Hipertensi pada Ibu Hamil: Penyebab, Gejala, dan Penanganannya

Perlu mendapatkan perawatan segera

Hipertensi pada ibu hamil dapat memicu masalah kesehatan risiko pada ibu dan janin. Bukan hanya itu, kondisi ini juga dapat memengaruhi kondisi kesehatan selama dan setelah melahirkan. Untungnya, tekanan darah tinggi selama kehamilan bisa dicegah dan diobati. 

Untuk itu, perlu segera diketahui penyebabnya guna menentukan penanganan yang tepat sesuai kondisi pasien. Kenali gejala hipertensi yang mungkin muncul pada ibu hamil, lengkap dengan pemicu, dan alternatif penanganannya pada uraian di bawah ini. 

Hipertensi pada ibu hamil

Istilah hipertensi merujuk pada tekanan darah yang lebih tinggi atau sama dengan 140/90. Kondisi ini juga dikenal sebagai 'darah tinggi'. Pada ibu hamil, hipertensi umumnya terjadi selama paruh kedua kehamilan atau sekitar 20 minggu usia kanduangan, melansir Cleveland Clinic.

Sumber yang sama mengungkapkan bahwa kondisi ini terjadi pada 6—8 persen kehamilan. Hipertensi pada ibu hamil juga jamak disebut sebagai hipertensi gestasional atau darah tinggi akibat kehamilan. 

Tekanan darah merupakan pengukuran kekuatan darah yang mendorong dinding pembuluh darah. Hipertensi menunjukkan bahwa tekanan terhadap dinding pembuluh darah sedang berada di atas batas normal. 

Kondisi ini dapat memengaruhi tubuh perempuan secara berbeda ketika sedang hamil. Hipertensi membuat jantung harus bekerja lebih keras untuk memasok darah ke ibu dan janin. Jika tidak terpenuhi, akan menimbulkan gangguan pada perkembangan dan fungsi plasenta sehingga janin tidak mendapat nutrisi normal.

Bentuk tekanan darah tinggi selama kehamilan

Hipertensi pada Ibu Hamil: Penyebab, Gejala, dan Penanganannyailustrasi hamil (pixabay.com/Marncom)

Medlineplus mencatat pengelompokan tekanan darah tinggi pada ibu hamil yang dibagi menjadi tiga, yakni:

  • Hipertensi gestasional

Disebutkan sebelumnya bahwa kondisi ini merupakan tekanan darah tinggi saat hamil. Biasanya kondisi ini mulai muncul saat memasuki masa kehamilan 20 minggu. Namun, umumnya tidak memunculkan gejala dan hilang 12 minggu setelah melahirkan. 

Meski demikian, jenis tekanan darah tinggi ini dapat menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah. Selain itu, juga ada risiko kelahiran prematur. Hipertensi gestasional yang tidak mendapat perawatan dapat berkembang menjadi preeklampsia. 

  • Hipertensi kronis

Hipertensi kronis merupakan tekanan darah tinggi yang dimulai sebelum minggu ke-20 kehamilan, bahkan sebelum perempuan hamil. Meski demikian, kondisi ini mungkin tidak terdeteksi sampai seseorang mengandung.

Untuk mendeteksi kondisi ini, medis akan memeriksa sampai tekanan darah pada kunjungan prenatal. Terkadang hipertensi kronis juga dapat menyebabkan preeklampsia.

  • Preeklampsia

Ini merupakan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba setelah minggu ke-20 kehamilan. Sebagian besar terjadi pada trimester terakhir. Dalam kasus yang jarang terjadi, gejala mungkin baru muncul setelah melahirkan atau disebut preeklampsia pascapersalinan.

Preeklampsia dapat diikuti dengan gangguan bahkan kerusakan pada beberapa organ, seperti hati atau ginjal. Tanda-tandanya mungkin termasuk protein dalam urine dan tekanan darah yang sangat tinggi. 

Baca Juga: 5 Manfaat Jantung Pisang untuk Ibu Hamil, Enak dan Sehat

Penyebab hipertensi pada ibu hamil

Tidak diketahui pasti terkait penyebab darah tinggi pada ibu hamil. Meski demikian, beberapa individu mungkin lebih berisiko daripada yang lain. Kamu lebih mungkin mengalami tekanan darah tinggi selama kehamilan apabila:

  • Berusia di bawah 20 tahun atau di atas usia 40 tahun
  • Pernah mengalami hipertensi gestasional atau preeklampsia selama kehamilan sebelumnya
  • Memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi gestasional
  • Menderita diabetes atau diabetes gestasional
  • Memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti lupus
  • Memiliki penyakit ginjal
  • Mendapatkan kehamilan lebih dari satu, kembar maupun kembar tiga atau lebih.

Tanda-tanda darah tinggi saat hamil

Hipertensi pada Ibu Hamil: Penyebab, Gejala, dan Penanganannyailustrasi hamil (pexels.com/@wildlittlethingsphoto)

Sayangnya, tekanan darah tinggi saat kehamilan sering kali tidak menunjukkan gejala. Oleh sebab itu, masalah kesehatan ini sering disebut sebagai 'the silent killer'. Beberapa gejala yang mungkin muncul tanpa disadari:

  • Pembengkakan (edema)
  • Sakit kepala
  • Kenaikan berat badan secara tiba-tiba
  • Perubahan dalam penglihatan
  • Mual atau muntah
  • Kencing hanya sedikit pada satu waktu
  • Nyeri di perut.

Pengobatan darah tinggi pada ibu hamil

Tekanan darah tinggi saat hamil harus segera mendapat penanganan. Dokter akan memberikan perawatan dengan beberapa cara, tergantung pada tingkat keparahan dan usia kehamilan.

Mulanya, penyedia kesehatan akan mengukur dan terus memantau tekanan darah selama kehamilan. Dokter juga akan memeriksa gejala lain yang menunjukkan hipertensi. Termasuk pengujian urine untuk memastikan preeklampsia. 

Selain itu, tim medis juga akan melakukan beberapa tes, meliputi:

  • USG
  • Tes nonstres
  • Profil biofisik 
  • USG Doppler atau jenis USG yang mengukur aliran darah
  • Menghitung gerakan janin atau menghitung tendangan

Jika penyedia layanan kesehatan mendapati gejala janin akan lahir lebih awal, pasien mungkin diberikan steroid untuk membantu mematangkan organ paru-paru janin. Dengan demikian, bayi terhindar dari masalah pernapasan saat lahir. 

Di luar pemeriksaan tersebut, pasien dapat mengusahakan beberapa hal berikut agar meningkatkan peluang persalinan yang aman dan sehat:

  • Minum obat yang sudah diresepkan
  • Memeriksa tekanan darah mandiri secara rutin di rumah
  • Memenuhi semua jadwal temu pemeriksaan prenatal
  • Menjaga pola makan dan mengurangi konsumsi garam
  • Mengikuti instruksi penyedia layanan kesehatan tentang aktivitas dan olahraga. 

Istirahat cukup merupakan salah satu perawatan untuk mengobati hipertensi pada ibu hamil. Meski demikian, imbangi pula dengan olahraga ringan beberapa kali seminggu agar tubuh tetap bugar.

Hipertensi pada ibu hamil umumnya mereda atau hilang setelah bayi lahir. Meski demikian, tetap ada risiko tekanan darah tinggi dan penyakit jantung pada ibu di masa mendatang. Pastikan tetap mendapatkan pengobatan pascapersalinan. 

Baca Juga: 7 Buah Penambah Darah untuk Ibu Hamil, Bisa Cegah Anemia

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana

Berita Terkini Lainnya