Starbucks AS Akan Usir Pengunjung yang Nongkrong Tanpa Beli Kopi

Jakarta, IDN Times - Perusahaan kedai kopi Starbucks, pada Senin (13/01/2025), menyatakan bahwa mereka akan menghapus kebijakan yang memperbolehkan semua orang untuk datang ke gerai Starbucks.
Ketentuan baru tersebut juga akan melarang aksi diskriminasi atau pelecehan, konsumsi alkohol di luar, merokok, vape, narkoba, dan mengemis. Kode etik ini akan diberlakukan di seluruh gerai di Amerika Utara.
1. Peraturan baru akan utamakan pengunjung yang membayar
Dilansir AP News, juru bicara Starbucks, Jaci Anderson, mengungkapkan bahwa kebijakan baru ini akan mengutamakan pelanggan yang datang untuk membayar dan menciptakan lingkungan yang baik.
Hal itu berarti Starbucks tidak memperbolehkan pengunjung hanya sekadar nongkrong atau menggunakan toilet tanpa membeli, terutama untuk menghindari tunawisma.
“Kami ingin semua orang merasa diterima dan nyaman di toko kami. Dengan menetapkan ekspektasi yang jelas terkait perilaku dan penggunaan ruang, kami dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi semua orang," kata Anderson.
Setelah diterapkan, gerai berhak mengusir orang yang melanggar atau dapat menghubungi penegak hukum. Aturan baru ini diterapkan demi menarik kembali pelanggan, meningkatkan penjualan, dan memperbaiki hubungan dengan pekerja.
Sementara itu, para pelanggan yang membayar akan mendapatkan keuntungan jika tetap berada di gerai dan memesan di dalam toko, serta mendapatkan satu kopi panas atau es gratis.
2. Starbuck hadapi masalah keamanan karena perilaku pengunjung
Kebijakan 'pintu terbuka' diterapkan oleh Starbucks pada 2018, setelah pengusiran dan penangkapan dua pria kulit hitam karena tidak memesan apa pun, meskipun keduanya sedang menghadiri pertemuan bisnis. Salah satunya mengatakan ingin memakai toilet, namun tidak izinkan karena ia tidak membayar.
Oleh sebab itu, kebijakan ini juga dirancang untuk memberikan akses toilet bagi masyarakat umum, mengingat terbatasnya fasilitas publik banyak kota dan pinggiran di Amerika Serikat (AS).
"Ini adalah contoh lain dari kerumitan yang disebabkan oleh kurangnya toilet umum di AS, dan Starbucks mengubah kebijakannya, terkadang mendapat keuntungan dari kurangnya infrastruktur umum dan dirugikan oleh hal yang sama," kata Bryant Simon, seorang sejarawan di Temple University
Namun, kebijakan 'pintu terbuka' itu membuat karyawan dan pelanggan menghadapi perilaku tidak tertib dan berbahaya di gerai-gerai Starbucks. Pada 2022, Starbucks terpaksa menutup 16 gerai di AS karena masalah keamanan, termasuk penggunaan narkoba, ancaman terhadap keselamatan karyawan, rasisme, kurangnya akses kesehatan, krisis kesehatan mental, dan masalah lainnya.
3. Starbucks ingin perbaiki pelayanan dan hidupkan suasana kedai kopi
Kebijakan baru ini merupakan strategi dari CEO baru Starbucks, Brian Niccol, untuk memperbaiki dan menyegarkan kembali Starbucks yang kini mengalami penurunan penjualan, terutama di tengah aksi boikot di Timur Tengah dan pesaing berbiaya rendah di Tiongkok.
Terlebih lagi, Starbucks juga mengalami penurunan atau stagnasi jumlah pekerja, walaupun mereka telah menambah jumlah mesin baru. Akibatnya, pelayanan Starbucks menjadi lebih lama dibandingkan beberapa pesaingnya.
"Kami harus mempermudah pelanggan kami untuk mendapatkan secangkir kopi," kata Niccol dalam panggilan konferensi pertamanya.
Selain itu, hampir 75 persen pesanan Starbucks dipesan melalui aplikasi, loket drive-thru, atau mitra pengiriman, sehingga hanya sedikit pelanggan yang memilih berlama-lama di Starbucks dan tidak lagi merasakan suasana kedai kopi seperti dahulu.