Ribuan 'Tentara TI' Ukraina Berperang dengan Rusia di Dunia Maya

Jakarta, IDN Times - Selain berperang dengan Rusia di dunia nyata, Ukraina ternyata juga berperang dengan negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin itu di dunia maya.
Sebanyak lebih dari 311 ribu orang dilaporkan telah bergabung dengan grup yang disebut “Tentara TI Ukraina” di platform media sosial Telegram. Di grup itu mereka membagi informasi terkait Rusia yang akan dijadikan target serangan.
Dikutip dari CNBC, Rabu (23/3/2022), anggota kelompok itu menyatakan tidak semuanya orang yang bergabung berasal dari Ukraina, namun sebagian besar dari mereka berasal dari negara itu.
1. Serangan DDoS dilakukan ribuan orang secara bersamaan

Dave, seorang insinyur perangkat lunak Ukraina, mengatakan kepada CNBC bahwa kelompok tersebut telah membantu melakukan beberapa serangan siber di luar pekerjaan sehari-hari mereka sejak perang dimulai. Dia mengatakan target situs-situs milik Rusia di antaranya pemerintahan, bank, dan pertukaran mata uang.
“Saya membantu Tentara TI dengan menjalankan serangan DDoS,” katanya.
Serangan penolakan layanan terdistribusi (distributed denial-of-service/DDoS) adalah, upaya jahat untuk mengganggu lalu lintas normal situs web dengan membanjiri lalu lintas internet.
“Saya telah menyewa beberapa server di GCP (Google Cloud Platform) dan menulis bot untuk diri saya sendiri, yang hanya menerima tautan situs web dan menargetkan serangan setiap kali saya menempelkannya,” jelasnya. “Saya biasanya menjalankan serangan dari 3-5 server dan setiap server biasanya menghasilkan sekitar 50 ribu permintaan per detik,” beber Dave.
Setiap kali daftar target dibagikan di saluran Telegram, Dave mengatakan, dia hanya menempelkannya ke bot, yang membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk membuatnya.
Ketika ditanya seberapa sukses serangan mereka ke Rusia sejauh ini, dia mengatakan, sulit untuk mengatakannya, karena serangan dilakukan oleh ribuan orang secara bersamaan. "Tindakan gabungan pasti berhasil," katanya.
Dave adalah salah satu dari sekitar 30 orang Ukraina yang bekerja dari jarak jauh untuk sebuah perusahaan konsultan teknologi Amerika Serikat (AS). Perusahaan telah membuat pekerjaan “sepenuhnya opsional” untuk karyawan Ukraina.
Selain Dave, Oleksii, pemimpin tim jaminan kualitas untuk perusahaan perangkat lunak di Zaporizhzhia, Ukraina, mengatakan sejak Rusia memulai invasi ke Ukraina pada 24 Februari, ia juga berusaha membantu Ukraina memenangkan perang dunia maya.
“Sebagai pekerja IT, saya berharap dapat melayani negara saya di garda terdepan digital, karena perang ini juga terjadi di dunia digital,” ujar Oleksii.
“Setiap hari, saya membantu menjangkau berbagai situs web Eropa dan AS dan meminta mereka untuk berhenti berbisnis dengan Rusia, memposting di jejaring sosial, dll,” tambahnya.
2. Serangan menargetkan melemahkan ekonomi Rusia

Pengembang lain bernama Anton mengatakan, dia secara pribadi mengambil bagian dalam serangan DDoS terhadap raksasa energi minyak Rusia Gazprom, serta yang lain, terhadap bank Rusia Sberbank dan pemerintah.
“Ada banyak orang yang ambil bagian dalam penyerangan, sehingga tidak perlu waktu lama untuk menghentikan servisnya,” katanya.
Sementara, Nikita, CEO dan salah satu pendiri perusahaan keamanan siber, juga mengaku berada di saluran Telegram Tentara TI Ukraina. Perusahaannya bekerja untuk klien di seluruh dunia dan stafnya terus bekerja selama invasi Rusia. Mereka melakukan pengujian penetrasi dan memeriksa kerentanan sistem TI.
Nikita telah mencoba melalui layanan pesan, untuk memberi tahu warga Rusia apa yang sebenarnya terjadi di Ukraina di tengah kontrol media yang ketat dari Rusia. Dia dan tim peretasannya juga menerbitkan rincian kartu kredit Rusia secara online.
“Saya menerbitkan seperti 110 ribu kartu kredit di saluran Telegram,” katanya, dan menambahkan bahwa dia ingin menimbulkan kerugian ekonomi di Rusia.
“Kami ingin mereka pergi ke Zaman Batu dan kami cukup bagus dalam hal ini,” kata Nikita, menambahkan bahwa mereka sekarang menargetkan SPBU Rusia dengan serangan siber. Namun, dia menekankan dia tidak membenci semua orang Rusia dan dia berterima kasih kepada orang Rusia yang membantu Ukraina.
Sementara, Menteri Digital Ukraina, Mykhailo Fedorov, mendesak orang-orang untuk bergabung dengan saluran tersebut pada bulan lalu, dengan mengatakan Ukraina terus berjuang di bidang siber.
Yehor, pakar teknologi lain yang bekerja untuk perusahaan keamanan siber internasional yang jauh dari Ukraina, juga mengikuti perang siber ini di samping menjalankan pekerjaan sehari-harinya.
“Saya mencoba membuat waktu yang sama untuk bekerja dan melakukan serangan siber. Sayangnya, keluarga saya tidak bersama saya, jadi saya punya lebih banyak waktu luang dari biasanya,” katanya.
3. Serangan dunia maya meningkat sejak terjadi perang Ukraina-Rusia

Ukraina adalah salah satu pusat pengembangan perangkat lunak terbesar di Eropa Timur, dan pembuat kodenya terkenal di dunia.
Perang dunia maya dilaporkan merupakan pertempuran dua arah. Menurut Check Point Research, dalam tiga hari pertama setelah invasi Rusia ke Ukraina, serangan online terhadap militer Ukraina dan sektor pemerintah meningkat 196 persen.
Check Point Research juga menemukan bahwa serangan juga sedikit meningkat terhadap organisasi Rusia (4 persen) dan Ukraina (0,2 persen), sementara secara bersamaan serangan menurun di sebagian besar bagian lain dunia.
Sedangkan, Rusia secara konsisten membantah terlibat dalam perang siber atau membantu serangan siber. Pada 19 Februari, kedutaan Rusia di Washington menyatakan di Twitter bahwa mereka tidak terlibat serangan siber.
“Tidak pernah melakukan dan tidak sedang melakukan operasi ‘jahat’ di dunia maya,” ungkapnya.