Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengiris Hati, Ini 6 Ciri Umum Pendidikan Masa Kolonial Belanda

digitalcollections.universiteitleiden.nl

Setelah diberlakukannya Politik Etis atau politik balas budi pada tahun 1901, di Hindia-Belanda sudah mulai berdiri beberapa sekolah sebagai wujud nyata dari program Politik Etis. Sekolah-sekolah gaya barat tersebut diharapkan mampu melakukan pencerahan terhadap pribumi. Tetapi, harapan tersebut berbeda dengan kenyataan.

Pribumi-pribumi yang hendak bersekolah mengalami berbagai rintangan yang menyulitkan mereka. Nasution dalam Sejarah Pendidikan Indonesia (1983) memaparkan beberapa ciri umum yang mengiris hati dan dapat menggambarkan sulitnya akses pendidikan pada masa itu.

Apa saja ya ciri-cirinya? yuk simak tulisannya berikut ini.

1. Kesengajaan melakukan perbedaan-perbedaan  untuk mempertahankan perbedaan sosial

digitalcollections.universiteitleiden.nl

Pemerintah Belanda pada saat itu menerapkan prinsip dualisme. Dalam prinsip itu, pemerintah dengan sengaja menekankan perbedaan-perbedaan yang memperkuat perbedaan sosial di masyarakat. 

Misalkan saja pada saat itu, terdapat sekolah untuk kalangan western dan pribumi yang memperjelas perbedaan itu. Dengan kata lain, maksud dari prinsip ini ialah berupaya untuk memperjelas perbedaan sosial dan menahan laju perubahan sosial di masyarakat akibat pencerahan pada pendidikan.

2. Desain pendidikan yang sengaja dibuat serendah mungkin untuk anak Pribumi

digitalcollections.universiteitleiden.nl

Ciri kedua ini dikenal dengan prinsip gradualisme. Prinsip ini berupaya menciptakan pendidikan untuk Pribumi dengan serendah mungkin. Karena diciptakan serendah mungkin, harapannya yaitu agar Pribumi tidak tercerahkan akibat pendidikan. Alasan lainnya ialah karena pemerintah Belanda saat itu tidak ingin keluar uang banyak untuk operasional pendidikan. 

3. Sulitnya melakukan perubahan pendidikan akibat rumitnya birokrasi

digitalcollections.universiteitleiden.nl

Pada saat itu, kebijakan pendidikan ditentukan oleh pemerintah pusat di Belanda. Bisa dibilang, pendidikan saat itu dikontrol dengan sangat ketat oleh pemerintah pusat. Akibatnya, guru tidak memiliki peran dan pengaruh terhadap kebijakan pendidikan di Hindia-Belanda. 

4. Semua sekolah harus berorientasi gaya barat

digitalcollections.universiteitleiden.nl

Aspek-aspek pendidikan saat itu wajib berkiblat pada barat dan modernitas. Mulai dari kurikulum hingga materi pembelajaran. Meski demikian, pendidikan gaya barat ini memiliki aspek positif, yakni dapat memperluas wawasan anak pribumi tentang dunia global.

5. Tidak adanya rancangan pendidikan yang sistematis

digitalcollections.universiteitleiden.nl

Pendidikan pada masa itu tidak dirancang dengan sistematis. Akibatnya, pendidikan terus mengalami perubahan dan percobaan akibat protes dari golongan pribumi yang menuntut agar pendidikan pada saat itu dibuat menyeluruh tanpa adanya rintangan.

6. Tujuan dari pendidikan masa kolonial adalah ketersediaan pegawai

digitalcollections.universiteitleiden.nl

Seperti yang diketahui, setelah lulus sekolah terdapat dua opsi, lanjut sekolah lagi atau menjadi pegawai. Tidak banyak dari mereka, golongan pribumi, yang melanjutkan sekolah karena biaya yang mahal. Jalan lain ialah menjadi pegawai. 

Maka karena itu, bisa dibilang, sekolah dipandang sebagai batu loncatan bagi mereka yang ingin menjadi pegawai pemerintahan Belanda. Menjadi pegawai pemerintahan Belanda dapat menjadi langkah pribumi untuk mendapatkan status sosial yang lebih baik.

Terlepas dari sulitnya akses pendidikan pada masa itu, tidak dapat dimungkiri dari tiga program Politik Etis (pendidikan, transmigrasi, dan irigasi) salah satu yang paling berhasil ialah program pendidikan. Pergulatan dalam meraih pendidikan dan halangan dan rintangan yang dihadapi pribumi berbuahkan hasil, yakni kemerdekaan Indonesia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ahmad Shidqia
EditorAhmad Shidqia
Follow Us