Wali Kota Muslim New York Zohran Mamdani Terancam Diusir Trump dari AS

- Mamdani dituduh menyembunyikan keterlibatan dalam kegiatan komunis dan teroris.
- Pengacara imigrasi menegaskan tidak ada bukti kredibel bahwa Mamdani berbohong saat mengambil sumpah warga negara.
- Anggota Partai Republik menganggap Mamdani tergabung dalam organisasi komunis karena keanggotaannya di Partai Sosialis Demokrat Amerika (DSA).
Jakarta, IDN Times – Setelah kemenangan telak Zohran Mamdani dalam pemilihan Wali Kota New York, politikus Partai Republik bereaksi keras. Presiden Donald Trump dan sekutunya di Washington, DC, mengancam akan menahan dana federal untuk kota tersebut dan bahkan menuding Mamdani sebagai komunis serta teroris.
Tuduhan ini berkembang menjadi ancaman serius yaitu, pencabutan status kewarganegaraan Amerika Serikat terhadap Mamdani. Beberapa anggota parlemen Partai Republik, seperti Andy Ogles dan Randy Fine, menyerukan agar kewarganegaraan Mamdani dicabut dan dirinya dideportasi.
“Jika Mamdani berbohong dalam dokumen naturalisasinya, dia tidak berhak menjadi warga negara, dan jelas tidak berhak menjadi wali kota,” ujar Ogles, dikutip dari Al Jazeera.
1. Tuduhan “komunis” dan “teroris” tanpa dasar hukum

Tuduhan terhadap Mamdani bermula dari pernyataannya yang kritis terhadap kebijakan luar negeri AS dan dukungannya pada isu kemanusiaan Palestina. Andy Ogles menuding Mamdani menyembunyikan keterlibatan dalam kegiatan komunis dan teroris dalam proses naturalisasi. Ia bahkan meminta Jaksa Agung AS untuk menyelidiki Mamdani dengan dalih pelanggaran sumpah kewarganegaraan.
Namun, pengacara imigrasi Jeremy McKinney menegaskan bahwa denaturalisasi hanya dapat dilakukan jika terbukti secara jelas dan meyakinkan bahwa seseorang berbohong secara material dalam permohonannya. Ia menambahkan, “Tidak ada bukti kredibel bahwa Mamdani tidak memenuhi syarat saat mengambil sumpah warga negara.” Langkah ini lebih bersifat politis daripada hukum, mengingat Mamdani lahir di Uganda, pindah ke AS sejak usia tujuh tahun, dan telah menjadi warga negara sah sejak 2018.
2. Salah kaprah tentang sosialisme dan identitas Mamdani

Isu lainnya adalah tuduhan bahwa Mamdani tergabung dalam organisasi komunis karena keanggotaannya di Partai Sosialis Demokrat Amerika (DSA). Para anggota parlemen Partai Republik menganggap DSA sebagai cabang komunisme yang bisa menggugurkan kewarganegaraan seseorang. Namun, klaim itu dibantah para ahli sejarah dan hukum.
“Partai Sosialis Demokrat Amerika bukanlah partai komunis,” jelas Harvey Klehr, profesor sejarah di Universitas Emory. Kaum sosialis demokrat justru menolak permusuhan komunis terhadap demokrasi dan menentang kepemilikan negara atas alat produksi.
Mamdani dikenal sebagai aktivis sosial yang fokus pada isu kesejahteraan dan keadilan ekonomi, bukan ideolog komunis seperti yang dituduhkan. Tuduhan ini, menurut kelompok advokasi Muslim CAIR, sarat dengan Islamofobia dan rasisme politik yang mencoba mendelegitimasi kemenangan pemimpin Muslim pertama di New York City.
3. Denaturalisasi: proses ekstrem yang nyaris mustahil

Para pakar hukum menilai ancaman pencabutan kewarganegaraan terhadap Mamdani hampir mustahil secara hukum. Cassandra Burke Robertson, profesor hukum dari Case Western Reserve University, menyebutkan bahwa denaturalisasi adalah langkah ekstrem dan sangat jarang digunakan. Pemerintah harus membuktikan adanya kebohongan material dalam permohonan kewarganegaraan dengan standar bukti yang tinggi.
Selain itu, Amandemen ke-14 Konstitusi AS hanya melarang individu yang terlibat dalam pemberontakan atau memberi bantuan kepada musuh negara, bukan mereka yang mengkritik kebijakan domestik. “Seruan Mamdani untuk melawan kebijakan imigrasi tidak bisa disamakan dengan pemberontakan,” ujar Robertson. Al Jazeera juga melaporkan bahwa sejak era Trump, ancaman denaturalisasi memang meningkat, namun belum pernah digunakan untuk menyerang pejabat terpilih secara sah.















