Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Industri Otomotif Waspadai Dampak Kebijakan Proteksionis AS

Ilustrasi Kondisi Pabrik Sektor Manufaktur Otomotif. (Unsplash/Appliances)
Ilustrasi Kondisi Pabrik Sektor Manufaktur Otomotif. (Unsplash/Appliances)
Intinya sih...
  • Kebijakan proteksionis AS berdampak negatif pada industri otomotif Indonesia, terutama pasar ekspor ke ASEAN dan Amerika Latin.
  • Industri harus adaptif dengan menyusun strategi jangka menengah hingga panjang, memperkuat daya beli domestik, dan fleksibel dalam ekspor.
  • Toyota melihat peluang dalam transisi kendaraan listrik dan berencana menjadikan Indonesia sebagai basis produksi komponen kendaraan listrik global.

Jakarta, IDN Times – Presiden Direktur Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto, mengungkapkan bahwa kebijakan proteksionis Amerika Serikat mulai menimbulkan efek tidak langsung terhadap industri otomotif nasional, khususnya pada pasar ekspor.

Kondisi ini, menurutnya, menuntut pelaku industri untuk lebih adaptif dalam menyusun strategi jangka menengah hingga panjang.

“Yang paling terasa adalah dampak terhadap negara tujuan ekspor kami seperti ASEAN dan Amerika Latin. Jika ekonomi mereka terpukul, ekspor kami pun menurun,” kata Nandi,  Kamis (15/5/2025).

1. Perkuat industri otomotif nasional

Nasmoco Group merayakan HUT Ke-64 dengan menggelar pameran otomotif ‘Bazaar Nasmoco Fiesta’ di Mal Paragon Semarang yang berlangsung pada 23-27 April 2025. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)
Nasmoco Group merayakan HUT Ke-64 dengan menggelar pameran otomotif ‘Bazaar Nasmoco Fiesta’ di Mal Paragon Semarang yang berlangsung pada 23-27 April 2025. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

Menurutnya, tantangan ini harus direspons dengan memperkuat posisi industri otomotif nasional, baik melalui peningkatan daya beli domestik maupun pengembangan strategi ekspor yang lebih fleksibel terhadap dinamika global.

Ia juga menekankan pentingnya penguatan daya beli dalam negeri sebagai penopang utama pertumbuhan industri otomotif nasional.

“Kami pernah merasakan dampak positif ketika insentif pajak kendaraan diterapkan selama pandemi. Volume penjualan naik, pemasukan negara juga meningkat,” katanya.

2. Toyota bakal jadikan Indonesia basis produksi komponen kendaraan listrik global

PT PLN (Persero) mencatat peningkatan transaksi pengisian daya di SPKLU selama masa siaga Idulfitri 2025 sampai dengan 8 April 2025 sebanyak 80.970 transaksi, meningkat 4,9 kali lipat dari 16.513 transaksi pada Idulfitri 2024. (dok. PLN)
PT PLN (Persero) mencatat peningkatan transaksi pengisian daya di SPKLU selama masa siaga Idulfitri 2025 sampai dengan 8 April 2025 sebanyak 80.970 transaksi, meningkat 4,9 kali lipat dari 16.513 transaksi pada Idulfitri 2024. (dok. PLN)

Terkait dinamika rantai pasok global dan transisi menuju kendaraan listrik, Nandi menilai kondisi ini sebagai sebuah peluang. Bahkan, Toyota berencana menjadikan Indonesia sebagai basis produksi komponen kendaraan listrik global, seperti baterai, unit penggerak, dan power control unit (PCU), melalui kerja sama dengan mitra asal Tiongkok.

“Dengan penetrasi mobil listrik yang sangat tinggi di Tiongkok bahkan mencapai 50 persen di kota-kota besar seperti Shanghai Indonesia berpotensi menjadi pasar pelimpahan produk akibat tingginya tarif di Eropa dan Amerika Serikat,” tegasnya.

Nandi mengingatkan bahwa peluang tersebut harus dimanfaatkan dengan cermat, meskipun keputusan akhir tetap berada di tangan konsumen.

“Dalam setiap kesempitan selalu ada kesempatan. Kita harus pintar membaca peluang dan menjalin kerja sama strategis,” jelasnya. 

3. Pertumbuhan ekonomi diproyeksi hanya sentuh 4,5 persen

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2025 diperkirakan berada di kisaran 4,5 hingga 5 persen secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dari proyeksi awal sebesar 5,11 persen.

Perlambatan ekonomi domestik diikuti oleh aliran modal asing keluar (capital outflow) dari pasar saham, karena prospek pertumbuhan ekonomi dinilai memiliki dampak langsung terhadap potensi keuntungan korporasi.

"Investor di pasar saham juga mempertimbangkan bagaimana prospek pertumbuhan ekonomi yang nantinya akan berimplikasi pada corporate earnings. Hal ini menjadi salah satu faktor yang turut memengaruhi kinerja nilai tukar rupiah,” jelasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us