Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rupiah Dibuka Menguat Tipis 0,11 Persen Jelang Akhir Pekan

Ilustrasi Dollar dan Rupiah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Ilustrasi Dollar dan Rupiah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar atau kurs rupiah menguat pada perdagangan Jumat, (16/6/2023) pada level Rp14.937,5 per dolar AS. 

Mata uang Garuda terpantau menguat hingga16,5 point atau 0,11 persen  dibandingkan penutupan perdagangan kemarin pada level Rp14.954 per dolar AS. 

1. Rupiah masih melemah, meski The Fed tahan suku bunga

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra, mengatakan potensi pelemahan rupiah di sepanjang hari ini masih akan terjadi dilevel Rp15.000 per dolar AS, dengan support dikisaran Rp14.850 per dolar AS.

Pelemahan rupiah yang masih berlanjut, karena ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga acuan AS, tidak lagi pada sisi pemangkasan suku bunga. Hal ini mengingat, langkah The Fed yang mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,25 persen pada rapat Federal Open Market Committee di bulan ini. 

"Ekspektasi pasar terhadap kebijakan The Fed bukan lagi pada pemangkasan suku bunga, namun kapan suku bunga AS akan dinaikkan lagi, pasca pengumuman kebijakan moneter AS dini hari kemarin yang memberikan sinyal tidak akan ada pemangkasan tahun ini," ucapnya kepada IDN Times, Jumat (16/6/2023). 

2. Suku bunga The Fed berpotensi naik 1-2 kali

Ia menjelaskan kebijakan moneter AS, telah mendorong penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya terutama nilai tukar di negara berkembang. 

Bahkan dari hasil survei CME FedWatch Tool terlihat probabilitas kenaikan suku bunga acuan AS sebesar 25 basis poin di bulan Juli mendekati 70 persen, dibandingkan probabilitas suku bunga ditahan yang hanya 30 persen. 

"Nada the Fed masih hawkish, karena meniadakan kemungkinan pemangkasan suku bunga tahun ini. Target suku bunga the Fed sekitar 5,6 persen berarti bisa jadi ada 1-2 kali kenaikan lagi," tegasnya. 

3. Waspadai dampak perlambatan ekonomi China

Teranyara, prospek ekonomi China diproyeksi mengalami perlambatan. Hal ini menyusul, produksi di pabrik China semakin melamban pada bulan lalu (Mei 2023), karena permintaan konsumen dan ekspor melemah, menandakan pemulihan ekonomi melambat, setelah berakhirnya pembatasan terhadap COVID-19. 

"Selain itu prospek ekonomi China yang melambat juga bisa memberikan dampak negatif ke rupiah karena hubunga ekonomi Indonesia yang besar dengan China," tuturnya. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us

Latest in Business

See More

9 Ide Bisnis yang Bisa Kamu Jalankan dari Rumah dengan Mudah

18 Des 2025, 22:00 WIBBusiness