4 Alasan Industri Esports Jepang Kurang Berkembang, kok Bisa?

Pernahkah kamu terpikir mengapa Jepang jarang terdengar di ranah esports dunia? Padahal, Jepang adalah negara yang sangat berpengaruh dalam menggerakan industri video game. Mereka punya Sony PlayStation dan Nintendo yang merupakan perusahaan raksasa video game seantero planet bumi. Tapi, mengapa mereka justru cenderung tertinggal dalam industri esports?
Bahkan, Jepang tertinggal dari tetangganya sendiri, Korea Selatan, yang merupakan salah satu negara terkuat di dunia esports. Di Asia sendiri, justru negara lain seperti Filipina atau Indonesia yang mampu berbicara banyak di kancah olahraga elektronik. Apa alasan yang mungkin bisa menjelaskan mengapa esports di Jepang justru kurang populer?
1. Gamer Jepang kurang menyukai game kompetitif

Para pengembang dan publisher game di Jepang dikenal sebagai penghasil game dengan kualitas tingkat tinggi. Namun, mereka lebih banyak memproduksi game single player daripada game kompetitif. Sebagai contoh, Nintendo terkenal karena berbagai game AAA, macam Super Mario, Pokemon, dan The Legends of Zelda. Semuanya adalah game single player dan bukan game kompetitif. Mungkin terkecuali Pokemon Unite, game yang ia pun lebih terkenal di luar Jepang.
Cukup jarang gamer mendengar game kompetitif dari Jepang. Ini berbanding terbalik dengan pengembang game asal Korea Selatan dan China. Keduanya telah berhasil melahirkan banyak game kompetitif. PUBG adalah salah satu dari sekian banyak game kompetitif dari pengembang asal Korea Selatan. Sedangkan di China ada Moonton yang telah melahirkan Mobile Legends. Menurut data dari laman Statista, kebanyakan gamer di Jepang lebih menyukai game bergenre RPG dan action.
2. Kesibukan orang Jepang dalam bekerja dan mengutamakan akademis daripada berkarir di esports

Jepang adalah salah satu negara di Asia dengan angka pengangguran terendah di dunia. Orang Jepang pada umumnya sangat sibuk dengan pekerjaannya. Belum lagi kultur di Jepang yang lebih mengutamakan akademis sehingga ketertarikan masyarakat terhadap esports masih minim. Banyak anak muda di Jepang yang lebih memilih untuk mengejar pendidikan dan karier profesional di bidang lain. Kalau pun mereka tertarik dengan video game, bukan tidak mungkin mayoritas dari mereka bakal lebih memilih untuk menjadi pengembang atau bekerja di perusahaan video game.
3. Kurangnya dukungan dari pemerintah

Jepang adalah negara yang roda perekonomiannya ditopang oleh industri teknologi, otomotif, dan budaya populer seperti manga dan anime. Sayangnya, esports bukan termasuk di dalamnya. Dukungan pemerintah Jepang terhadap industri esports masih sangat minim. Bahkan, Jepang memberlakukan pembatasan hadiah pada turnamen esports. Hal itu menjadikan industri esports di Negara Matahari Terbit tersebut menjadi cukup terhambat.
4. Pandangan negatif masyarakat Jepang terhadap orang yang terlalu menggilai video game

Meski Jepang adalah negara yang dikenal sebagai sesepuhnya industri video game, masyarakat di sana pada umumnya masih memandang negatif orang yang terlalu hobi dengan video game secara berlebihan. Bahkan, orang-orang yang terlalu menggilai game dianggap terbuang dari tatanan sosial. Mungkin kultur masyarakat inilah yang membuat para atlet esports di Jepang kurang mendapatkan apresiasi hingga dipandang sebelah mata. Di Jepang, orang yang terlalu menggilai hobi, termasuk video game, biasa disebut otaku. Mereka pun masih sering mendapatkan stigma negatif oleh masyarakat sana.
Meski begitu, bukan berarti Jepang tidak memiliki cabang dan tim esports sama sekali. Tim-tim esports dari negara dengan bidang teknologi yang maju ini masih ada di percaturan olahraga elektronik dunia meski prestasinya memang masih kalah jauh dari negara lain.