Begini Tren Penggunaan Fintech di Kalangan Gen Z pada 2024

- E-wallet dominasi metode pembayaran digital di kalangan Gen Z, dengan 94% penggunaan baik online maupun offline.
- Gen Z memanfaatkan e-wallet untuk transfer uang, belanja online, menabung, dan hiburan seperti konser dan streaming.
- Paylater diminati Gen Z untuk kebutuhan mendesak, belanja sehari-hari, dan hiburan dengan proses pengajuan yang cepat.
Jakarta, IDN Times - Penggunaan fintech terus berkembang pesat di Indonesia, terutama di kalangan Generasi Z yang dikenal sebagai generasi tech-savvy. Hasil survei Jakpat menunjukkan bahwa Gen Z semakin mengandalkan aplikasi fintech untuk berbagai keperluan, mulai dari alat pembayaran, simpan uang, hingga pinjaman.
E-wallet, paylater, dan pinjol menjadi tiga jenis fintech yang paling sering digunakan oleh mereka, menggambarkan tren yang mencerminkan kebutuhan praktis, efisiensi, dan fleksibilitas dalam bertransaksi.
Berikut adalah tren penggunaan fintech di kalangan Gen Z berdasarkan data survei Jakpat pada paruh kedua 2024:
1. E-Wallet tetap jadi alat pembayaran favorit

E-wallet terus mendominasi pilihan Gen Z sebagai metode pembayaran digital. Berdasarkan survei, sebanyak 94 persen dari mereka menggunakan e-wallet, baik untuk transaksi online maupun offline. Kelebihan seperti kemudahan penggunaan, promo cashback, serta bebas biaya admin menjadikan e-wallet sangat populer di kalangan anak muda.
"Mayoritas Gen Z adalah pengguna digital payment, dan sebaliknya persentase Gen Z pengguna cash lebih rendah dibandingkan Gen Y dan X. Fenomena ini didukung juga dengan fakta bahwa Gen Z menggunakan e-wallet untuk transaksi pembayaran sampai menabung," ujar Head of Research Jakpat, Aska Primardi, dalam siaran pers yang diterima IDN Times, Minggu (12/1/2025).
Lebih dari sekadar alat pembayaran, e-wallet juga dimanfaatkan Gen Z untuk berbagai kebutuhan lain. Sebanyak 70 persen menggunakannya untuk transfer uang, 63 persen untuk belanja online, dan 60 persen bahkan menyimpan sebagian dana mereka di platform ini. Dalam hal hiburan, 92 persen Gen Z tetap memilih e-wallet karena kepraktisannya mulai dari menonton konser hingga berlangganan platform streaming.
"Platform fintech yang paling banyak digunakan tentunya adalah platform yang dinilai mampu memberikan benefit maksimal dengan seminimal mungkin biaya admin," tambah Aska.
2. Paylater jadi pilihan untuk transaksi yang lebih fleksibel

Paylater menjadi salah satu inovasi fintech yang diminati Gen Z. Sebanyak 28 persen responden Gen Z menggunakan layanan ini, terutama untuk kebutuhan mendesak sebesar 55 persen, 32 persen untuk belanja kebutuhan sehari-hari, dan 26 persen untuk membayar tagihan.
Kemudahan dalam menggunakan paylater, seperti proses pengajuan yang cepat dan fleksibilitas dalam pembayaran, membuatnya semakin relevan bagi Gen Z yang sering mencari solusi instan. Meski begitu, mereka tetap selektif dan mempertimbangkan platform yang memberikan biaya layanan minimal dengan manfaat maksimal.
Dalam hal hiburan, 31 persen Gen Z memanfaatkan paylater sebagai alat pembayaran, terutama untuk kebutuhan yang lebih besar seperti tiket konser atau gadget baru. Hal ini menunjukkan bahwa paylater tidak hanya dipakai untuk kebutuhan mendesak, tetapi juga gaya hidup.
3. Pinjol untuk kebutuhan mendesak dan harian

Pinjaman online (pinjol) juga memiliki tempat tersendiri di hati Gen Z, meski jumlah penggunanya lebih kecil dibandingkan e-wallet dan paylater. Survei Jakpat mencatat bahwa 10 persen responden Gen Z menggunakan pinjol, dengan alasan utama untuk kebutuhan mendesak sebesar 62 persen, 42 persen untuk kebutuhan sehari-hari, dan 35 persen untuk membayar tagihan.
Pinjol menjadi pilihan bagi mereka yang membutuhkan dana cepat tanpa proses yang rumit. Namun, risiko seperti bunga yang tinggi dan jatuh tempo yang ketat membuat Gen Z cenderung lebih berhati-hati dalam menggunakan layanan ini.
“Gen Z adalah generasi yang kreatif, mereka akan selalu mencari cara untuk melakukan transaksi keuangan tanpa biaya admin, walaupun alur proses transaksinya bisa menjadi lebih panjang dan mengharuskan mereka bergonta-ganti platform digital. Cara ini juga akan dilakukan jika nantinya mereka menemui kenaikan biaya transaksi digital,” tutur Aska.