Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Hubungan Membaik, China Cabut Tarif Impor Wine Australia

Ilustrasi botol-botol wine. (Unsplash.com/Scott Warman)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Perdagangan China mengatakan pihaknya mencabut tarif sanksi terhadap minuman anggur atau wine Australia. Keputusan tersebut mulai berlaku pada Jumat (29/3/2024).

Keputusan ini berarti membuka kembali pasar bernilai miliaran dolar seiring membaiknya hubungan antara kedua negara setelah ketegangan selama bertahun-tahun.

"Kami bersedia bekerja sama dengan Australia untuk menyelesaikan kekhawatiran satu sama lain melalui dialog dan konsultasi, serta bersama-sama mendorong perkembangan hubungan ekonomi dan perdagangan bilateral yang stabil dan sehat," kata He Yadong, juru bicara Kementerian Perdagangan China, dikutip dari Associated Press.

Dia menambahkan, China dan Australia adalah mitra dagang yang penting bagi satu sama lain.

1. Pemerintah Australia menyambut baik pengumuman tersebut

Canberra menyambut baik keputusan diakhirinya sanksi yang telah menjerumuskan banyak pembuat anggur Australia ke dalam krisis. Perdana Menteri Anthony Albanese mengatakan bahwa tingkat perdagangan kemungkinan akan meningkat ketika pembatasan-pembatasan dihapuskan.

"Kami memperkirakan bahwa dimulainya kembali perdagangan, yang menurut kami akan segera terjadi, akan menghasilkan jumlah yang lebih tinggi karena hal serupa juga terjadi pada produk-produk lain yang telah dilanjutkan kembali," ungkapnya saat berkunjung ke kilang wine yang berlokasi di Hunter Valley, Australia, pada Kamis.

"China menginginkan anggur yang berkualitas tinggi dan Australia memproduksinya," sambungnya.

Perdagangan pada 2019, sebelum tarif diberlakukan, bernilai 1,1 miliar dolar Australia (sekitar Rp11,3 triliun) per tahun untuk ekonomi lokal.

2. Pertemuan Albanese-Xi membuka lembaran baru hubungan Australia-China

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese (kiri) saat bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing pada 6 November 2023. (twitter.com/SpokespersonCHN)
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese (kiri) saat bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing pada 6 November 2023. (twitter.com/SpokespersonCHN)

Dilansir Reuters, Sebagian besar tarif dan hambatan telah dicabut pada komoditas-komoditas, termasuk batu bara, kayu, dan jelai Australia. Nantinya, Canberra akan terus melobi penghapusan pembatasan perdagangan yang masih ada, termasuk lobster batu dan daging sapi.

Hubungan kedua negara juga terus mengalami peningkatan setelah pergantian pemerintahan Negeri Kanguru tersebut. Ini terjadi ketika Albanese mengunjungi China dan bertemu dengan Presiden Xi Jinping pada November tahun lalu.

Sebelum pertemuan tersebut, pemerintahan Albanese telah berkomitmen untuk memperbaiki hubungan dengan Beijing.

Pada April, Canberra menangguhkan pengaduannya ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dalam upaya guna membuka kembali pasar China bagi jelai Australia yang menjadi salah satu produk yang terkena sanksi tarif.

Pemerintah Australia juga menghentikan perselisihan WTO lainnya dengan Beijing, terkait sanksi terhadap wine negaranya. Ini sebagai imbalan atas peninjauan kembali tarif oleh Beijing.

3. Pemicu ketegangan hubungan Beijing-Canberra

Bendera Tiongkok. (Unsplash.com/Macau Photo Agency)

Pada 2020, China memberlakukan tarif terhadap ekspor utama Australia, seperti: wine, jelai, dan daging sapi.

Tindakan tersebut adalah respons atas tindakan pemerintah Australia sebelumnya yang mengesahkan undang-undang yang melarang campur tangan asing secara terselubung pada politik dalam negeri, melarang raksasa telekomunikasi milik China, Huawei, meluncurkan jaringan 5G di Australia karena masalah keamanan, serta seruan Canberra mengenai penyelidikan independen terhadap asal-usul pandemik COVID-19.

Beijing juga marah dengan semakin mesranya hubungan keamanan Australia dengan Amerika Serikat (AS) dan Inggris, terutama mengenai pakta AUKUS yang akan menyediakan kapal selam yang didukung oleh teknologi nuklir AS untuk Canberra.

Imbasnya, bea masuk atas wine Australia melonjak lebih dari 200 persen dan memukul para produsen minuman tersebut. Sebab, China adalah tujuan utama ekspor wine Australia dan menyumbang 33 persen pendapatan ekspor pada 2020. Hal ini membuat Canberra beralih ke pasar Asia lainnya, seperti Hong Kong dan Thailand.

Tidak hanya itu, serangkaian sanksi terhadap barang-barang Australia juga diberlakukan. Diperkirakan tarif tersebut merugikan perekonomian Australia sebesar 13 miliar dolar AS (Rp206,3 triliun).

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rahmah N
EditorRahmah N
Follow Us