Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Negara Ini Menerapkan Pengolahan Sampah Plastik Jadi Energi Efisien

ilustrasi sampah plastik (unsplash.com/Naja Bertolt Jensen)
Intinya sih...
  • Swedia memanfaatkan 52% limbah plastik menjadi energi, menyediakan pemanasan untuk satu juta rumah tangga dan listrik untuk 250.000 rumah.
  • Jepang mengonversi 53% limbah plastik menjadi energi melalui metode daur ulang termal, dan tengah mengembangkan teknologi daur ulang kimia.
  • Jerman berhasil menggunakan 64,4% limbah plastik untuk menghasilkan energi, sementara 35% lainnya didaur ulang secara mekanis maupun kimia.

Limbah plastik telah menjadi salah satu tantangan lingkungan paling mendesak di dunia. Setiap tahunnya, jutaan ton plastik dibuang ke lingkungan, mencemari laut, merusak ekosistem, dan memperparah krisis iklim. Namun, berbagai negara kini mulai mengambil langkah lebih maju, dengan mengubah sampah plastik menjadi energi yang dapat dimanfaatkan.

Strategi ini tidak hanya membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, tapi juga membuka jalan bagi sistem energi yang lebih berkelanjutan. Pada ulasan ini, terdapat lima negara yang telah berhasil menerapkan teknologi konversi sampah plastik menjadi energi secara efisien. Mulai dari Swedia hingga Inggris, berikut adalah kelima daftarnya

1. Swedia

ilustrasi pabrik pengelola sampah (commons.wikimedia.org/David Castor)

Swedia telah menjadi pionir global dalam pengelolaan limbah plastik melalui pendekatan waste-to-energy (WtE) yang terintegrasi. Melansir blueoceanstrategy, negara ini berhasil mengonversi sekitar 52% limbahnya menjadi energi melalui proses pembakaran yang efisien, menyediakan pemanasan untuk lebih dari satu juta rumah tangga dan listrik bagi 250.000 rumah.

Dengan hanya 1% limbah yang masuk ke tempat pembuangan akhir, Swedia menunjukkan sistem pemilahan yang sangat canggih dan kebijakan daur ulang yang ketat. Selain mengelola limbah domestik, Swedia juga mengimpor limbah dari negara lain untuk pemanfaatan energi, menjadikannya sebagai sumber pendapatan nasional.

2. Jepang

ilustrasi pabrik pengelola sampah (toyota-tsusho.com)

Jepang merupakan salah satu negara dengan sistem pengelolaan limbah plastik paling terstruktur dan efisien di dunia. Sekitar 53% dari limbah plastik di Jepang dikonversi menjadi energi melalui metode daur ulang termal. Walaupun tingkat daur ulang plastiknya tinggi—yakni mencapai 80%—sebagian besar berasal dari proses daur ulang termal, bukan daur ulang material.

Jepang juga tengah mengembangkan teknologi daur ulang kimia yang lebih ramah lingkungan, yang mampu mengubah limbah plastik menjadi minyak. Perusahaan seperti CFP Group dan Resonac menjadi pelopor dalam inovasi ini. Meski saat ini skala daur ulang kimia masih kecil, Jepang memiliki rencana besar untuk memperluas teknologi tersebut.

3. Jerman

ilustrasi pabrik pengelola sampah (commons.wikimedia.org/Raimond Spekking)

Jerman memadukan antara pemulihan energi dan daur ulang plastik dengan sangat efisien dalam skala nasional. Pada tahun 2021, sekitar 64,4% limbah plastik di Jerman digunakan untuk menghasilkan energi, terutama melalui pembakaran dalam fasilitas modern. Sementara itu, sekitar 35% limbah plastik didaur ulang, baik secara mekanis maupun kimia.

Dari total limbah, sekitar 23% digunakan sebagai bahan bakar alternatif dalam industri, memperlihatkan konsistensi dalam pemanfaatan limbah sebagai sumber energi. Hampir seluruh limbah plastik, yakni 99,4%, berhasil dimanfaatkan kembali atau diubah menjadi energi, dengan hanya sebagian kecil yang dikirim ke TPA.

4. Korea Selatan

ilustrasi pabrik pengelola sampah (aluminium-exhibition.com)

Korea Selatan mengadopsi pendekatan multifaset dalam mengelola limbah plastik, dengan fokus kuat pada konversi energi dan teknologi daur ulang canggih. Melansir mdpi, pada tahun 2017 sekitar 39,3% limbah plastik di negara ini dimanfaatkan untuk pemulihan energi, sedangkan 22,7% digunakan sebagai bahan baku daur ulang.

Salah satu proyek unggulan adalah pabrik pirolisis berskala besar di Ulsan, yang dirancang untuk mengolah 66.000 ton limbah plastik per tahun menjadi bahan baku plastik baru. Sistem WtE Korea Selatan juga menyumbang sekitar 0,6% dari total pasokan listrik nasional dan mendukung 8% kebutuhan pemanasan distrik.

5. Inggris

ilustrasi pabrik pengelola sampah (commons.wikimedia.org/Roger Jones)

Inggris telah mengandalkan sistem pembakaran limbah untuk menghasilkan energi sebagai solusi terhadap tantangan pengelolaan sampah plastik. Lebih dari separuh limbah plastik pasca-konsumen di negara ini diproses melalui fasilitas waste-to-energy (WtE), yang menghasilkan listrik dan panas. Pada tahun 2021, sekitar 14,85 juta ton limbah diproses di fasilitas ini untuk mendukung kebutuhan energi nasional.

Namun, Inggris masih menghadapi tantangan dalam kapasitas daur ulang domestik, dengan sebagian besar limbah plastiknya diekspor ke luar negeri untuk didaur ulang. Walaupun kurang dari sepertiga limbah plastik didaur ulang secara lokal, pemerintah sedang menggencarkan upaya untuk meningkatkan infrastruktur daur ulang.

Konversi limbah plastik menjadi energi bukan lagi sekadar wacana, melainkan kenyataan yang telah diterapkan secara nyata oleh berbagai negara. Swedia, Jepang, Jerman, Korea Selatan, dan Inggris menunjukkan bahwa dengan kebijakan yang tepat, teknologi yang terus berkembang, serta komitmen terhadap keberlanjutan, sampah plastik bisa diubah menjadi sumber daya energi yang bermanfaat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Agsa Tian
EditorAgsa Tian
Follow Us