Stone Garden Geo Park, Ubah Wajah Perekonomian Warga Citatah

Padalarang, IDN Times - Teriknya matahari menyambut kedatangan saya di kawasan wisata Stone Garden Geo Park, Kecamatan Cipatat, Bandung Barat, akhir bulan lalu. Tak banyak wisatawan yang saya lihat saat itu, mungkin karena masih hari kerja. Sekilas, tempat itu tampak biasa saja, bahkan cenderung panas karena jarang pepohonan besar. Beberapa penjual makanan dan minuman berjajar di pinggir perbukitan.
Untuk menuju Stone Garden Geo Park, saya harus mendaki bukit ratusan meter. Lama tak olahraga bikin napas saya ngos-ngosan. Saya hampir saja menyerah kalau-kalau tidak 'dipaksa' Kang Deden, salah satu warga lokal di sana.
"Sudah datang jauh-jauh dari Jakarta, rugi kalau tak sampai atas," katanya.
Baiklah. Saya pun kembali berjalan mengikuti kawan-kawan yang lain. Sesampainya di atas, semua rasa lelah rasanya hilang seketika, berganti takjub. Hamparan bebatuan karst berpadu birunya langit tersaji di depan mata.
1. Stone Garden Geo Park lahir dari kecemasan para pemuda Citatah

Usut punya usut, Stone Garden Geo Park ternyata lahir dari kecemasan para pemuda Citatah. Mereka tergabung dalam Komunitas Forum Peduli Karst Citatah yang diketuai Kang Deden. Dulu, kawasan ini menjadi cagar budaya yang kurang terurus. Bahkan, banyak warga yang menjadi penambang ilegal batu kapur. Tentu saja, hal itu dapat merusak lingkungan bila terus dibiarkan.
"Pertambangan banyak yang ilegal. Dampak pada lingkungan sangat besar. Dulu kami melihat ini adalah suatu sistem yang tidak benar. Mirisnya, ada sekitar 15 ribuan warga yang terlibat dalam pertambangan itu. Itu yang bikin kami agak sulit," kata Kang Deden.
2. Para pemuda Citatah melakukan aksi sporadis

Tak ingin lingkungannya semakin rusak, para pemuda Citatah itu lantas melakukan aksi sporadis. Bukan tindak kekerasan, mereka mendekati warga penambang ilegal secara halus. Sesuai dugaan, mereka menerima penolakan, bahkan perlawanan.
"Semua berdalih 'Kalau penambangan distop, kami mau makan apa?'. Agak susah, karena mata pencaharian mereka memang itu. Akhirnya kami bertemu dengan para pengusaha. Kami tegaskan bahwa kami tidak mengharamkan aktivitas penambangan, tapi kami harapkan ada tanggung jawab, apalagi wilayah itu adalah kawasan lindung dan cagar budaya," ungkap pria bernama lengkap Deden Syarif Hidayat itu.
3. Aturan zonasi jadi win-win solution

Upaya Kang Deden dan kawan-kawan tak langsung membuahkan hasil. Sejak 2009 hingga 2015, mereka kerap dapat perlawanan dari perusahaan. Namun, mereka tetap bertahan.
"Karena menyelamatkan alam itu adalah menyelamatkan umat manusia. Stone Garden itu oase di tengah gersangnya pertambangan," katanya.
Para pemuda Citatah terus berupaya memberikan aksi lingkungan secara nyata. Akhirnya, terciptalah win-win solution. Warga bersepakat melakukan alih lingkungan. Ada pembatasan zonasi yang boleh ditambang dan yang tidak boleh ditambang. Aturan zonasi itu menjadi alternatif mata pencaharian masyarakat. Perlahan tapi pasti, upaya para pemuda Citatah itu mampu menggerakkan hati masyarakat hingga pemerintah daerah setempat.
"Kami dorong Stone Garden untuk jadi tempat wisata. Semua orang terlibat dari mulai parkir, ticketing, ojek, sampai guide. Semuanya. Bapak ibu, yang muda, yang tua, semua terlibat. Banyak yang sadar bahwa ada potensi wisata yang bisa jadi alternatif mata pencaharian. Kawasan Raja Mandala ini semoga bisa jadi geopark berstandar internasional," tuturnya.
Tarif tiket masuk ke Stone Garden Geo Park relatif murah, hanya Rp3000. Namun, apabila ada yang menjadikan tempat itu untuk prewedding, harus membayar sekitar Rp300 ribu.
4. Kampung Berseri Astra turut mengembangkan potensi masyarakat

Berawal dari pengembangan Stone Garden Geo Park itulah, pada 2017, PT Astra International Tbk melanjutkan pembinaan warga bernama Kampung Berseri Astra Cidadap. Kampung Berseri Astra merupakan salah satu program utama kontribusi sosial berkelanjutan Astra.
Di Kampung Berseri Astra Cidadap, terdapat berbagai kegiatan pelestarian lingkungan seperti pembibitan tanaman, pembuatan kompos, biogas, pengelolahan tumbuhan hidroponik, bank sampah, dan galeri mini sebagai UMKM yang menyediakan karya warga sekitar. Selain itu, Astra juga menanam 600 pohon trembesi di area konservasi Stone Garden Geo Park.
"Harapannya ke depan masyarakat bisa mandiri. Kami berikan pelatihan dan peralatan penunjang agar bisa semakin berkembang. Semua itu tidak terlepas dari para penggerak kampung. Setiap 6 bulan sekali kami evaluasi. Kendala pasti ada, bervariasi, tapi kami anggap sebagai tantangan," kata Head of Corporate Communications Astra, Boy Kelama Soebroto.
Melalui pembinaan itu, menurutnya, perekonomian masyarakat pun kian membaik. "Alternatif mata pencaharian ternyata bisa diciptakan tanpa merusak lingkungan, seperti Stone Garden Geo Park."
Kini warga pun berangsur-angsur meninggalkan pekerjaan sebagai penambang ilegal. Sebab, seperti yang dikatakan Kang Deden, menyelamatkan alam adalah menyelamatkan umat manusia.
Baca artikel menarik lainnya di IDN Times App. Unduh di sini http://onelink.to/s2mwkb