Saling Nyalahkan, Negosiasi Israel-Hamas Kembali Temui Jalan Buntu

Jakarta, IDN Times – Putaran negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas kembali menemui kebuntuan. Ketua Hamas, Ismail Haniyeh, pada Rabu (15/5/2024) menyalahkan Israel atas kebuntuan tersebut.
“Mereka melakukan amandemen terhadap proposal yang membuat perundingan menemui jalan buntu,” kata Haniyeh yang berbasis di Qatar melalui pidatonya yang disiarkan televisi, dilansir Reuters.
Haniyeh menegaskan kembali tuntutan-tuntutan penting termasuk perjanjian apapun yang memberikan kerangka kerja untuk mengakhiri serangan Israel di Gaza secara permanen.
Awal bulan ini, Hamas menyetujui proposal gencatan senjata dari mediator Qatar dan Mesir yang sebelumnya diterima Israel. Namun Israel menolak lebih lanjut proposal tiga fase tersebut karena isinya dianggap telah diperhalus.
1. Hamas selalu terbuka untuk bernegosiasi

Haniyeh mengatakan, pihaknya bertekad untuk mengupayakan semua cara yang ada untuk mengakhiri perang di Gaza. Mereka juga membiarkan pintu terbuka untuk upaya mediasi lebih lanjut.
“Setiap upaya atau kesepakatan harus menjamin gencatan senjata permanen, penarikan menyeluruh dari seluruh Jalur Gaza, kesepakatan pertukaran tahanan yang nyata, pemulangan pengungsi, rekonstruksi, dan pencabutan blokade,” tegas Haniyeh.
Hamas telah menguasai Gaza sejak tahun 2007. Menurut Haniyeh, mereka menolak pemukiman pascaperang di Gaza yang juga mengecualikan kelompok tersebut di wilayahnya sendiri.
“Hamas ada untuk bertahan. Gerakan (Hamas) akan memutuskan pemerintahan Jalur Gaza setelah perang bersama dengan semua faksi nasional,” katanya.
2. Israel berniat memusnahkan Hamas secara total

Sementara itu, Israel mengatakan pihaknya ingin mencapai kesepakatan tawanan untuk sandera namun sejauh ini menolak komitmen apa pun untuk mengakhiri serangan militer di Gaza. Pemerintah Israel sejak awal bertekad untuk memusnahkan Hamas di Gaza.
Pemerintah Israel mengatakan Hamas tidak dapat mengambil peran apa pun dalam memerintah Gaza setelah perang usai. Sekutunya, Amerika Serikat, mengatakan pihaknya ingin melihat Gaza dan Tepi Barat bersatu kembali di bawah Otoritas Palestina, faksi saingan Hamas.
Pada Sabtu, Presiden AS Joe Biden mengatakan perjanjian gencatan senjata kedua pihak bisa saja dicapai dalam waktu dekat jika Hamas mau membebaskan 128 tawanan Israel.
“Israel bilang itu terserah Hamas. Jika mereka ingin melakukannya, kita bisa mengakhirinya besok. Dan gencatan senjata akan dimulai besok,” kata Biden dilansir Times of Israel.
AS juga seringkali mendesak Hamas untuk segera menyetujui gencatan senjata. Di sisi lain, Hamas menuduh Israel sengaja mengulur-ulur upaya negosiasi.
Perdana Israel, Benjamin Netanyahu sebelumnya telah bersumpah akan memusnahkan Hamas. Wilayah Rafah diklaim menjadi basis perlawanan terkahir Hamas, dan karena itulah Israel melancarkan invasi ke wilayah tersebut.
3. Krisis kemanusiaan di Gaza berlanjut

Dilansir NPR, jumlah korban di Gaza kini terus bertambah seiring dengan semakin intensifnya serangan Israel. Diperkirakan korban tewas mencapai lebih dari 35 ribu orang, sementara 78 ribu lainnya mengalami luka-luka.
Gaza kini menghadapi krisis kemanusiaan yang sangat parah. Israel telah mengepung Jalur Gaza hampir sepanjang perang. Kondisi ini menghambat akses terhadap listrik, air bersih, makanan dan bantuan medis.
Program Pangan Dunia PBB mengatakan sebagian wilayah Gaza utara berada dalam kelaparan besar-besaran. Sementara itu, bantuan juga sulit disalurkan karena penyebarangan yang ditutup serta perang yang membahayakan untuk mengantar konvoi bantuan.