Pertamina Gelar SAF Forum 2025 untuk Langit Rendah Emisi

- Indonesia jadi negara penghasil minyak jelantah terbesar di dunia
- Pengembangan SAF jadi strategi peta jalan net zero emission
- Porsi SAF ditingkatkan jadi 5 persen pada 2035
Jakarta, IDN Times - PT Pertamina Patra Niaga menggelar Pertamina Sustainable Aviation Fuel (SAF) Forum 2025 dalam rangka mendorong kolaborasi menuju langit yang rendah emisi.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Mars Ega Legowo Putra, menegaskan komitmen perusahaan sebagai penggerak utama dalam rantai pasok SAF nasional, mulai dari pengumpulan bahan baku, penyimpanan, hingga penyediaan bahan bakar bagi maskapai penerbangan.
"Pertamina SAF bukan hanya tentang penyediaan bahan bakar aviasi ramah lingkungan. Lebih dari itu, ini adalah National Movement, di mana rantai pasok dan penyediaan SAF mampu menggerakkan ekonomi sirkular masyarakat," tegasnya dalam keterangan tertulis, Kamis (16/10/2025).
Forum ini menjadi ajang kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, pelaku industri energi, maskapai penerbangan, produsen pesawat, serta lembaga sertifikasi nasional dan internasional untuk mempercepat pengembangan dan implementasi Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia.
1. Indonesia jadi negara penghasil minyak jelantah terbesar di dunia

Menurutnya Indonesia memiliki keunggulan sebagai salah satu penghasil minyak jelantah terbesar di dunia, dan SAF menjadi solusi untuk mengubah limbah sehari-hari menjadi energi berkelanjutan yang bernilai ekonomi sekaligus mendukung masa depan yang lebih hijau.
Pertamina Patra Niaga telah menempuh perjalanan panjang dalam pengembangan SAF. Pada 2024, perusahaan meraih sertifikasi ISCC CORSIA dan ISCC EU untuk Aviation Fuel Terminal di Bandara Soekarno-Hatta dan Ngurah Rai. Capaian ini menandai kepatuhan terhadap standar keberlanjutan global sekaligus menjadikan Pertamina sebagai pelopor pengembangan SAF di Asia Tenggara.
"Pada 2025, Pertamina Patra Niaga juga berhasil memasok SAF berbasis minyak jelantah produksi dalam negeri dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) untuk Pelita Air di Bandara Soekarno-Hatta, serta memperluas sertifikasi ISCC CORSIA dan ISCC EU ke Aviation Fuel Terminal di Bandara Halim Perdanakusuma," tegasnya.
2. Pengembangan SAF jadi strategi peta jalan net zero emission

Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Edi Wibowo, menyampaikan pengembangan SAF merupakan langkah nyata dalam peta jalan transisi energi nasional menuju Net Zero Emission 2060.
“Saat ini sedang disusun regulasi penahapan implementasi SAF, yang diusulkan dapat dimulai pada tahun 2026 dengan tahap awal sebesar 1 perssn mengacu pada mekanisme mass balance melalui sertifikasi rantai pasok (skema CORSIA) untuk penerbangan internasional dari Jakarta (CGK) dan Denpasar (DPS),” ujar Edi.
3. Porsi SAF ditingkatkan jadi 5 persen pada 2035

Ia menambahkan, pemerintah telah menyiapkan peta jalan yang secara bertahap akan meningkatkan porsi SAF hingga 5 persen pada tahun 2035.
“Keberhasilan implementasinya tentu membutuhkan dukungan kuat dari seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah, sektor swasta, industri energi, maupun maskapai penerbangan,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja, menilai kolaborasi antara pelaku industri penerbangan dan Pertamina merupakan langkah strategis menuju penerbangan rendah emisi.
Lebih lanjut, Denon mengajak seluruh pihak di ekosistem penerbangan untuk bekerja sama mewujudkan transformasi industri berbasis karbon menuju industri berkelanjutan.
"Jadi Indonesia dapat memperkuat posisinya sebagai pemain kunci dalam pencapaian target Net Zero Emission 2060," tegasnya