Kurangi Penerbitan Utang, Pemerintah Pakai SAL Rp60 T untuk RAPBN 2026

- Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp60 triliun akan digunakan pada tahun 2026
- SAL akan dikelola secara efisien dan optimal, dengan penggunaan terendah pada 2022
- Target pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp3.147,7 triliun, dengan defisit APBN diproyeksikan mencapai Rp638,8 triliun
Jakarta, IDN Times – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp60 triliun pada tahun 2026. SAL akan digunakan sebagai sumber pembiayaan nonutang, yang selama ini menjadi salah satu instrumen strategis pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal.
"Pada RAPBN Tahun Anggaran 2026, pemerintah mengalokasikan penggunaan SAL sebagai instrumen pengurang utang dan fiscal buffer sebesar Rp60 triliun," demikian tertulis dalam dokumen RAPBN 2026, Selasa (19/8/2025).
1. Saldo Anggaran Lebih akan dikelola secara efisien dan optimal

Di sisi lain, pemerintah memastikan SAL akan tetap dikelola secara efisien dan optimal guna memperkuat fungsi stabilisasi fiskal (fiscal buffer), khususnya dalam menghadapi ketidakpastian kondisi perekonomian, baik di dalam negeri maupun secara global.
Bila dirinci, penggunaan SAL tahun depan, jauh lebih kecil dibandingkan proyeksi (outlook) tahun 2025 yang mencapai Rp85,6 triliun. Pada tahun ini, SAL dimanfaatkan untuk menurunkan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), memenuhi kewajiban pemerintah dan belanja prioritas, serta membiayai defisit, termasuk penambahan pembiayaan investasi dalam APBN Tahun Anggaran 2025, sesuai dengan kebijakan fiskal yang telah ditetapkan. Selain itu, pengelolaan SAL juga berfungsi sebagai buffer likuiditas.
2. SAL paling banyak digunakan pada 2021

Dalam lima tahun terakhir, penggunaan SAL tertinggi terjadi pada 2021 sebesar Rp143,96 triliun. Sementara pada 2022, pemerintah tidak menggunakan dana SAL untuk menutup defisit APBN.
Kemudian pada 2023, pemerintah kembali menggunakan SAL sebesar Rp35 triliun. Sebagai upaya mengefisienkan pembiayaan anggaran, terutama yang berasal dari penerbitan utang, pada 2024 pemerintah menggunakan SAL sebesar Rp56,38 triliun.
"Pemanfaatan SAL sebagai sumber pembiayaan nonutang selama ini berperan sebagai salah satu instrumen strategis pemerintah dalam menjaga keberlanjutan fiskal," ungkap Kemenkeu.
3. Target pendapatan negara dipatok Rp3.147,7 Triliun

Postur Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp3.147,7 triliun, atau tumbuh 9,8 persen dibandingkan dengan outlook tahun 2025. Target ini didukung oleh peningkatan penerimaan pajak serta optimalisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai, meskipun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diperkirakan mengalami sedikit penurunan.
Secara rinci, penerimaan pajak ditargetkan mencapai Rp2.357,7 triliun, yang berarti harus tumbuh sebesar 13,5 persen. Sementara itu, penerimaan dari kepabeanan dan cukai diperkirakan mencapai Rp334,3 triliun, meningkat 7,7 persen. Di sisi lain, PNBP diproyeksikan turun 4,7 persen menjadi Rp455 triliun, terutama akibat tidak lagi diperolehnya dividen dari BUMN.
Dari sisi belanja negara, total belanja direncanakan tumbuh 7,3 persen dibandingkan outlook 2025, menjadi Rp3.786,5 triliun. Alokasi belanja ini difokuskan untuk mendukung program-program prioritas pemerintah. Belanja kementerian/lembaga naik signifikan sebesar 17,5 persen menjadi Rp1.498,3 triliun, sementara belanja non-kementerian/lembaga (non-KL) diperkirakan mencapai Rp1.638,2 triliun, tumbuh 18 persen.
Sementara itu, defisit APBN diperkirakan mencapai Rp638,8 triliun atau setara 2,48 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini lebih rendah 3,5 persen dibandingkan defisit pada tahun 2025. Selain itu, keseimbangan primer diproyeksikan semakin mendekati nol, dengan defisit primer sebesar Rp39,4 triliun pada tahun 2026.