Pemerintah Presiden Trump yang Amburadul

Dalam suasana yang tidak pasti pemerintahan Presiden Trump yang amburadul tampaknya belum akan berubah sampai kapan. Daftar tindakan Presiden Trump dengan
menggunakan executive order terus keluar dalam dua minggu. Pemerintahannya sudah banyak yang melanggar hukum, bahkan konstitusi. Dan protes dari sejumlah kantor pemerintahaan, utamanya yang dipimpin oleh orang Partai Demokrat, semakin meningkat pula.
Agak membingungkan, akan tetapi saya akan mencoba me-list keputusan-keputusan
dimaksud. Ketua Pemilihan Federal, Ellen Weintraub, baru-baru ini merupakan korbannya,
diberhentikan dari jabatan, komputernya dimatikan, kantornya dikosongkan, dan seterusnya. Beliau dalam suatu wawancara televisi MSNBS menceritakan bahwa tiba-tiba diberitahu bahwa dia dipecat.
Meskipun pekerjaan dari kantor tidak terhenti karena ada anggota lain yang tidak ikut dipecat. Tugas dari kantor ini melakukan pengecekan sumbangan para pemilih kepada calon-calon yang berkampanye untuk terpilih menduduki suatu posisi, ada pertanggungjawabannya secara transparan.
Sebelum ini saya menulis dalam rubrik saya bahwa Press Secretary Presiden Trump yang sekarang, Karoline Leavitts, masih menghadapi masalah sumbangan kampanye yang diterimanya waktu yang bersangkutan ikut pemilihan untuk menjadi congress woman dari New Hampshire, dan gagal. Menurut ketentuan, dana yang melebihi ketentuan maksimal dalam waktu 60 hari harus dikembalikan, yang belum dilakukannya. Jadi tugas kantor ini adalah menuntut pertanggungjawaban para calon yang berkampanye dari dana yang berasal drari sumbangan para pendukungnya.
Masih ada kasus lain, komisioner dari Kementerian Agraria Phyllis Fong yang juga diberhentikan tanpa diberitahukan sebabnya. Tetapi dia tetap masuk kerja, karena mengatakan bahwa pemecatan terhadap dirinya tidak mengikuti prosedur yang benar. Pegawai memperoleh perlindungan kerja. Kalau diberhentikan, pertama, harus diberitahu
dalam waktu tertentu bahwa dia akan diberhenntikan, dan dalam waktu itu yang bersangkutan bisa mengajukan keberatan dengan alasan-alasannya yang akan dipertimbangkan, apakah pemberhentiannya terus atau batal.
Kementerian Pertanian sendiri mengumumkan tidak tahu menahu tentang pemecatan tersebut. Sangat amburadul kan?
Dalam kasus lain, ada 16 Jaksa Agug dari negara-negara bagian, termasuk yang gubernurnya berasal dari Demokrat, memprotes melalui pengadilan terhadap pemberian hak kepada Elon Musk untuk memperoleh data, rekening bank para pembayar pajak, dan
penerima jasa Medicare dan Medicaid, juga para Veteran penerima santunan. Karena Elon Musk memiliki semua data dan informasi tersebut yang tentu bisa digunakan untuk hal-hal yang belum jelas dan dapat membahayakan pemilik rekening tersebut.
Izin ini diberikan oleh Menteri Keuangan Scott Bessent yang kemudian mengaku bahwa dia hanya memberi izin untuk membaca bukan memiliki data dan informasi tersebut. Tetap saja, amburadul dan mengerikan. Para penuntut ini mengatakan bahwa ini adalah pelanggaran hak pribadi paling buruk yang pernah terjadi di sejarah AS. Memang tidak jelas apa yang akan digunakan oleh Elon Musk dari data dan informasi tersebut, tetapi jelas mereka khawatir karena mengetahui kepandaian Elon Musk dalam soal IT dan manipulasi data dan informasi pribadi orang untuk keuntungan dia sendiri.
Jaksa Agung California Ro Bonta, putra imigran dari Filipina yang bekerja sebagai petani menjadi pemimpin dari para jaksa agung dalam mengajukan gugatan tersebut. Jadi kita melihat bahwa Elon Musk dengan kantornya yang juga belum resmi karena belum ada persetujuan kongres, apa yang disebut Department of Government Efficiency (DOGE) dengan rekan-rekannya terus menerus berusaha menggerogoti kekuasaan kantor pemerintah untuk kepentingan sendiri dan kelompoknya.
Sedih rasanya melihat Amerika Serikat yang dikenal sebagai negara demokrasi paling hebat, menunjukkan tanda-tanda berubah menjadi negara yang dikuasai kelompok oligarki yang tidak beda dengan Rusia ataupun Korea Utara. Yang sangat menyedihkan adalah bahwa hampir tidak ada senator atau anggota kongres dari Partai Republik yang peduli akan perkembangan ini dan menerima perkembangan yang terjadi sebagai baik-baik saja.
Mungkin Senator Mitch Mcconell dari Kentucky satu-satunya yang bergabung dengan para
Senator Demokrat dalam penentuan sejumlah anggota kabinet Presiden Trump, seperti
misalnya terhadap penentuan Kash Patel sebagai direktur FBI.
Saya selalu menjadi membela diri terhadap orang yang melontarkan kritik terhadap tulisan- tulisan saya membahas perkembangan politik AS yang amburadul di bawah Presiden Trump. Rasanya tidak bisa lain, saya sepertinya sangat mengenal negara ini dan orang-orangnya dengan budaya dan kebiasaan mereka. Mengapa tidak, saya tiga tahun belajar di Universitas Wisconsin, Medison, Wisconsin, di awal tahun enam puluhan sampai memperoleh dua gelar Master dalam Pulic Finance dan Development Economics. Kemudian lima tahun di Boston University, memperoleh gelar Master in Political Economy dan Ph.D dalam Ekonomi Moneter dan International Economics.
Sebelum itu saya satu semester memperbaiki pengetahuan saya tentang Mathematical Economics dan Modelling di Rice University, Huston, Texas untuk menyiapkan diri mengikuti doktotal program di BU. Dan selama waktu tersebut selalu mempelajari perkembangan social politik AS, banyak teman orang Amerika, dan kemudian setelah diberhentikan dari jabatan pemerintah bekerja di Harvard University selama tiga tahun. Tentu saja saya memang mengenal negara dengan sistim ekononomi, sosial dan politiknya bukan?
Jadi tentu saja sedih melihat saat ini negara ini dipimpin orang tidak becus yang akan menjerumuskan negaranya dan bisa menarik negara lain, termasuk Indonesia. Jadi saya tidak merasa perlu minta maaf kalau menyebutkan pemerintahan Trump ini amburadul, misalnya. Itulah alasan saya yang defensif mengapa sangat kritis terhadap pemerintahan Presiden Trump. Maaf pada yang berpendapat lain dari saya. (Dradjad, 20/02/2025).
Guru Besar Emeritus Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (FEBUI), Jakarta.