5 Agustus Hari Terpendek? Bumi Berputar Sedikit Lebih Cepat

- Bumi berputar lebih cepat pada 5 Agustus, dengan selisih 1,25 milidetik dari durasi standar 24 jam.
- Posisi Bulan yang jauh dari garis khatulistiwa Bumi dan musim panas memengaruhi rotasi Bumi menjadi lebih cepat.
- Meskipun kadang berputar lebih cepat, tren jangka panjang menunjukkan perlambatan rotasi Bumi, dan detik kabisat ditambahkan ke UTC untuk menjaga sinkronisasi waktu manusia dengan rotasi alami Bumi.
Pada tanggal 5 Agustus 2025, Bumi akan berputar sedikit lebih cepat dari biasanya, tepatnya sekitar 1,25 milidetik lebih singkat dibandingkan durasi standar 24 jam. Meskipun perbedaan ini nyaris tak terasa dalam kehidupan sehari-hari, bagi para ilmuwan, setiap milidetik punya makna besar.
Dilansir laman Time and Date, ilmuwan menggunakan bantuan jam atom ultra-presisi. Sejauh ini, laporan menunjukkan tren percepatan rotasi Bumi dengan 10 Juli tercatat sebagai hari terpendek tahun ini. Tanggal tersebut memiliki selisih 1,36 milidetik dari panjang hari normal.
Fenomena ini 5 Agustus hari terpendek mungkin tidak berdampak langsung pada aktivitas harian kita, tetapi akurasi waktu sangat penting bagi teknologi seperti sistem navigasi GPS, komputer, hingga teleskop raksasa yang memetakan alam semesta.
Pengaruh gravitasi Bulan dan musim panas

Hari-hari yang lebih pendek ini terjadi karena pada tanggal-tanggal tersebut, posisi Bulan berada pada sudut terjauh dari garis khatulistiwa Bumi. Saat berada di posisi ini, gaya tarik gravitasinya terhadap Bumi, menjadi lebih lemah.
Biasanya, ketika Bulan sejajar dengan khatulistiwa, tarikan gravitasinya memperlambat rotasi Bumi secara halus. Namun dalam kasus ini, posisi Bulan justru menyebabkan Bumi berputar sedikit lebih cepat dari biasanya.
Fluktuasi ini bersifat musiman. Seperti dilaporkan oleh Petra Stock dari The Guardian, hari-hari terpendek cenderung terjadi pada musim panas, sekitar bulan Juli dan Agustus. Meski demikian, Bulan bukan satu-satunya faktor yang memengaruhi kecepatan rotasi Bumi.
Pergerakan cairan di inti Bumi, perubahan iklim jangka panjang, dan berbagai dinamika geofisika lainnya juga turut berperan.
“Ini masalah yang sangat rumit untuk diurai, karena banyak faktor yang saling berkaitan,” ujar Surendra Adhikari, ahli geofisika dari Jet Propulsion Laboratory NASA, kepada The New York Times.
Tren jangka panjang yang melambat
Meskipun Bumi kadang berputar lebih cepat seperti 5 agustus menjadi hari terpendek, tren jangka panjang rotasinya justru menunjukkan perlambatan. Selama sekitar satu miliar tahun di era Proterozoikum, panjang hari di Bumi diperkirakan hanya sekitar 19 jam. Bahkan pada masa dinosaurus di akhir periode Kapur, satu hari kemungkinan hanya berlangsung 23,5 jam. Ini menunjukkan bahwa, secara umum, rotasi Bumi cenderung melambat seiring waktu.
Dengan perubahan panjang hari yang terus-menerus ini, bagaimana manusia menyesuaikan sistem waktu? Salah satu caranya adalah dengan menyisipkan "detik kabisat" (leap second) ke dalam Waktu Universal Terkoordinasi (UTC).
Detik tambahan ini ditambahkan secara berkala untuk menjaga sinkronisasi waktu manusia dengan rotasi alami Bumi. Sejak 1972, sebanyak 27 detik kabisat telah dimasukkan, terakhir kali pada tahun 2016.
Meski perubahan panjang hari hanya berdampak sepersekian milidetik, fenomena ini mengingatkan kita bahwa Bumi adalah sistem yang dinamis dan kompleks. Dari tarikan Bulan hingga pergerakan inti planet, berbagai kekuatan bekerja di balik layar waktu yang kita anggap stabil.