Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengenal Tiangong, Stasiun Luar Angkasa dari China

potret Stasiun Luar Angkasa Tiangong yang sudah rampung (commons.wikimedia.org/Shujianyang)

Bicara soal stasiun luar angkasa, kita pasti langsung terbayang dengan Stasiun Antariksa Internasional atau International Space Station (ISS). Bahkan, mungkin tak sedikit dari kita yang menduga kalau ISS merupakan satu-satunya stasiun luar angkasa yang dapat dihuni manusia di luar angkasa. Ternyata, Negeri Tirai Bambu memiliki stasiun luar angkasanya sendiri yang diberi nama Tiangong yang memiliki arti 'istana di surga atau langit'.

Berbeda dengan ISS yang dikelola oleh lima lembaga antariksa berbeda, yakni NASA, Roscosmos, ESA, JAXA, dan CSA, Stasiun Luar Angkasa Tiangong hanya dikelola oleh China sendiri. Soal ukuran, Stasiun Luar Angkasa Tiangong jelas masih lebih kecil dibanding ISS. Total terdapat tiga modul berbeda bernama Tianhe, Wentian, dan Mengtian di Stasiun Luar Angkasa Tiangong dengan panjang 55 meter, diameter 39 meter, dan bobot 77 ton. 

Meski lebih kecil, Stasiun Luar Angkasa Tiangong masih dapat berfungsi dengan optimal, khususnya dalam menjalankan misi berbasis penelitian astronomi China. Ada beberapa fakta dan kisah menarik di balik peluncuran Stasiun Luar Angkasa Tiangong ke atmosfer Bumi. Penasaran, kan? Yuk, simak pembahasan dari stasiun luar angkasa milik Negeri Tirai Bambu ini!

1. Latar belakang program Stasiun Luar Angkasa Tiangong

gambaran Stasiun Luar Angkasa Tiangong yang sedang mengorbit (commons.wikimedia.org/Shujianyang)

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Stasiun Luar Angkasa Tiangong benar-benar hanya dikelola oleh lembaga antariksa China, yakni China Manned Space Agency (CMSA). Stasiun Luar Angkasa Tiangong sendiri sebenarnya merupakan salah satu dari rangkaian program luar angkasa berawak jangka panjang China yang telah disetujui sejak September 1992. Tahapan pertama terdiri atas peluncuran pesawat luar angkasa berawak, tahap kedua membuat terobosan dalam bidang extravehicular activities (EVA) dan menciptakan lab luar angkasa, serta tahap terakhir membangun stasiun luar angkasa dalam skala besar sekaligus jangka panjang.

China sudah mengembangkan sendiri roket Long March 2F dan pesawat luar angkasa Shenzhou. Kemudian, pada Oktober 2003, astronaut China bernama Yang Liwei sukses jadi astronaut China pertama yang meluncur ke ruang angkasa. Nah, tahapan yang saat ini sedang dilakukan CMSA ialah membangun stasiun luar angkasa sendiri. Harapannya, lewat Stasiun Luar Angkasa Tiangong, ada banyak pelajaran dan ilmu baru yang dapat dikembangkan demi program-program luar angkasa China selanjutnya.

Ambisi China untuk mencapai kemajuan di bidang astronomi sebenarnya mendorong lembaga antariksanya untuk bergabung dalam pengelolaan ISS. Namun, di sinilah salah satu faktor pendorong diluncurkannya Stasiun Luar Angkasa Tiangong muncul. Dilansir Space, China sedari awal telah berulang kali mengutarakan ketertarikan terhadap proyek ISS. Akan tetapi, pada 2011, ketertarikan itu harus diurungkan setelah Amerika Serikat menerbitkan dekret khusus yang secara spesifik melarang adanya jalinan kerja sama antara NASA dengan CMSA karena ada kekhawatiran terhadap China soal pemanfaatan ilmu astronomi untuk militer, spionase, pencurian teknologi, dan keamanan nasional. 

Larangan itu jelas secara efektif memupuskan harapan China untuk bergabung dengan ISS. Bahkan, tidak pernah ada astronaut China yang berkesempatan untuk terbang ke ISS. Latar belakang inilah yang mendorong China untuk membangun sendiri stasiun luar angkasa yang tentunya tidak dapat dimasuki oleh astronaut lain tanpa seizin pemerintah China.

2. Rangkaian misi peluncuran modul Stasiun Luar Angkasa Tiangong

ilustrasi komponen-komponen Stasiun Luar Angkasa Tiangong (commons.wikimedia.org/Shujianyang)

Serupa seperti ISS, Stasiun Luar Angkasa Tiangong tidak diluncurkan dalam satu misi saja. Ada beberapa rangkaian peluncuran modul Tiangong dalam kurun waktu berbeda. Peluncuran modul Stasiun Luar Angkasa Tiangong sudah dimulai sejak 2011. Kala itu, CMSA meluncurkan Tiangong-1 dan dilanjutkan dengan Tiangong-2 pada 2016. The Planetary Society melansir kalau tujuan dari peluncuran dua modul uji coba Tiangong tersebut demi menyediakan berbagai informasi penting untuk peluncuran modul-modul lain pada masa yang akan datang.

Sekitar 29 April 2021, program peluncuran Stasiun Luar Angkasa Tiangong dilanjutkan dengan mengirim modul pertamanya yang bernama Tianhe, yang memiliki arti 'harmoni surga'. Modul Tianhe ini sangat penting karena mampu menunjang kehidupan dan pusat energi di luar angkasa bagi tiga astronaut yang akan bertugas di sana. Setelah Tianhe sampai di orbit, misi selanjutnya ialah membawa kargo untuk diletakkan di dalam modul tersebut. Roket Tianzhou-2 bertugas pada 29 Mei 2021 untuk mengemban misi tersebut. Kemudian, barulah pada 17 Juni 2021, Shenzhou-12 membawa tiga astronaut yang akan bertugas di Tianhe selama 3 bulan (ketiga astronaut kembali pada 17 September 2021).

Selanjutnya, pada 24 Juli 2022, CMSA meluncurkan modul tambahan untuk Stasiun Luar Angkasa Tiangong bernama Wentian yang berarti 'misi untuk surga'. Modul ini berisi berbagai peralatan sains dan robotik, kebutuhan laboratorium, akses keluar masuk luar angkasa, serta tambahan kebutuhan untuk menunjang kehidupan di dalam Stasiun Luar Angkasa Tiangong. CMSA langsung tancap gas untuk meluncurkan modul ketiga bernama Mengtian—yang berarti 'memimpikan surga'—pada 31 Oktober 2022 yang berisikan ruang kedap udara dan tangan robotik. Peluncuran Modul Mengtian itu sekaligus menandakan rampungnya pembangunan Stasiun Luar Angkasa Tiangong.

Stasiun Luar Angkasa Tiangong memiliki orbit yang sama seperti ISS, yakni di sekitaran Low Earth Orbit (LEO). Adapun, ketinggian LEO tempat Tiangong mengorbit ini sekitar 340—450 km di atas permukaan Bumi. Masa operasi Stasiun Luar Angkasa Tiangong ini ditaksir sekitar 10—15 tahun. Namun, bisa saja ia lebih panjang dari itu kalau kita berkaca pada ISS. ISS pada awalnya ditaksir punya masa operasi yang sama saat pertama beroperasi pada 2 November 2000. Namun, ia masih terus beroperasi sampai 2030 mendatang.

3. Fungsi Stasiun Luar Angkasa Tiangong

Kru Shenzhou-15 yang sedang melakukan perawatan rutin di Stasiun Luar Angkasa Tiangong. (commons.wikimedia.org/China Manned Space Engineering Office)

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, tujuan dibangunnya Stasiun Luar Angkasa Tiangong untuk penelitian ilmiah di luar angkasa. Dilansir New Scientist, sejauh ini, CMSA sudah menyetujui sekitar seribu eksperimen sains yang akan dilakukan di lingkungan mikrogravitasi. Beberapa eksperimen utama yang dilakukan sejauh ini terkait dengan bagaimana tanaman tumbuh di luar angkasa dan cara air mengalir di ruang tanpa gravitasi.

Berbagai eksperimen dan penelitian ilmiah yang dilakukan di Stasiun Luar Angkasa Tiangong ini nantinya akan digunakan untuk menopang berbagai misi luar angkasa lain yang akan dijalankan China. Malahan, prospek eksplorasi luar angkasa China itu sudah terpetakan secara rapi sampai 2050 nanti. BBC melansir kalau setelah Stasiun Luar Angkasa Tiangong beroperasi dan mengumpulkan sampel asteroid dekat Bumi, target selanjutnya yang ingin diraih China ialah meluncurkan pesawat luar angkasa berawak ke Bulan serta Mars pada 2030.

Pada tahun yang sama, ada pula misi peluncuran wahana antariksa nirawak untuk menuju Jupiter. Tak hanya misi peluncuran, China juga mencanangkan target pengembangan roket pengangkut yang dapat digunakan berkali-kali pada 2035 dan menciptakan pesawat ulang-alik bertenaga nuklir pada 2040. Berdasarkan road map penjelajahan antariksa ini, harapannya sekitar 2045—2050 nanti, China akan menjadi negara terdepan dalam ilmu astronomi dan penjelajahan luar angkasa.

Dari peluncuran Stasiun Luar Angkasa Tiangong dan rangkaian program luar angkasa China itu, kita dapat belajar beberapa hal penting. China menunjukkan kalau dengan keinginan yang kuat ditambah dengan kerja keras, lembaga antariksanya dapat bersaing dengan lembaga antariksa kenamaan dunia sekalipun mendapat beberapa tantangan sebelumnya. Semangat yang sama jelas dapat dilakukan Indonesia jika ada keinginan yang kuat, modal yang mencukupi, dan keseriusan dari berbagai pihak untuk mengembangkan ilmu astronomi dalam negeri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yudha ‎
EditorYudha ‎
Follow Us