Rahasia Salinem - PROLOG

Penulis : Brilliant Yotenega & Wisnu Suryaning Adji

Menjelang Akhir 1923

 

Harusnya, nasib bayi itu sama seperti orang-orang di kampungnya, juga kedua orang tuanya: Jadi buruh kebun tebu; namun, hidup punya cara sendiri untuk berkhianat pada semua hal yang cuma dikira-kira manusia. Takdir mulai dijatuhkan bahkan sebelum ia sempat dilahirkan.

Seperti Bengawan Solo yang menghanyutkan perahu-perahu ke hulu kemudian menggerus batu-batu, nasib bayi itu diempas jauh-jauh, berkelok menuju perjalanan yang tiada seorang pun bisa memberi prasangka. Sembilan perkebunan tebu mulai digelar, dan setelah tuan-tuan tanah kaya beserta manusia-manusia serakah merebut tempat tinggalnya, seketika itu pula nasib mulai melindas apa pun yang tak sesuai maunya.

Hari itu masih kelewat pagi, wangi kayu bakar belum sempat membangunkan tanah Klaten dan matahari tertidur ketika sepasang suami-istri berjalan satu-satu dalam kegelapan, setiap langkah adalah kata-kata yang dieja. Ketakutan pada rampok dan begal sudah tiada terpikirkan. Kalaupun ada yang bisa hilang dari hidup, tak lain dan tak bukan cuma hidup mereka sendiri.

Sisa angin malam membawa aroma penyesalan. Mereka terlalu lemah untuk bisa melawan. Desah napas istrinya yang kelelahan terdengar keras diimpit bunyi jangkrik dan bayangan ketakutan. Langkah perempuan itu terhenti dan ia terduduk di pinggir jalan tanah yang tertutup batu-batu. Perempuan itu merintih. Bayi dalam perutnya menendang-nendang.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Laki-laki itu bertanya. “Las, kamu kuat?”

Telapak tangan beserta ujung jari sang perempuan menjulur. Laki-laki itu hampir menangis, namun tetes keringat di dahi istrinya menjadi penghalang. Ia harus bertahan. Mata perempuan itu nyalang hingga jika saja purnama bersedia hadir, mata itu bisa memantulkan cahaya, macam serigala. Tapi yang ada cuma gelap. Ia meraih lengan sang suami yang masih terdiam.

Menjelang subuh di akhir 1923, seorang laki-laki tertatih menuju Stasiun Klaten dari sebuah desa di pinggirnya, sementara seorang perempuan yang bergantung pada bahu suaminya mulai meneteskan air mata. Tak lama mereka menunggu sampai serangkai kereta berbahan bakar batu bara melaju menuju suatu tempat lain, membawa mereka pergi berikut harapan-harapan yang menyertai.

Bayi itu menendang perutnya lagi. Satu kisah akan usai, dan untuk bayi itu, kisah baru akan dimulai.

**

Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

  • www.storial.co
  • Facebook : Storial
  • Instagram : storialco
  • Twitter : StorialCo
  • Youtube : Storial co
Storial Co Photo Verified Writer Storial Co

#CeritainAja - Situs berbagi cerita | Baca ribuan cerita seru dan tuliskan ceritamu sendiri di Storial!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya