Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apindo Ungkap Dampak Nyata Premanisme buat Dunia Usaha

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani di Jakarta, Rabu (13/5/2025). (IDN Times/Trio Hamdani)
Intinya sih...
  • Keamanan berusaha masih terganggu oleh oknum di luar hukum, menciptakan ketidakpastian dalam bisnis.
  • Apindo menerima laporan gangguan yang masih terjadi meskipun ada upaya penanganan dari pemerintah.
  • Hambatan struktural seperti regulasi, biaya berusaha, dan kualitas SDM menghambat daya saing industri nasional.

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani menyatakan keamanan berusaha masih menjadi tantangan nyata yang dihadapi pelaku usaha.

Dia mengungkapkan, gangguan dari oknum di luar sistem hukum kerap menghambat proses produksi dan distribusi, sehingga menciptakan ketidakpastian dalam operasional bisnis.

"Keamanan berusaha ini sangat penting terutama untuk investor dan kegiatan ini produksi dan distribusi kerap mengalami hambatan yang bersumber dari oknum-oknum tertentu," kata Shinta dalam media briefing di Jakarta, Rabu (13/5/2025).

1. Masih ditemukan gangguan di lapangan

IDN Times/Istimewa

Shinta menyebut aksi premanisme telah disampaikan kepada pemerintah. Dia juga mengapresiasi langkah pemerintah dalam membentuk Satgas Premanisme, termasuk penanganan di tingkat pemerintah daerah (pemda).

Namun demikian, menurutnya, kondisi di lapangan masih perlu dikawal. Apindo masih menerima laporan terkait gangguan yang dialami pelaku usaha, meskipun upaya penanganan sudah berjalan.

"Jadi, kami terus masih menerima laporan. Jadi walaupun ini sudah terjadi, ini perlu terus dikawal karena pada dasarnya masih ada kejadian-kejadian yang terjadi di lapangan," ujarnya.

2. Sederet masalah struktural selain keamanan berusaha

Ilustrasi hukum dan undang-undang (IDN Times/Sukma Shakti)

Selain keamanan berusaha, Apindo juga menyoroti tantangan struktural yang dinilai menghambat daya saing industri nasional. Pertama, hambatan regulasi masih menjadi perhatian utama pelaku usaha.

"Kita juga ini dasarnya kita ada roadmap perekonomian Apindo yang mengadakan survey lebih dari 2 ribu perusahaan Apindo. Di situ kita lihat 43 persen dunia usaha masih menilai regulasi yang ada belum mendukung tenaga produksi atau penjualan," ujarnya.

Kedua, tingginya biaya berusaha disebut sebagai kendala serius. Biaya logistik Indonesia mencapai 23 persen dari PDB, lebih tinggi dibandingkan Malaysia, China, dan Singapura.

Suku bunga pinjaman yang berada pada kisaran 8–14 persen serta kenaikan upah minimum rata-rata 8 persen per tahun disebut tidak sejalan dengan daya tahan industri padat karya. Beban usaha juga diperberat oleh birokrasi yang tidak efisien dan lemahnya kepastian hukum.

Kemudian, kualitas sumber daya manusia dinilai belum memadai. Produktivitas tenaga kerja Indonesia tercatat sebesar 23,87 dolar AS ribu, masih di bawah rata-rata kawasan ASEAN. Sebanyak 36,54 persen tenaga kerja berpendidikan SD ke bawah, sementara hanya 12,66 persen yang merupakan lulusan perguruan tinggi.

3. Kontraksi manufaktur menjadi sinyal peringatan

ilustrasi pabrik (IDN Times/Muhammad Surya)

Apindo menyoroti kontraksi tajam pada sektor manufaktur Indonesia berdasarkan data Purchasing Managers’ Index (PMI) April 2025 yang turun ke level 46,7. Turun signifikan dari 52,4 pada Maret 2025 dan menjadi level kontraksi terdalam sejak Agustus 2021.

Kondisi tersebut mencerminkan pelemahan permintaan baru serta tekanan biaya produksi di tengah ketidakpastian pasar global.

Perlambatan serupa juga terlihat pada Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian. IKI pada April 2025 tercatat 51,90, turun dari 52,98 pada Maret 2025 dan 52,30 pada April 2024.

Dengan mempertimbangkan struktur ekonomi nasional yang masih didominasi sektor padat karya, Apindo mendorong pemerintah untuk memprioritaskan kebijakan yang mendukung penciptaan lapangan kerja.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us