Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Respons Ancaman Selat Hormuz, Indonesia Genjot Produksi Minyak Lokal

20250624_122248(10).jpg
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. (IDN Times/Trio Hamdani)
Intinya sih...
  • Indonesia masih ketergantungan impor minyak, produksi minyak nasional menurun seiring meningkatnya konsumsi domestik.
  • Optimalisasi sumur menjadi strategi peningkatan lifting minyak, dengan target lifting 605 ribu barel per hari di tahun 2025.
  • Fundamental ekonomi Indonesia dinilai tetap kuat, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,85 persen pada kuartal pertama 2025.

Jakarta, IDN Times - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan kekhawatiran atas potensi gangguan pasokan energi global imbas konflik Iran, Israel, dan Amerika Serikat (AS). Dia menyoroti situasi Selat Hormuz yang semakin mengkhawatirkan setelah parlemen Iran menyetujui rencana penutupannya, padahal sekitar 20 persen distribusi minyak dunia melewati jalur tersebut.

"Perang Iran, Israel, dan Amerika ikut, Selat Hormuz sekarang sudah dalam kondisi yang mengerikan juga karena parlemen Iran sudah menyetujui untuk penutupan itu," katanya dalam Jakarta Geopolitical Forum ke-9 "Geoeconomic Fragmentation and Energy Security" di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).

1. Indonesia masih ketergantungan impor minyak

IMG-20250317-WA0006.jpg
ilustrasi kapal tanker Pertamina International Shipping (dok. PIS)

Dalam kondisi geopolitik yang tidak menentu dan ancaman terganggunya jalur pasokan energi global, Bahlil menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia. Dia mengingatkan situasi dalam negeri kini berbanding terbalik dengan kondisi pada era 1996-1997.

Saat itu, Indonesia masih menjadi eksportir minyak dengan produksi harian mencapai 1,5 juta barel dan konsumsi domestik sekitar 500 ribu barel. Selisih tersebut memungkinkan ekspor hingga satu juta barel per hari.

Namun, setelah krisis ekonomi 1997-1998 dan adanya perubahan regulasi, produksi terus menurun. Hingga 2024, lifting nasional hanya sekitar 580 ribu barel per hari, sedangkan konsumsi melonjak hingga 1,5-1,6 juta barel.

"Jadi terbalik kondisi kita antara 1996-1997 dengan 2025 sekarang. Ini sebuah tantangan yang cukup luar biasa bagi Indonesia," ujarnya.

2. Optimalisasi sumur jadi strategi peningkatan lifting

Ilustrasi pekerja kilang minyak Pertamina. (dok. Pertamina)
Ilustrasi pekerja kilang minyak Pertamina. (dok. Pertamina)

Bahlil menekankan pentingnya mengoptimalkan potensi sumber daya dalam negeri. Dia menyebut Indonesia memiliki sekitar 39-40 ribu sumur minyak, namun yang aktif berproduksi baru sekitar 16-17 ribu sumur.

"Selebihnya, masih banyak idle well (tidak aktif). Kemudian, sumur-sumur tua. Ada sumur-sumur baru dan ini yang harus kami lakukan untuk mengoptimalkan," paparnya.

Di tengah ketidakpastian geopolitik global, menurut Bahlil, Indonesia perlu memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimiliki. Pemerintah pun akan melakukan ekspansi untuk meningkatkan angka lifting.

"Ini kami akan melakukan ekspansi untuk meningkatkan lifting. Dan target lifting kami di 2025 itu sebesar 605 ribu barrel per hari. Setelah realisasinya nanti di 31 Desember, target APBN ini akan kami wujudkan," ujar Bahlil.

3. Fundamental ekonomi Indonesia dinilai tetap kuat

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Dok. IDN Times)
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Dok. IDN Times)

Di tengah tekanan global, Bahlil menyampaikan kondisi ekonomi Indonesia masih menunjukkan ketahanan. Dia mencatat pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal pertama 2025 mencapai 4,85 persen, dengan tingkat inflasi di bawah tiga persen.

Pertumbuhan tersebut sebagian besar ditopang oleh konsumsi domestik yang menyumbang sekitar 53 persen, diikuti investasi sebesar 29 hingga 30 persen. Sementara, sisanya berasal dari belanja pemerintah serta aktivitas ekspor dan impor.

"Jadi, kami masih agak lebih baik lah dibandingkan dengan negara-negara lain di G20," ujar Bahlil.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us