Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Warga Korsel Antusias Cari Presiden Baru di Pemilu Awal

Antrean warga Korsel di tempat pemungutan suara. (Yonhap/Yi Wonju)
Antrean warga Korsel di tempat pemungutan suara. (Yonhap/Yi Wonju)
Intinya sih...
  • Warga Korsel antre memilih presiden baru, pecahkan rekor jumlah antrean.
  • Pemilu dijadwalkan 3 Juni, pemungutan suara awal mencapai 21% dari 44,4 juta pemilih terdaftar.
  • Lee Jae-myung calon terdepan dalam jajak pendapat, Korea Selatan bergulat dengan ekonomi dan politik yang kacau.

Jakarta, IDN Times - Warga Korea Selatan (Korsel) mengantre untuk memilih presiden berikutnya pada Jumat (30/5/2025). Jumlah antrean panjang warga itu memecahkan rekor sebelumnya.

Ini merupakan hari kedua pemungutan suara awal dalam jajak pendapat akibat deklarasi darurat militer yang dilakukan mantan pemimpin Yoon Suk Yeol. Korea Selatan berbenah di bawah kekacauan politik yang terjadi beberapa bulan terakhir akibat penangguhan pemerintahan sipil yang dilakukan Yoon. Akibat kebijakannya, Yoon dimakzulkan.

Sekaj pemakzulan, Korea Selatan dipimpinan presiden sementara. Kondisi itu terjadi di tengah melambatnya ekonomi Seoul yang bergulat dengan kekacauan perdagangan di luar negeri dan permintaan yang lesu di dalam negeri.

Semua jajak pendapat utama telah menempatkan Lee Jae-myung yang liberal sebagai calon terdepan dalam pemilihan presiden. Survei Gallup baru-baru ini menunjukkan 49 persen responden menganggapnya sebagai kandidat terbaik.

Di belakangnya adalah mantan menteri tenaga kerja konservatif Kim Moon-soo dari Partai Kekuatan Rakyat yang berkuasa, dengan perolehan 35 persen suara.

1. Antusiasme warga memilih pemimpin baru

Hari Pemilihan Presiden Korea Selatan ditetapkan pada 3 Juni. Namun, warga yang ingin memberikan suara lebih awal diizinkan melakukan pada Kamis, 29 Mei, dan Jumat, 30 Mei.

“Hingga Jumat pukul 08.00 (waktu setempat), sebanyak 21 persen telah memberikan suara dari 44,4 juta pemilih terdaftar,” kata Komisi Pemilihan Umum Nasional Seoul, dikutip dari Channel News Asia.

Pemungutan suara di luar negeri khususnya mencapai rekor tertinggi dari 1,97 juta pemilih yang memenuhi syarat memberikan suara mereka minggu lalu.

2. Lee Jae-myung kandidat paling top

Siapa pun yang menggantikan Yoon harus bergulat dengan kemerosotan ekonomi yang semakin dalam, tingkat kelahiran terendah di dunia, dan biaya hidup yang melonjak. Ia juga harus mengatasi kebuntuan negara adikuasa yang meningkat antara Amerika Serikat, penjamin keamanan tradisional Korea Selatan, dan China, mitra dagang terbesarnya.

Namun, para analis melihat darurat militer sebagai isu yang menentukan dalam pemilihan presiden.

Kang Joo-hyun, seorang profesor ilmu politik di Universitas Wanita Sookmyung mengatakan, jumlah pemilih yang tinggi secara alami mencerminkan keinginan kuat masyarakat untuk memulihkan demokrasi di Korea Selatan.

"Warga Korea di luar negeri lebih dari sebelumnya, merasa terdorong untuk menyuarakan pendapat mereka melalui pemungutan suara, didorong oleh perasaan bahwa fondasi demokrasi Korea Selatan sedang terguncang," kata Kang.

Lee kalah dalam pencalonan presiden 2022 dari Yoon dengan selisih suara yang sangat tipis dalam sejarah Korea Selatan. Salah satu perdebatan utama adalah isu gender.

Mantan siswa putus sekolah itu menjadi bintang politik sebagian karena menonjolkan awal hidupnya yang sederhana. Ia telah berjanji membawa unsur-unsur pemberontakan ke pengadilan jika terpilih sebagai presiden.

Akan tetapi, profesor ilmu politik Universitas Nasional Seoul Kang Won-taek memperingatkan kesengsaraan politik Korea Selatan masih jauh dari kata selesai.

"Ada kemungkinan nyata bahwa kekacauan dan krisis politik yang telah kita lihat dapat muncul kembali," kata Kang.

Lee sebenarnya juga telah menjadi tokoh utama dalam polarisasi yang telah memicu sebagian besar ketidakstabilan politik negara.

"Kecuali jika ia mengadopsi pendekatan yang jauh lebih inklusif terhadap tata kelola, ada kemungkinan besar konflik masa lalu akan muncul kembali,” serunya.

3. Isu-isu yang jadi fokus di pemilu Korsel

Presiden AS, Donald Trump, saat mengumumkan rincian tarif resiprokal. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)
Presiden AS, Donald Trump, saat mengumumkan rincian tarif resiprokal. (The White House, Public domain, via Wikimedia Commons)

Darurat militer Yoon menyingkapkan perpecahan politik yang mendalam di negara itu, karena mereka yang mendukung keputusannya untuk memberlakukan darurat militer dan mereka yang menentangnya turun ke jalan untuk berunjuk rasa.

Bulan-bulan ketidakpastian berikutnya mengguncang kepercayaan publik terhadap ekonomi Korea Selatan. Dan ini terjadi saat Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarifnya pada mitra dagang Amerika, dengan barang-barang Korea Selatan menghadapi pungutan sebesar 25 persen.

Di dalam negeri, hubungan dengan Korea Utara merupakan tantangan yang terus-menerus. Meskipun 2025 relatif tidak ada kejadian penting, tahun sebelumnya terjadi peningkatan ketegangan karena Kim Jong-un meningkatkan retorikanya, dan kedua belah pihak menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengirim balon dan pesawat nirawak yang membawa materi propaganda melintasi perbatasan.

Pemimpin baru Korea Selatan juga harus menyeimbangkan hubungan Seoul antara mitra dagang terbesarnya, Beijing, dan sekutu keamanan terpentingnya, Washington. Lalu ada tugas untuk menahan penurunan angka kelahiran negara itu, yang termasuk yang terendah di dunia yakni minus 0,75.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us