Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tiru AS, Rusia Akan Tempatkan Rudal Nuklir Taktis di Belarus

Presiden Belarus, Alexander Lukashenko dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (twitter.com/ President of Russia)
Presiden Belarus, Alexander Lukashenko dan Presiden Rusia, Vladimir Putin. (twitter.com/ President of Russia)

Jakarta, IDN Times - Presiden Rusia Vladimir Putin, pada Sabtu (25/3/2023), mengumumkan rencana untuk menempatkan senjata rudal nuklir taktis di Belarus. Kontruksi penyimpanan senjata nuklir tersebut rencananya akan selesai pada 1 Juli.

Dalam rencana tersebut, Rusia akan tetap terlibat untuk memegang kendali atas rudal yang akan ditempatkan di Belarus.

Senjata nuklir taktis biasa digunakan di medan perang dan memiliki jangkauan pendek serta daya ledak lebih rendah, jika dibandingkan dengan hulu ledak nuklir yang jauh lebih kuat dan dapat dipasang pada peluru kendali jarak jauh.

Sebelumnya, Moskow juga dikabarkan telah mengirim sistem peluru kendali jarak pendek Iskander ke Belarus. Rudal Iskander adalah perangkat yang dapat dipasang dengan hulu ledak nuklir konvensional, dilansir CNN.

1. Rusia tiru strategi Amerika Serikat

Putin berpendapat, dengan menempatkan senjata nuklir taktis di Belarus, Rusia sedang mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) yang telah lebih dulu menempatkan senjata nuklir di beberapa negara sekutunya.

AS tercatat menempatkan senjata nuklirnya di berbagai negara sekutu seperti Belgia, Jerman, Italia, Belanda, dan Turki.

"Kami melakukan apa yang telah mereka (AS) lakukan selama beberapa dekade, menempatkan senjata nuklir di beberapa negara sekutu tertentu, mempersiapkan peluncur dan melatih kru mereka. Kami akan melakukan hal yang sama," kata Putin, dilansir dari NPR

Namun, Putin tidak menyebutkan berapa banyak senjata nuklir yang akan ditempatkan di Belarus. AS memperkirakan bahwa Rusia memiliki sekitar 2 ribu senjata nuklir taktis, yang meliputi bom yang dapat dibawa oleh pesawat taktis, hulu ledak untuk misil jarak pendek, dan peluru artileri.

Sementara itu, AS memiliki sekitar 200 senjata nuklir taktis. Termasuk bom nuklir B61 dengan panjang 4 meter memiliki daya ledak antara 0,3 hingga 170 kiloton yang setengahnya disebar di berbagai negara sekutu.

2. Dipicu pengiriman amunisi oleh Inggris ke Ukraina

Putin mengatakan, keputusan ini dipicu oleh tindakan Inggris yang mengirim amunisi penembus zirah ke Ukraina. Putin mengecam tindakan Inggris karena amunisi jenis ini mengandung uranium terdeplesi.

Menurut Putin, penggunaan senjata itu akan berdampak buruk bukan hanya bagi tentara, namun juga bagi lingkungan dan warga sipil Ukraina. Rusia mengklaim, pihaknya juga memiliki senjata semacam itu, namun belum pernah menggunakannya. 

Sebagai informasi, uranium terdeplesi merupakan hasil sampingan dari proses pengayaan uranium yang dibutuhkan untuk membuat senjata nuklir. Amunisi ini tidak dapat menciptakan reaksi nuklir tetapi mengeluarkan radiasi rendah.

Badan pengawas nuklir PBB telah memperingatkan tentang bahaya paparan radiasi senjata ini. Amunisi seperti ini dikembangkan oleh AS selama Perang Dingin untuk menghancurkan tank Soviet, termasuk tank T-72 yang sekarang dihadapi oleh Ukraina.

3. Tanggapan Amerika Serikat

Bendera Amerika Serikat. (unsplash.com/Robert Linder)
Bendera Amerika Serikat. (unsplash.com/Robert Linder)

Washington berjanji akan memantau realisasi dari pernyataan Putin tersebut.

"Kami tidak melihat alasan untuk menyesuaikan posisi nuklir strategis kami atau indikasi bahwa Rusia sedang bersiap untuk menggunakan senjata nuklir," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Adrienne Watson.

"Kami tetap berkomitmen pada pertahanan kolektif dari aliansi NATO," tambahnya. 

Sementara itu, Kampanye Internasional untuk Penghapusan Senjata Nuklir (ICAN) mengecam tindakan Putin dan menyebutnya sebagai eskalasi yang sangat berbahaya.

"Dalam konteks perang di Ukraina, kemungkinan terjadi kesalahan perhitungan atau salah tafsir sangat tinggi. Berbagi senjata nuklir membuat situasi menjadi lebih buruk dan berisiko menimbulkan konsekuensi kemanusiaan yang sangat parah," tulis ICAN melalui akun Twitter-nya, dilansir dari Voice of America

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us