Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Milky Way Disebut Bimasakti, Bukan Jalan Susu? 

gambar bentangan galaksi Bimasakti di atas pegunungan salju (unsplash.com/Benjamin Voros)
gambar bentangan galaksi Bimasakti di atas pegunungan salju (unsplash.com/Benjamin Voros)
Intinya sih...
  • Bimasakti dan Milky Way merujuk pada galaksi yang sama.
  • Matahari mengelilingi pusat Bimasakti yang dihuni oleh lubang hitam raksasa.
  • Nama Milky Way terinspirasi dari mitologi Yunani Kuno, sedangkan Bimasakti berasal dari kepercayaan orang Jawa.

Bagi para penggemar astronomi, kita tentu sudah tahu kalau tata surya kita berada di sebuah galaksi besar. Galaksi sendiri adalah sekumpulan bintang, planet, awan debu, dan gas yang berkumpul di satu wilayah serta terikat oleh gravitasi. Di alam semesta ini, terdapat ratusan, ribuan, bahkan jutaan galaksi dengan ukuran yang berbeda. Jika galaksi besar memiliki triliunan bintang, galaksi kecil biasanya hanya terdiri dari ribuan bintang.

Galaksi yang kita tempati ini dikenal dengan nama Milky Way. Menariknya, nama ini hanya digunakan oleh orang luar saja. Di Indonesia, orang-orang menyebut galaksi kita dengan nama Bimasakti. Padahal, jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, Milky Way sendiri seharusnya berarti 'jalan susu'. Kira-kira kenapa, ya, nama galaksi kita bisa berbeda? Yuk, cari tahu jawabannya!

1. Bimasakti adalah sebuah galaksi besar berbentuk spiral

ilustrasi galaksi Bimasakti (esa.int)
ilustrasi galaksi Bimasakti (commons.wikimedia.org/ESA/Hubble dan NASA)

Bimasakti dan Milky Way memang merupakan dua nama yang berbeda. Namun, keduanya merujuk pada satu galaksi yang sama, yakni galaksi yang kita tinggali saat ini. Dilansir Space, Galaksi Bimasakti sendiri merupakan sebuah galaksi spiral besar berusia 13,6 miliar tahun dengan cakram bintang yang membentang lebih dari 100 ribu tahun cahaya. Saking besarnya, belum ada satu pun pesawat antariksa yang bisa melakukan perjalanan ke luar dari galaksi kita. 

Gak hanya berukuran besar, Bimasakti juga terdiri dari miliaran bintang dengan berbagai ukuran. Para astronom memperkirakan bahwa Bimasakti memiliki lebih dari 200 miliar bintang yang tersebar di seluruh wilayahnya. Adapun, salah satunya merupakan sebuah bintang katai kuning yang kita kenal dengan nama Matahari.

2. Matahari kita mengelilingi pusat galaksi Bimasakti

gambar lokasi matahari di galaksi Bimasakti (nasa.gov/NASA/JPL-Caltech/Federal University of Rio Grande do Sul)
gambar lokasi Matahari di galaksi Bimasakti (nasa.gov/NASA/JPL-Caltech/Federal University of Rio Grande do Sul)

Bintang-bintang menjadi salah satu objek langit terbanyak yang tinggal di galaksi Bimasakti. Namun, alih-alih bintang, pusat galaksi kita justru dihuni oleh sebuah lubang hitam raksasa. Dikenal dengan nama Sagittarius A*, lubang hitam raksasa ini memiliki diameter 23,5 juta kilometer dengan massa 4,3 juta kali massa Matahari. Sama seperti lubang hitam lainnya, Sagittarius A* juga sangat buas. Sagittarius A* akan menarik masuk apa pun yang berada terlalu dekat dengannya. 

Tenang, meski berada di galaksi yang sama, tata surya bakalan tetap aman, kok! Dilansir Space, ini karena Matahari berada dalam jarak 26 ribu tahun cahaya dari lubang hitam tersebut. Ibaratnya, nih, kalau Sagittarius A* tinggal di pusat kota, Matahari beserta seluruh planetnya tinggal jauh di pinggiran kota. Meski jaraknya cukup jauh, Matahari tetap mengelilingi pusat galaksi Bimasakti dengan kecepatan 828 ribu kilometer per jamnya.

3. Nama Milky Way sendiri terinspirasi dari mitologi Yunani Kuno

gambar galaksi Bimasakti dari langit Bumi (unsplash.com/Jeremy Thomas)
gambar galaksi Bimasakti dari langit Bumi (unsplash.com/Jeremy Thomas)

Meski berbentuk spiral, sayangnya kita gak akan pernah bisa melihat bentuk galaksi Bimasakti secara utuh. Selain karena karena kita tinggal di dalamnya, ukuran galaksi yang luar biasa besar juga membuatnya mustahil untuk dilihat secara keseluruhan. Dilansir EarthSky, alih-alih berbentuk spiral, kita hanya bisa melihatnya dalam bentuk pita cahaya yang membentang di langit malam. Menariknya, pada era kuno, orang-orang dari berbagai peradaban kerap kali memiliki pengertian yang berbeda mengenai asal-usul dari pita cahaya ini.

Di Armenia, misalnya, orang-orang percaya bahwa pita cahaya ini sebetulnya adalah jerami yang ditebarkan oleh Dewa Vahagn, Dewa Perang dalam kepercayaan Armenia Kuno. Di Asia Timur, pita cahaya dianggap sebagai sungai perak dari surga. Namun istilah Milky Way sendiri terinspirasi dari mitologi Yunani Kuno. Pada era Yunani Kuno, orang-orang meyakini bahwa bentangan pita cahaya ini sebetulnya adalah sungai susu yang berasal dari istri Dewa Zeus yang bernama Hera.

4. Lantas dari mana nama Bimasakti berasal?

gambar galaksi Bimasakti dari langit Bumi (unsplash.com/JeremyThomas)
gambar galaksi Bimasakti dari langit Bumi (unsplash.com/JeremyThomas)

Jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, Milky Way memiliki arti 'jalan susu'. Uniknya, di Indonesia, orang-orang gak pernah menyebut galaksi ini dengan nama "Jalan Susu" atau apa pun yang berhubungan dengan nama tersebut. Sama seperti orang Armenia Kuno, orang Jawa pada masa lalu memiliki kepercayaan mereka sendiri.

Alih-alih sungai susu atau jerami, orang Jawa percaya kalau bentangan pita cahaya di langit itu sebetulnya merupakan perwujudan sosok naga yang sedang melilit tubuh Bima. Buat kamu yang belum tahu, Bima adalah salah satu anggota Pandawa dari kisah pewayangan Jawa. Berbeda dengan anggota Pandawa lain, Bima dikenal dengan tubuh yang besar dan memiliki fisik luar biasa kuat. 

Kamu mungkin bertanya-tanya, mana nama yang benar untuk galaksi kita? Jawabannya adalah kedua nama ini benar dan bisa digunakan. Namun, semua tergantung pada situasi. Jika kamu membahas tentang galaksi kita dengan orang Indonesia, nama Bimasakti jelas lebih populer. Sebaliknya, kamu bisa menggunakan istilah Milky Way jika lawan bicara kamu bukan orang Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha ‎
EditorYudha ‎
Follow Us