Menopause Bukan Akhir dari Hidup Perempuan

Saat ini Indonesia sudah masuk sebagai negara menua (aging country), yang sebagian di antaranya tentulah perempuan. Hal ini ditunjukan dengan peningkatan populasi penduduk lansia setiap tahunnya.
Pada 2010, penduduk lansia mengalami peningkatan sebesar 18 juta jiwa (7,56 persen). Pada 2019 meningkat menjadi 25,9 juta jiwa (9,7 persen). Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat menjadi 48,2 juta jiwa (15,77 persen) pada 2035.
Lansia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, dan pada usia ini umumnya perempuan telah melewati masa menopause. Menopause adalah suatu titik waktu 12 bulan setelah menstruasi terakhir perempuan.
Perubahan hormon pada tubuh perempuan saat menopause dapat menurunkan kualitas hidup, baik secara fisik maupun mental. Tak jarang perempuan merasa hidupnya telah “berakhir” jika sudah mengalaminya.
Eugenia Communications menghadirkan program High Tea Talks by Eugenia Communications yang berkolaborasi dengan Klinik Health 360 guna mengedukasi pentingnya mendeteksi gejala-gejala menopause serta mengelola stres, agar perempuan mampu mempersiapkan diri sebelum hingga setelah menopause.
1. Gejala menopause
Dokter Ni Komang Yeni Dhana Sari, SpOG, dokter spesialis obstetri dan ginekologi dari Klinik Health 360 menjelaskan, meski fase ini terjadi secara natural dan terjadi pada semua perempuan, tetapi bukan berarti mereka tidak mengalami kesulitan menghadapinya.
Beberapa gejala sering kali membuat perempuan menopause mengalami kesulitan, kesakitan, ataupun kurangnya percaya diri, seperti:
- Obesitas, yang mana lingkar perut lebih dari 80 sentimeter.
- Siklus menstruasi yang tidak seperti biasa.
- Vagina kering.
- Semburan panas (hot flash).
- Demam.
- Keringat pada malam hari dan gangguan tidur.
- Perubahan metabolisme.
- Rambut rontok.
- Payudara mengendur.
- Tekanan darah meningkat.
- Kolesterol dan gula darah meningkat.
- Terganggunya kondisi mental.
Gejala-gejala tersebut bahkan bisa terjadi beberapa tahun sebelum menopause dan terus berlanjut, bahkan setelah menstruasi berhenti.
"Setiap perempuan biasanya menghadapi risiko unik berdasarkan genetika dan faktor lainnya. Sehingga, sangat penting bagi perempuan untuk memahami cara melindungi diri dari meningkatnya risiko kesehatan lain setelah menopause," kata dr. Yeni dalam keterangan tertulis.
2. Penyakit yang mengintai

Selain perubahan bentuk tubuh dan gangguan kesehatan umum, penurunan hormon estrogen selama masa tersebut dapat meningkatkan risiko beberapa penyakit.
Potensi bahaya terbesar setelah menopause adalah penyakit jantung. Alasan utamanya karena salah satu tugas estrogen adalah membantu menjaga pembuluh darah tetap fleksibel, sehingga berkontraksi dan melebar untuk mengakomodasi aliran darah. Namun, fungsi tersebut menurun begitu kadar estrogen berkurang saat menopause.
Selain penyakit jantung, beberapa gangguan kesehatan yang risiko meningkat saat menopause di antaranya:
- Osteoporosis: Sebelum menopause, tulang perempuan dilindungi oleh estrogen sehingga fungsi ini akan hilang setelah menopause.
- Obesitas: Menopause menyebabkan tubuh bertambah gemuk dan kehilangan
massa jaringan tanpa lemak. - Infeksi saluran kemih (ISK): Vagina yang makin kering dan tipis menyebabkan bakteri lebih mudah berkembang.
- Inkontinensia urine: Lapisan estrogen yang hilang pada lapisan kandung kemih membuat otot vagina mengendur.
Perubahan hormon menyebabkan gejala-gejala yang mengganggu produktivitas dan
dapat menurunkan kualitas hidup.
Perubahan biologis terjadi akibat perubahan hormonal yang ditandai dengan peningkatan FSH dan LH, serta penurunan estrogen dan progesteron, menurut Dr. dr. Natalia Widiasih Raharjanti, SpKJ(K), MPd.Ked, spesialis kedokteran jiwa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Jadi ada baiknya perempuan serta orang-orang di sekitarnya tidak meremehkan menopause, karena jika tidak ditangani dengan tepat bisa membahayakan perempuan.
3. Terapi untuk menopause
Jika mengalami gejala dan efek yang berat sebelum, saat, dan setelah menopause, ada terapi yang bisa dilakukan, di antaranya:
- Terapi hormon: Terapi estrogen bisa jadi pilihan pengobatan paling efektif untuk meredakan hot flash serta memperbaiki beberapa fungsi tubuh. Penelitian membuktikan bahwa pengobatan hormon relatif aman bila diberikan melalui kulit, selaput lendir, atau vagina.
- Terapi vaginal estrogen: Untuk mengatasi vagina kering.
- Terapi antidepresan dosis rendah: Contohnya obat gabapentin, clonidine, fezolitenant, dan pengobatan yang berkaitan langsung dengan gejala yang muncul.
Terapi hormon merupakan pengobatan utama untuk menopause. Namun, sebelum mendapatkannya perempuan perlu melakukan skrining terlebih dulu, terutama untuk mengetahui apakah ada potensi kanker atau tidak.
4. Meminimalkan risiko

Risiko perubahan tubuh dan timbulnya penyakit akibat menopause harus tetap diwaspadai. Berikut ini langkah-langkah pencegahan yang bisa dilakukan:
- Membiasakan hidup sehat seperti olahraga teratur. Rekomendasinya adalah olahraga sebanyak 3x50 menit per minggu (total bergerak 150 menit per minggu).
- Mengonsumsi makanan bernutrisi sehat dan gizi seimbang.
- Menghilangkan kebiasaan seperti merokok dan minum minuman beralkohol.
Sebelum memutuskan untuk menjalani pengobatan apa pun, perempuan harus tahu bahwa risiko perubahan tubuh dan risiko timbulnya penyakit akibat menopause harus dicegah terlebih dahulu dengan kebiasaan hidup sehat.
5. Faktor gangguan psikologis
Perempuan menopause juga bisa mengalami gangguan psikologis akibat perubahan neurohormonal serta adanya gejala fisik. Beberapa faktor yang memengaruhi kemunculan gangguan psikologis meliputi:
- Adanya riwayat gangguan psikologis sebelumnya.
- Status sosioekonomi.
- Berbagai peristiwa hidup.
- Merokok.
- Sikap dan pandangan terhadap menopause.
Perempuan menopause dapat mengalami gejala-gejala yang sudah disebutkan sebelumnya, yang berpotensi menyebabkan distres akibat perubahan persepsi terhadap tubuh yang mengikuti proses penuaan.
Pada aspek kognitif, estrogen memiliki sifat neuroprotektif melalui berbagai mekanisme, seperti mengatur tumbuhnya sel saraf dan mencegah kematian sel.
Penurunan kadar estrogen akan menyebabkan penurunan pengaruh neuroprotektif sehingga terjadi kematian sel saraf di otak yang lebih sering dan lebih banyak. Hal ini akan menimbulkan penurunan performa ingatan dan kesulitan dalam berkomunikasi. Gangguan kognitif ini berpotensi menimbulkan distres.
Terdapat juga perubahan sosial yang terjadi pada perempuan menopause, di antaranya:
- Munculnya fenomena empty nest syndrome, yaitu anak yang sudah tidak tinggal bersama orang tua.
- Stabilitas finansial dan pekerjaan.
- Tingkat pendidikan.
- Tingkat kemandirian dan keinginan untuk mandiri.
- Kekerasan terhadap orang tua.
- Perubahan gairah seksual.
- Kesendirian dan perasaan sendiri.
- Tuntutan masyarakat terhadap perempuan.
Berbagai kondisi ini dapat diinternalisasi dan memicu timbulnya insecurity. Perasaan ini akan menimbulkan negative body image yaitu perasaan negatif terhadap kondisi dirinya saat ini.
6. Masih adanya stigma negatif

Mempersiapkan diri terhadap menopause sangat penting karena ada berbagai permasalahan yang kerap terjadi. Sebagian besar masyararakat masih memberikan stigma negatif kepada perempuan menopause.
Selain itu, pasangan sering kali kurang teredukasi mengenai kondisi ini, sehingga perempuan kerap kurang mendapat dukungan serta merasa tidak dimengerti oleh pasangan maupun keluarga. Mereka juga kerap memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Kondisi ini berpotensi memicu gangguan psikologis, kasus perceraian, maupun masalah dalam keluarga. Persiapan diri serta lingkungan menjadi hal yang penting dalam mengelola stres yang terjadi saat menopause maupun pascamenopause.
- Perempuan perlu menyadari bahwa menopause adalah fase yang dialami oleh hampir setiap perempuan, sehingga dalam menjalani fase ini, mereka tidak sendiri.
- Perempuan juga perlu menyadari bahwa ada orang-orang terdekat yang memberi dukungan.
- Mereka juga perlu mengenali dan menyayangi diri sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangan. Jika ingin mengubah, perempuan dapat membuat target yang dapat dicapai dan sesuai dengan kapasitas.
- Perempuan dapat mencari bantuan tenaga kesehatan profesional seperti psikolog maupun psikiater jika terdapat kesulitan dalam menjalani fase tersebut.
Lingkungan sosial penting dalam mendukung perempuan menjalani fase menopause menjadi lebih menyenangkan. Couple therapy akan sangat membantu bagi pasangan-pasangan yang perlu untuk dibina dalam membangun komunikasi dan pemahaman antarpasangan agar tercipta hubungan yang harmonis dalam menjalani menopause. Penting untuk melakukan terapi pada perempuan menopause secara holistik.