Jelang KTT ASEAN Bahas Kudeta, Ini Harapan Duta Besar Myanmar di PBB

Dialog dengan Junta penting, tapi jangan sampai mengakuinya

Jakarta, IDN Times - Utusan Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Kyaw Moe Tun meminta para pemimpin negara-negara Asia Tenggara tegas menolak rezim junta militer, ketika mereka hendak bersidang pada pertemuan darurat pekan depan.
 
Organisasi Kawasan Asia Tenggara (ASEAN) sejauh ini belum mengumumkan agenda Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang direncakan untuk membahas situasi Myanmar. Namun, Prancis pada pekan lalu mengungkap dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, bahwa pembicaraan tingkat regional diagendakan berlangsung pada 20 April 2021.
 
Dilansir dari SCMP, Para diplomat mengharapkan pembicaraan akan diadakan di Jakarta, Indonesia, lokasi dari sekretariat ASEAN. Belum ada indikasi apakah pertemuan itu akan dihadiri oleh arsitek kudeta 1 Februari, Panglima Angkatan Darat Jenderal Min Aung Hlaing.

Baca Juga: Lebih dari 700 Orang Tewas, PBB Takut Myanmar Rusuh Seperti Suriah

1. Pemimpin ASEAN harus berani menekan militer atas pelanggaran kemanusiaan

Jelang KTT ASEAN Bahas Kudeta, Ini Harapan Duta Besar Myanmar di PBBIDN Times/Marisa Safitri

Melalui wawancara Zoom dengan This Week in Asia, Kyaw Moe Tun berharap prioritas para pemimpin ASEAN adalah menekan junta agar menghentikan tindakan represif kepada warga sipil.
 
Berdasarkan laporan kelompok pemantau setempat, sedikitnya 700 demonstran telah meninggal dunia akibat bentrokan dengan aparat, 50 di antaranya masih tergolong anak-anak. Lebih dari tiga ribu orang ditetapkan sebagai tahanan politik.
 
"Sebagai seorang diplomat, saya selalu percaya pada keterlibatan dan saya selalu percaya pada dialog," kata Kyaw Moe Tun dari kedutaannya di New York, Selasa (13/4/2021).
 
Moe Tun merupakan diplomat yang ditugaskan oleh pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi mewakili Burma pada forum PBB. Nama Moe Tun menjadi perbincangan publik setelah menentang kudeta dan menolak untuk menanggalkan jabatannya.

Baca Juga: Dukung Rakyat Myanmar, Masyarakat ASEAN Buat Deklarasi

2. Melibatkan junta penting, tapi jangan sampai mengakuinya

Jelang KTT ASEAN Bahas Kudeta, Ini Harapan Duta Besar Myanmar di PBBKepala junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Pada kesempatan yang sama, dia juga mengimbau supaya para pemimpin ASEAN tidak salah langkah dalam mengambil keputusan. Kata Moe Tun, melibatkan junta dalam proses dialog sangat penting, namun jangan sampai keterlibatan itu berarti mengakui legilitas pemerintahannya.
 
Upaya internasional untuk memulihkan perdamaian dan pemerintahan, melalui jalur diplomatis, juga harus melibatkan Committee Representing Pyidaungsu Hluttaw (CRPH). Kelompok yang terdiri dari anggota NLD itu sedang mencari pengakuan internasional sebagai pemerintah Myanmar yang sah.
 
Di antara 10 negara anggota ASEAN, Malaysia, Indonesia, dan Singapura telah menegaskan posisinya dengan tidak mengakui Dewan Administrasi Negara, nama lain dari rezim junta. Namun, secara kolektif, ASEAN belum mendeklarasikan posisinya kepada publik.
 

3. Tugas Moe Tun adalah mendesak agar Dewan Keamanan melahirkan resolusi

Jelang KTT ASEAN Bahas Kudeta, Ini Harapan Duta Besar Myanmar di PBBinstagram.com/unitednations

Komisaris Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Michelle Bachelet memperingatkan, situasi di Myanmar berpotensi mengulangi perang sipil yang terjadi selama lebih dari satu dekade di Suriah.
 
Untuk mencegah hal itu, tugas Moe Tun saat ini adalah melobi supaya Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi kuat yang bisa menekan banyak negara untuk menjatuhkan sanksi kepada Burma. Beberapa negara menolak untuk memberi sanksi tegas kepada Myanmar karena dikhawatirkan jutsru memperburuk situasi di sana.  
 
Moe Tun semula menghindari menyebut Tiongkok dan Rusia, anggota Dewan Keamanan 15 negara pemegang hak veto, sebagai beban utama resolusi. Namun, dia kemudian mengakui, akan sulit untuk membuat Beijing dan Moskow menyetujui resolusi tersebut.
 
“Ini tidak akan mudah, itu akan sangat sulit, tapi kami harus mencobanya. Itu tugas saya untuk mendapatkan resolusi dari Dewan Keamanan. Ini, tentang menyelamatkan nyawa warga sipil yang tidak bersalah, ini adalah krisis kemanusiaan,” katanya.
 
Pada Jumat lalu, Moe Tun menegaskan kembali tuntutan utama CRPH, yaitu pemberian sanksi yang lebih keras terhadap militer berupa embargo senjata, bisnis, zona larangan terbang, dan menuntut pembebasan para tahanan politik termasuk Suu Kyi serta Presiden Win Myint.
 
Zona larangan terbang dimasukkan dalam tuntutan karena jet tempur Tatmadaw, sebutan untuk militer Myanmar, mulai menyerang sejumlah daerah menggunakan drone dan jet tempur.
 

Baca Juga: Junta Myanmar Benarkan Adanya Penggulingan Suu Kyi

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya