Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

TikTok Kalah di Pengadilan AS, Terancam Diblokir Januari 2025 

ilustrasi logo TikTok. (unsplash.com/Solen Feyissa)
ilustrasi logo TikTok. (unsplash.com/Solen Feyissa)

Jakarta, IDN Times - Pengadilan federal Amerika Serikat (AS) menolak upaya banding TikTok untuk membatalkan undang-undang yang bisa memaksa aplikasi tersebut menjual bisnisnya di AS. Keputusan panel tiga hakim pada Jumat (6/12/2024) ini membuat TikTok semakin dekat dengan pelarangan di negeri Paman Sam.

Undang-undang yang ditandatangani Presiden Joe Biden pada April 2024 mengharuskan TikTok dijual ke pemilik non-China atau diblokir pada 19 Januari 2025. TikTok memiliki 170 juta pengguna di AS, sekitar setengah dari total populasi negara tersebut.

Juru bicara TikTok, Michael Hughes, menyatakan perusahaan akan mengajukan banding ke Mahkamah Agung AS. Melansir dari CNN, TikTok berharap pengadilan tertinggi negara itu dapat melindungi hak kebebasan berbicara warga Amerika.

1. Pemblokiran TikTok dinilai tidak melanggar konstitusi AS

TikTok menganggap larangan tersebut didasarkan pada informasi yang tidak akurat dan keliru. Perusahaan menilai putusan ini merupakan bentuk sensor yang akan membungkam suara jutaan warga Amerika.

Panel pengadilan banding menyatakan undang-undang tersebut tidak melanggar konstitusi AS. Hakim Douglas Ginsburg menyatakan aturan ini telah didukung oleh anggota Partai Demokrat dan Republik di Kongres.

Pihak pengadilan menilai undang-undang ini dirancang secara hati-hati untuk menangani ancaman keamanan nasional dari Republik Rakyat China. Keputusan ini sekaligus menolak gugatan yang diajukan TikTok dan ByteDance pada Mei lalu.

"Kebebasan berbicara ada di AS. Pemerintah bertindak semata-mata melindungi kebebasan itu dari negara musuh asing dan membatasi kemampuan musuh mengumpulkan data tentang warga AS," kata Hakim Ginsburg, dikutip dari AP.

2. AS khawatir TikTok jadi corong propaganda China

Pemerintah AS menganggap TikTok sebagai ancaman keamanan nasional karena hubungannya dengan China. Mereka khawatir pemilik TikTok, ByteDance, bisa mengakses data pribadi jutaan warga AS melalui aplikasi tersebut.

AS juga khawatir China dapat memanipulasi konten yang dilihat pengguna TikTok. Manipulasi algoritma tersebut berisiko digunakan Beijing untuk menyebarkan propaganda ke masyarakat Amerika.

"Partai Komunis China telah membuat sangat jelas bahwa mereka bersedia memanfaatkan teknologi mengumpulkan data tentang anak-anak dan semua warga AS," ujar Josh Gottheimer, anggota Kongres Demokrat dari New Jersey, dikutip The Guardian.

TikTok membantah berada di bawah pengaruh China karena mereka beroperasi secara terpisah. Perusahaan tersebut bermarkas besar di Singapura dan Los Angeles. Data pengguna AS juga ditangani Oracle, perusahaan teknologi Amerika.

Beberapa organisasi hak sipil menentang pelarangan karena dianggap sebagai tindakan sensor. Mereka menilai undang-undang perlindungan privasi lebih efektif melindungi data pengguna.

3. Investor AS tertarik beli TikTok

Presiden AS terpilih Donald Trump, yang akan dilantik pada 20 Januari 2025, sebelumnya menyatakan tidak akan melarang TikTok. Pernyataan ini berbeda dengan sikapnya saat menjabat presiden pertama kali, ketika dia mencoba melarang aplikasi tersebut.

ByteDance menyatakan penjualan TikTok mustahil dilakukan secara teknologi, komersial, maupun hukum. Mereka menilai pemisahan algoritma TikTok akan memutus koneksi versi AS dengan konten global.

Beberapa investor AS telah menyatakan minat membeli TikTok termasuk mantan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin. Sebuah konsorsium investor juga telah menyiapkan modal lebih dari 20 miliar dolar AS (Rp370 triliun) untuk membeli bisnis TikTok di Amerika.

Analis dari eMarketer, Jasmine Enberg, memperkirakan pelarangan TikTok akan menguntungkan platform media sosial lain. Meta, YouTube, dan Snap diproyeksikan meraup keuntungan. Namun, pembuat konten dan usaha kecil yang mengandalkan TikTok akan terkena dampak negatif, dilansir dari BBC.

Pelarangan juga berpotensi merugikan 170 juta pengguna TikTok di AS. Pengadilan menyatakan mereka harus mencari platform media alternatif untuk berkomunikasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us