Studi: Sering Mimpi Buruk? Bisa Menandakan Demensia, tuh!

Umum terjadi di kalangan paruh baya

Siapa di sini yang tidak pernah mimpi buruk? Menurut Sleep Foundation, jika sebuah mimpi cukup tak menyenangkan hingga membuatmu bangun dari tidur nyenyak, itulah yang namanya "mimpi buruk". Bukan anak-anak, justru sekitar 50–85 orang dewasa (terutama perempuan) dihantui mimpi buruk.

Sementara frekuensi mimpi buruk menurun seiring usia, sebuah penelitian di Korea Selatan pada 2021 justru mengatakan sebaliknya. Mimpi buruk umumnya adalah tanda kurangnya kualitas tidur dan gangguan tidur, faktor-faktor yang bisa dikaitkan dengan demensia.

Jadi, apakah sering mimpi buruk adalah pertanda demensia? Mari simak faktanya berikut ini!

1. Libatkan ribuan partisipan

Studi: Sering Mimpi Buruk? Bisa Menandakan Demensia, tuh!ilustrasi mimpi buruk (sleepfoundation.org)

Seorang peneliti dari University of Birmingham, Inggris, Dr. Abidemi I. Otaiku, pernah melakukan penelitian pada 2021 mengenai hubungan penyakit Parkinson, mimpi buruk, dan penurunan kognitif. Hasilnya, Abidemi menemukan bahwa pasien penyakit Parkinson yang sering mimpi buruk berisiko mengalami penurunan kognitif dan fungsi tubuh.

Lalu, bagaimana dengan yang tidak mengalami penyakit Parkinson? Dimuat dalam jurnal eClinicalMedicine pada 24 Juni 2022 lalu, Dr. Abidemi dan tim ingin mencari tahu apakah mimpi buruk juga bisa berdampak sama terhadap partisipan tanpa penyakit Parkinson. Untuk itu, para peneliti merekrut partisipan yang terbagi menjadi:

  • Dewasa: 605 laki-laki dan perempuan berusia 35–64 dari studi Midlife in the United States (MIDUS) dan dipantau selama 9 tahun.
  • Lansia: 2.269 partisipan lansia (lebih dari 64 tahun) dari Study of Osteoporotic Fractures (SOF) dan Osteoporotic Fractures in Men Study (MrOS) dan dipantau selama 5 tahun.

Seluruh partisipan mengikuti tes kognitif dan mengisi kuesioner mengenai kualitas tidur dan mimpi buruk. Setelah periode pemantauan selesai, para partisipan juga menjalani lebih banyak tes kognitif untuk menguji memori kerja, kinerja mengingat, daya pikir, kecepatan memproses informasi, dan kefasihan berbicara.

2. Mimpi buruk tingkatkan risiko demensia

Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa di kalangan partisipan dewasa, mimpi buruk berarti peningkatan risiko perburukan kognitif hingga 4 kali lipat. Lalu, di kalangan lansia, mimpi buruk terkait dengan peningkatan risiko demensia. 

Dalam penelitian bertajuk "Distressing Dreams, Cognitive Decline and Risk of Dementia" tersebut, para peneliti mencatat bahwa mereka yang mengalami mimpi buruk dalam frekuensi mingguan dua kali lebih berisiko terdiagnosis demensia, dibanding mereka yang tak mengalami mimpi buruk sama sekali.

Terlepas dari penjelasan Sleep Foundation bahwa perempuan lebih umum mengalami mimpi buruk, ternyata penelitian ini menunjukkan sebaliknya. Laki-laki lebih berisiko mengalami mimpi buruk, dan laki-laki lansia yang mengalami mimpi buruk mingguan lima kali lebih berisiko terdiagnosis demensia, sementara perempuan hanya 41 persen.

"Untuk pertama kalinya, kami menunjukkan bahwa mimpi buruk berkaitan dengan risiko demensia dan penurunan kognitif pada populasi umum yang berisi orang dewasa sehat," kata Dr. Abidemi dalam pernyataan resmi.

Baca Juga: Tidur Tanpa Mimpi? Ini Penjelasan Ilmiahnya!

3. Mengapa mimpi buruk bisa menjadi pertanda demensia?

Studi: Sering Mimpi Buruk? Bisa Menandakan Demensia, tuh!ilustrasi mimpi buruk (pixabay.com/kellepics)

Bukan insomnia atau apnea tidur, studi ini lebih berfokus kepada mimpi buruk, dan minim studi mengenai hal ini. Menariknya, mimpi buruk juga sebenarnya sama destruktifnya dengan insomnia dan apnea tidur karena bisa membuat seseorang terbangun dan terjaga.

Dilansir Medical News Today, fase tidur nyenyak dibutuhkan untuk mengistirahatkan dan memulihkan, bukan hanya tubuh, melainkan juga otak. Saat tidur nyenyak, sistem limfatik aktif dan membersihkan otak, sehingga menghambat penurunan kognitif. Oleh karena itu, jika tidur tak nyenyak, maka otak yang juga terkena dampaknya.

4. Masih perlu diteliti lebih lanjut

Studi ini memiliki beberapa kekurangan. Pertama, kuesioner yang digunakan dalam studi ini tak membedakan antara mimpi tak menyenangkan (mimpi yang tak membangunkan) dan mimpi buruk (mimpi yang membangunkan). Jadi, masih belum jelas antara mimpi tak menyenangkan atau mimpi buruk yang bisa menyebabkan demensia.

Sementara studi ini melibatkan populasi partisipan yang cukup besar, mayoritas partisipan berkulit putih, sehingga temuan tidak bisa dipukulratakan ke populasi lainnya. Selain itu, penelitian ini mengandalkan pelaporan mandiri, sehingga terdapat risiko bias dan ketidaktelitian dalam pelaporan data serta memengaruhi temuan.

Studi: Sering Mimpi Buruk? Bisa Menandakan Demensia, tuh!ilustrasi tidur dan mimpi buruk (pexels.com/John-Mark Smith)

Meski begitu, Dr. Abidemi mengatakan bahwa temuan penelitiannya dan tim amat penting karena begitu sedikitnya indikator demensia yang bisa terlihat dari usia paruh baya. Penelitian ini menunjukkan bahwa mimpi buruk bisa jadi salah satu indikator tersebut.

Selanjutnya, Dr. Abidemi dan tim ingin mencari tahu efek mimpi buruk terhadap demensia di kalangan usia muda (apakah mereka ingat mimpi buruk tersebut dan seberapa jelas?). Dengan elektroensefalografi (EEG) dan pencitraan resonansi magnetik (MRI), para peneliti juga ingin menelusuri penyebab mimpi buruk di kelompok sehat dan pasien demensia.

"Sementara masih banyak yang harus dilakukan untuk mengonfirmasi hubungan ini, kami yakin mimpi buruk bisa mengidentifikasi mereka yang rentan mengalami demensia, dan jadi strategi untuk memperlambat munculnya gejala," tandas Dr. Abidemi.

Baca Juga: Kontrol Mimpi Semaumu, 5 Teknik Ampuh untuk Melakukan Lucid Dream

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya