Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Tanda Kamu Olahraga Berlebihan, Jangan Sampai Overtraining!

Ilustrasi seorang wanita yang overtraining saat berolahraga (pexels.com/Andres Ayrton)
Ilustrasi seorang wanita yang overtraining saat berolahraga (pexels.com/Andres Ayrton)
Intinya sih...
  • Olahraga berlebihan dapat menyebabkan overtraining syndrome, menurunkan performa, gangguan tidur, dan risiko cedera serius.
  • Sinyal fisik dari tubuh seperti nyeri otot yang bertahan lama, gangguan tidur, dan penurunan performa adalah tanda-tanda overtraining yang perlu diwaspadai.
  • Pentingnya memberikan waktu istirahat yang cukup bagi tubuh untuk pemulihan, mengurangi intensitas latihan, dan menjaga keseimbangan emosional serta fisik.

Olahraga adalah bagian penting dari gaya hidup sehat. Namun, seperti hal lain dalam hidup, sesuatu yang berlebihan justru bisa berdampak negatif. Semangat membara untuk mencapai body goals kadang membuat kita lupa, bahwa tubuh juga butuh istirahat. Dalam dunia kebugaran, kondisi ini dikenal sebagai overtraining syndrome.

Overtraining bukan hanya soal lelah biasa—ini kondisi serius yang bisa menurunkan performa, mengganggu kesehatan mental, bahkan menyebabkan cedera kronis. Nah, sebelum semangat kita jadi bumerang, kenali lima tanda bahwa tubuh kita mungkin sudah terlalu diforsir.

1. Nyeri otot yang tak kunjung hilang

Ilustrasi nyeri otot yang tak kunjung usai (pexels.com/Kindel Media)
Ilustrasi nyeri otot yang tak kunjung usai (pexels.com/Kindel Media)

Merasa pegal setelah olahraga itu wajar, apalagi saat mencoba latihan baru. Tapi jika nyeri otot bertahan lebih dari tiga hari, bisa jadi itu pertanda kita mengalami overtraining. Menurut situs resmi American Council on Exercise (2017) yang ditulis oleh Justin Robinson, rasa nyeri otot yang menetap atau bahkan menjalar hingga makin parah, menunjukkan bahwa jaringan otot tidak sempat pulih dan malah terus menerus rusak.

Tubuh butuh waktu untuk memperbaiki dan memperkuat jaringan otot setelah latihan berat. Jika kita terus memaksakan diri tanpa istirahat yang cukup, proses pemulihan dipastikan akan terganggu. Ini bisa menyebabkan kelelahan otot kronis, peradangan, dan bahkan risiko cedera serius seperti rhabdomyolysis.

Berikan waktu istirahat yang cukup, terutama setelah latihan beban atau HIIT. Selingi dengan active rest seperti yoga atau jalan santai agar otot tetap aktif, tapi tidak dipaksa.

2. Gangguan tidur yang sulit pulih akibat terlalu lelah

Ilustrasi sosok wanita yang sulit tidur akibat overtraining (pexels.com/Wendell Stoyer)
Ilustrasi sosok wanita yang sulit tidur akibat overtraining (pexels.com/Wendell Stoyer)

Ironisnya, semakin sering kita olahraga berlebihan, semakin sulit kita tidur nyenyak. Overtraining bisa mengganggu produksi hormon seperti kortisol (hormon stres), yang membuat kita sulit terlelap atau sering terbangun pada malam hari. Menurut studi dari Journal of Sports Sciences (2013), kelelahan fisiologis yang berlebihan berdampak langsung pada kualitas tidur atlet.

Takbisa dipungkiri bahwa tidur adalah fase kunci dalam proses pemulihan tubuh. Jika tidur kita terganggu, maka regenerasi otot dan sistem imun pun ikut terganggu. Akhirnya, kita bisa bangun keesokan hari dengan tubuh sangat lelah, tapi tetap memaksakan diri untuk latihan. Ini menciptakan lingkaran setan kelelahan.

Cobalah kurangi intensitas latihan dan perhatikan juga pola tidur. Jika kita mengalami insomnia setelah latihan intens, itu tanda serius untuk rehat.

3. Mood swing atau mudah marah bisa jadi tanda overtraining juga, loh!

Ilustrasi seorang wanita yang mengalami moodswing akibat beban olahraga yang terlalu berat (pexels.com/RDNE Stock Project)
Ilustrasi seorang wanita yang mengalami moodswing akibat beban olahraga yang terlalu berat (pexels.com/RDNE Stock Project)

Kita tiba-tiba merasa murung, mudah marah, atau kehilangan motivasi? Jangan buru-buru menyalahkan PMS atau stres kerja—bisa jadi itu efek overtraining! Hormon stres yang terus meningkat memengaruhi neurotransmitter otak, termasuk serotonin dan dopamin, yang mengatur suasana hati.

Berdasarkan studi di Sports Medicine yang telah dilakukan pada tahun 2013, gejala psikologis seperti depresi ringan, kecemasan, dan kelelahan emosional umum terjadi pada individu yang mengalami sindrom overtraining. Bahkan atlet profesional pun bisa mengalami burnout jika tidak mengatur intensitas latihan dan waktu istirahat dengan baik.

Jangan abaikan sinyal dari pikiran. Latihan seharusnya membuatmu bahagia, bukan justru murung. Luangkan waktu untuk aktivitas menyenangkan lain di luar gym agar keseimbangan emosional tetap terjaga.

4. Penurunan performa secara drastis, bisa jadi salah satu sinyal overtraining

Ilustrasi sosok pria yang mengalami penurunan performa saat berolahraga berlebihan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)
Ilustrasi sosok pria yang mengalami penurunan performa saat berolahraga berlebihan (pexels.com/Tima Miroshnichenko)

Kita rutin latihan, tapi tiba-tiba kecepatan lari menurun, beban angkat berkurang, atau stamina drop? Ini bukan karena kita lemah sebenarnya, melainkan tubuh kita kirim sinyal bahwa kita mengalami kelelahan kronis. Penurunan performa meski latihan tetap konsisten adalah ciri klasik dari overreaching atau overtraining.

Menurut National Academy of Sports Medicine (NASM), overtraining bisa menurunkan efisiensi metabolik dan mengganggu keseimbangan elektrolit tubuh, sehingga performa fisik pun terhambat. Akibatnya, kita merasa frustrasi karena hasil tak sesuai usaha, dan malah semakin menambah porsi latihan tanpa hasil.

Langkah bijak yang bisa kita ambil adalah evaluasi volume latihan kita dan beri waktu tubuh untuk pulih. Performa butuh konsistensi, bukan pemaksaan.

5. Yang paling berbahaya adalah menurunnya imunitas tubuh hingga sering sakit

Ilustrasi sosok wanita yang mengalami sakit dan penurunan imunitas ketika overtraining (pexels.com/Jonathan Borba)
Ilustrasi sosok wanita yang mengalami sakit dan penurunan imunitas ketika overtraining (pexels.com/Jonathan Borba)

Olahraga yang sehat sejatinya mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Namun, ketika kita memaksakan olahraga tanpa cukup pemulihan, tubuh malah jadi rentan terhadap infeksi. Sistem imun yang drop bisa ditandai dengan sering kita mengalami flu, batuk, atau sariawan walau pola makan kita sehat.

Studi dari European Journal of Sport Science (2011) menyebutkan bahwa latihan intens tanpa istirahat cukup bisa menyebabkan penurunan imunoglobulin A, komponen utama pertahanan tubuh di saluran pernapasan. Ini menjelaskan kenapa pelari maraton atau penggiat HIIT yang overtraining sering mengalami gejala flu ringan setelah latihan.

Jika kita mulai merasa gampang sakit meski merasa “fit”, itu bisa jadi peringatan untuk rehat sejenak yang berasal sistem imun kita.

Olahraga memang butuh disiplin, tapi juga keseimbangan. Tubuh punya cara berbicara—lewat rasa lelah, sakit, atau suasana hati. Jika kita mengabaikannya demi pencapaian cepat, justru hasilnya bisa berbalik, yakni performa menurun, mental terganggu, hingga sakit berkepanjangan.

Ingatlah bahwa progres bukan hanya soal keringat, tapi juga soal jeda. Luangkan waktu untuk pulih, tidur cukup, dan berikan ruang bagi tubuh untuk tumbuh dengan bijak. Karena dalam kebugaran, yang paling penting bukan seberapa cepat kamu berlari, tapi seberapa lama kamu bisa bertahan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nabila Inaya
EditorNabila Inaya
Follow Us