7 Dampak Alkohol bagi Kulit, Sebabkan Berbagai Kerusakan

- Konsumsi alkohol memiliki dampak pada seluruh tubuh, begitu juga pada kesehatan kulit.
- Dampak alkohol pada kulit bisa dirasakan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
- Alkohol melemahkan sistem kekebalan tubuh, memicu infeksi bakteri dan jamur, serta memperburuk efek sinar ultraviolet pada kulit di antara masalah lainnya.
Konsumsi alkohol memiliki dampak pada seluruh tubuh, begitu juga pada kesehatan kulit. Dampak alkohol pada kulit bisa dirasakan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Beberapa perubahan bisa bersifat jinak, seperti kulit kering atau kemerahan. Namun, penggunaan alkohol dalam waktu lama dapat memperburuk kondisi kulit yang mendasarinya hingga mempercepat penuaan.
Di sini, kita akan membahas beberapa efek jangka pendek dan jangka panjang dari minum alkohol pada kesehatan kulit.
1. Peningkatan risiko infeksi kulit
Infeksi bakteri dan jamur lebih mungkin terjadi pada individu yang mengonsumsi alkohol secara berlebihan.
Alasannya, alkohol melemahkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan kemampuan tubuh menyerap nutrisi.
Seseorang juga lebih mungkin terluka saat minum alkohol. Luka ini selanjutnya dapat dimasuki bakteri dan jamur yang menyebabkan infeksi kulit.
2. Caput medusae

Alkohol memicu sirosis. Ini selanjutnya memicu tekanan tinggi di sistem vena di tempat lain di tubuh, termasuk vena di sekitar umbilikus atau pusar.
Saat urat-urat ini melebar, penampilannya disamakan dengan caput medusae atau kepala Medusa. Ini mengacu pada mitologi Yunani ketika seorang perempuan dikutuk dan rambutnya berubah menjadi ular.
3. Lingkaran hitam di bawah mata
Alkohol mungkin membuatmu mengantuk dan tertidur lebih cepat, tetapi ini sebenarnya tidak baik. Ini merusak ritme tidur normal dan dapat membuatmu gelisah sepanjang malam.
Itu sering menyebabkan lingkaran hitam di bawah mata. Kompres dingin pun tidak membantu. Solusi terbaik untuk masalah ini adalah tidur malam yang nyenyak setidaknya 7 jam semalam.
4. Peningkatan risiko kanker kulit

Alkohol melemahkan sistem kekebalan tubuh. Ini selanjutnya menurunkan pertahanan alami tubuh terhadap penyakit.
Penelitian menunjukkan bahwa meminum alkohol dapat memperburuk efek sinar ultraviolet pada kulit. Ini menyebabkan lebih banyak kerusakan daripada biasanya.
5. Dehidrasi
Alkohol bersifat diuretik. Artinya, mendorong tubuh memproduksi dan mengeluarkan lebih banyak urine. Akibatnya, tubuh kehilangan lebih banyak air dan garam dari biasanya.
Dehidrasi memengaruhi berbagai bagian tubuh, termasuk kulit. Efek dehidrasi pada kulit bisa meliputi:
- Kulit kering.
- Mata cekung.
- Berkurangnya elastisitas kulit.
- Bibir kering.
6. Lebih sensitif terhadap paparan matahari

Sebagian orang sangat sensitif terhadap paparan sinar matahari. Sinar matahari memicu rasa terbakar, melepuh, dan nyeri yang ekstrem. Masalah ini biasanya diturunkan dalam keluarga, tetapi konsumsi alkohol juga bisa memicunya.
Kulit mungkin jadi mudah terluka, gatal, dan memerah saat berada di bawah sinar matahari.
Gejala dapat dikurangi dengan berhenti minum alkohol dan menghindari paparan sinar matahari langsung.
7. Psoriasis
Konsumsi alkohol secara teratur dapat memicu psoriasis, yaitu suatu kondisi saat sel-sel kulit menumpuk dan membuat bercak kering dan gatal. Alkohol juga bisa memperburuk kondisi yang sudah ada, terutama pada laki-laki.
Alkohol juga tidak cocok dengan perawatan psoriasis. Alkohol dapat mempersulit kinerja obat psoriasis, bahkan bisa berbahaya jika bercampur dengan beberapa obat.
Konsumsi alkohol dalam jangka pendek maupun panjang berdampak buruk bagi kesehatan kulit. Jadi, jika kamu sedang dalam program perbaikan kulit, hindarilah alkohol sepenuhnya.
Referensi
Medical News Today. Diakses pada Juli 2024. What are the short and long-term effects of alcohol on the skin?
DermNet. Diakses pada Juli 2024. Cutaneous adverse effects of alcohol.
WebMD. Diakses pada Juli 2024. How Drinking Alcohol Affects Your Skin.
Brand, Rhonda M., John Mark Stottlemyer, dkk. “Ethanol consumption synergistically increases ultraviolet radiation induced skin damage and immune dysfunction.” Journal of Dermatological Science 101, no. 1 (1 Januari 2021): 40–48.