Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Luhut Sebut Revisi Garis Kemiskinan Bakal Cerminkan Angka Faktual

WhatsApp Image 2025-06-12 at 11.56.56.jpeg
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan saat memberikan sambutan dalam Internasional Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta Convention Centre (JCC). (Dok/Istimewa).
Intinya sih...
  • Revisi garis kemiskinan tunggu persetujuan Presiden Prabowo
  • Jika megacu data PPP 2021, jumlah penduduk miskin jadi 194,67 juta jiwa

Jakarta, IDN Times – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) memastikan pemerintah akan segera merevisi garis kemiskinan nasional di Indonesia. Langkah ini diambil menyusul kebijakan Bank Dunia yang menaikkan ambang batas garis kemiskinan internasional dari 2,15 dolar AS menjadi 3 dolar AS per orang per hari berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP).

Ketua DEN, Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, pihaknya tengah melakukan studi bersama Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menentukan metode dan ukuran yang tepat dalam penetapan garis kemiskinan baru.

"Secara menyeluruh sedang dikaji. BPS juga berdiskusi dengan kami mengenai hal ini agar masyarakat tidak terkejut," ujar Luhut dalam acara International Conference on Infrastructure 2025 di Jakarta Convention Center, Kamis (12/6/2025).

1. Revisi garis kemiskinan tunggu persetujuan Presiden Prabowo

Ilustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Bila perhitungan garis kemiskinan terbaru ini kelar dan telah disetujui Prabowo, Luhut memastikan, jumlah kemiskinan di Indonesia akan lebih tergambar angkanya sesuai kondisi faktual. Luhut menyebut, kemungkinan kajian garis kemiskinan yang baru dapat diumumkan tahun ini karena data kajiannya saat ini sudah cukup lengkap.

"Kita berharap nanti mungkin kalau Presiden setuju, angka-angkanya bisa keluar, dan pidato Presiden mungkin akan lebih mencerminkan angka yang sebenarnya," papar Luhut.

2. Jika megacu data PPP 2021, jumlah penduduk miskin jadi 194,67 juta jiwa

Ilustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam dokumen terbarunya, Bank Dunia membuat perubahan international poverty line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem dari 2,15 dolar AS menjadi 3 dolar AS per orang per hari. Kemudian untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah alias lower-middle income countries angkanya berubah dari 3,65 dolar AS menjadi 4,2 dolar AS per orang per hari.

Adapun negara-negara berpendapatan menengah atas atau upper-middle countries berubah menjadi 8,3 dolar AS per orang per hari dari sebelumnya 6,85 dolar AS per orang per hari. Perubahan itu lantas membuat jumlah penduduk miskin di berbagai negara termasuk Indonesia mengalami kenaikan signifikan.

Pendapatan nasional bruto atau Gross National Income (GNI) Indonesia pada 2023 adalah sebesar 4.810 dolar AS. Hal itu membuat Indonesia masuk dalam kategori negara kelas menengah atas versi Bank Dunia yang klasifikasi GNI-nya adalah sebesar 4.466 hingga 13.845 dolar AS per kapita. Dengan demikian, penghitungan jumlah penduduk miskin Indonesia mengikuti standar negara berpendapatan menengah atas, yang naik dari 6,85 dolar AS menjadi sebesar 8,3 dolar AS per orang per hari.

Di sisi lain, data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) dari BPS menyatakan, jumlah penduduk Indonesia mencapai 285,1 juta jiwa pada pertengahan 2024.

Jika mengacu pada perhitungan PPP 2021, jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 68,25 persen dari total penduduk pada 2024 atau 194,67 juta jiwa. Angka tersebut meningkat dibandingkan perhitungan menggunakan PPP 2017 yang sebanyak 60,25 persen dari total penduduk Indonesia atau 171,74 juta jiwa.

3. Batas garis kemiskinan sudah tidak relevan

Ilustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Kemiskinan (IDN Times/Arief Rahmat)

Sebelumnya, anggota DEN Arief Anshory Yusuf menilai garis kemiskinan nasional yang digunakan BPS saat ini sudah tidak lagi relevan. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar batas tersebut dinaikkan menjadi Rp765 ribu per kapita per bulan.

Garis kemiskinan yang berlaku saat ini, yakni sebesar Rp595 ribu per bulan, hanya sedikit lebih tinggi dari batas kemiskinan ekstrem internasional sebesar Rp546.400 per bulan. Hal ini menunjukkan standar penghitungan kemiskinan di Indonesia masih terlalu rendah.

Menurut Arief, kondisi ini tidak sejalan dengan status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income country/UMIC) sejak 2023, dengan GNI per kapita mencapai 4.580 dolar AS.

Ia menambahkan proses penyusunan standar garis kemiskinan yang baru masih terus berlangsung dan ditargetkan rampung dalam satu hingga dua bulan ke depan. Setelah selesai, hasil revisi tersebut akan segera disosialisasikan kepada publik.

"Kami berharap prosesnya segera tuntas. Targetnya, dalam satu atau dua bulan ke depan, sosialisasi sudah bisa berjalan," ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us