.
“Telah terjadi pergeseran tektonik dalam cara sistem perdagangan bekerja,” ia memperingatkan, seraya menambahkan bahwa konferensi besar UNCTAD yang dijadwalkan minggu depan akan berlangsung di “waktu yang kritis bagi perdagangan global dan multilateralisme”.
“Akan sangat sulit untuk kembali ke masa lalu,” ujarnya. Ia menekankan perlunya menstabilkan aturan perdagangan global.
“Kita membutuhkan AS dan Tiongkok untuk benar-benar melanjutkan jalur negosiasi,” ujarnya. Grynspan juga memperingatkan bahwa perang dagang besar-besaran antara negara-negara dengan ekonomi terbesar di dunia akan memiliki konsekuensi global yang mengerikan.
Ia menekankan perlunya untuk mencoba melindungi negara-negara yang rentan. Caranya dengan menunjukkan bahwa telah terjadi tarif yang lebih tinggi di banyak negara rentan dibandingkan di negara-negara maju.