Ketidakpastian Global Picu Pelaku Usaha Tunda Ekspansi

- Mayoritas pelaku usaha belum berencana ekspansi usaha dalam waktu dekat
- Ketidakpastian global, penurunan permintaan pasar, dan kenaikan biaya produksi menjadi faktor utama
Jakarta, IDN Times - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan hasil survei internal yang menunjukkan mayoritas pelaku usaha saat ini belum berencana melakukan ekspansi usaha dalam waktu dekat.
Kondisi ini mencerminkan kehati-hatian dunia usaha dalam menghadapi tekanan ekonomi yang terus meningkat.
1. Pelaku usaha pilih wait and see

Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengatakan, penurunan permintaan pasar, kenaikan biaya produksi, serta ketidakpastian global yang belum mereda menjadi faktor utama di balik sikap wait and see para pelaku usaha.
Dalam situasi seperti ini, perusahaan-perusahaan cenderung fokus pada efisiensi dan menjaga cadangan kas agar tetap likuid.
"Ketidakpastian global juga turut membuat pelaku usaha cenderung wait and see, sehingga cash reserve perusahaan dijaga sangat hati-hati," ungkap Shinta Kamdani kepada IDN Times, Rabu (21/5/2025).
2. Pemerintah perlu cari strategi atasi perlambatan sektor riil

Ketidakpastian global dan turunnya permintaan berpotensi memperlambat pemulihan sektor riil, khususnya industri yang padat karya dan memiliki kontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja. Oleh karena itu, Apindo mendorong pemerintah untuk segera merespons situasi ini dengan kebijakan ekonomi yang terukur dan tepat sasaran.
"Situasi saat ini memerlukan respons luar biasa yang terintegrasi," ujar Shinta.
3. Kinerja manufaktur April alami kontraksi

Laju industri manufaktur RI menunjukkan perlambatan pada April 2025. Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Managers'Index (PMI) atau indeks manufaktur Indonesia berada di level 46,7 (fase kontraksi).
Angka tersebut menunjukkan penurunan kesehatan sektor manufaktur Indonesia dalam lima bulan terakhir. PMI manufaktur April di level 46,7 itu juga turun dibanding Maret 2025 yang berada di level 52,4.
Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, kondisi industri manufaktur di dalam negeri terbukti menghadapi pukulan berat dari bebagai dampak ketidakpastian di pasar global maupun domestik, baik itu karena perang tarif yang digulirkan oleh Amerika Serikat mapun adanya serbuan dari produk impor.
Perlambatan PMI Manufaktur Indonesia pada April 2025 sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan April 2025 yang tercatat berdada di level 51,90. Meskipun masih di dalam fase ekspansi, namun lajunya mengalami perlambatan dibandingkan bulan Maret 2025 yang sebesar 52,98 atau menurun sebesar 1,08 poin. Dibandingkan periode yang sama tahun lalu, nilai IKI April 2025 juga mengalami koreksi sebesar 0,40 poin.
"Pelaku industri kita bukan hanya saja khawatir karena adanya pemberlakuan tarif resiprokal oleh Presiden Trump, tetapi mereka lebih khawatir terhadap serangan produk-produk dari sejumlah negara yang terdampak tarif Trump tersebut, karena bisa menjadikan Indonesia sebagai pasar alternatif sehingga kita akan mendapat limpahan atau muntahan barang-barang impor itu,” tuturnya.