Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

70 Persen Pasien Kanker Kolorektal Datang pada Stadium 3 atau 4

ilustrasi sel kanker (wikimedia.org/Dr. Cecil Fox)
ilustrasi sel kanker (wikimedia.org/Dr. Cecil Fox)

Kanker kolorektal atau kanker usus besar adalah jenis kanker paling umum ketiga di dunia pada tahun 2018. Selain itu, kanker kolorektal menyebabkan 880.792 kematian secara global pada tahun yang sama.

Sayangnya, masih banyak orang yang belum memahami kanker kolorektal sepenuhnya. Kurangnya edukasi mengenai penyebab dan gejala membuat mayoritas pasien kanker kolorektal baru terdiagnosis pada stadium 3 atau 4.

Atas dasar itu, MSD Indonesia dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mengadakan webinar dengan tema "Berteman dengan Kanker Kolorektal: Kenali dan Pahami" pada Rabu (12/4/2023).

Dua pembicara utama dalam acara ini adalah Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, Sp.PD-KHOM, FINASIM, FACP, Ketua Umum YKI Pusat, dan dr. Siti Annisa Nuhonni, SpKFR (K), dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi medik. Berikut rangkumannya!

1. Mengenal kanker kolorektal lebih dekat

Kanker kolorektal didefinisikan sebagai pertumbuhan sel yang tidak terkontrol di kolon atau rektum. Kolon atau usus besar adalah tabung berotot dengan panjang sekitar 152,4 cm yang berfungsi untuk menyerap air dan garam dari makanan. Sementara itu, rektum adalah bagian akhir kolon, tempat feses atau kotoran disimpan sebelum dikeluarkan dari tubuh.

"Kanker kolorektal adalah kanker yang tidak banyak dibahas tapi angkanya sebenarnya sangat tinggi. Angka kanker kolorektal di Indonesia hampir sama dengan negara maju karena berkurangnya konsumsi rempah-rempah dan serat," ungkap Prof. Aru.

Risiko kanker kolorektal sedikit lebih tinggi pada laki-laki (4,4 persen) daripada perempuan (4,1 persen). Selain itu, rata-rata laki-laki terdiagnosis kanker kolorektal lebih awal, yaitu pada usia 68 tahun. Sementara, rata-rata perempuan terdiagnosis di usia 72 tahun.

2. Faktor risiko dibagi menjadi dua, yaitu yang dapat dikendalikan dan yang tidak

ilustrasi membakar daging di atas arang (pixabay.com/sumuchien)
ilustrasi membakar daging di atas arang (pixabay.com/sumuchien)

Faktor risiko kanker kolorektal dibagi menjadi dua, yaitu yang dapat dikendalikan (modifiable risk factors) dan tidak dapat dikendalikan (non-modifiable risk factors). Yang dapat dikontrol adalah:

  • Konsumsi daging merah atau daging olahan, apalagi yang dimasak dengan suhu tinggi dengan cara digoreng atau dibakar.
  • Merokok dalam jangka waktu yang lama.
  • Kelebihan berat badan dan obesitas.
  • Tidak aktif secara fisik atau kurang bergerak.
  • Sering minum minuman beralkohol.

Di sisi lain, yang tidak dapat dikontrol adalah:

  • Usia, karena risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.
  • Memiliki kondisi medis tertentu seperti radang usus atau inflammatory bowel disease (IBD), diabetes tipe 2, dan polip kolon (apalagi jika ukurannya besar dan jumlahnya banyak).
  • Memiliki keluarga dengan riwayat kanker usus besar dan polip adenomatosa.

3. Gejala yang patut diwaspadai

Pada stadium awal, sering kali kanker kolorektal tidak menunjukkan gejala. Bisa juga muncul gejala, tetapi terkadang salah didiagnosis sebagai ambeien atau wasir karena mengeluarkan darah saat buang air besar (BAB).

Gejala lainnya adalah:

  • Perubahan pola BAB, misalnya hari ini diare, tetapi besoknya malah sembelit.
  • Kram atau sakit perut.
  • Merasa lelah atau lemah.
  • Terjadi penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan.

4. Kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, 70 persen pasien kanker kolorektal datang pada stadium 3 atau 4. Dalam kondisi seperti ini, kanker sudah tidak bisa diobati secara lokal (dengan pembedahan, ablasi, embolisasi, atau terapi radiasi).

Ketika sudah bermetastasis (sel kanker menyebar ke jaringan atau organ lain), maka diperlukan terapi sistemik, yang diberikan secara oral atau intravena (dimasukkan ke pembuluh darah). Contoh terapi sistemik adalah kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi.

5. Disarankan melakukan skrining sejak usia 45 tahun

ilustrasi perempuan paruh baya berkonsultasi dengan dokter (pexels.com/MART PRODUCTION)
ilustrasi perempuan paruh baya berkonsultasi dengan dokter (pexels.com/MART PRODUCTION)

Dengan skrining rutin, sebagian besar polip (gumpalan kecil sel yang terbentuk di lapisan usus besar) bisa ditemukan dan diangkat sebelum berubah menjadi kanker. Skrining bisa dilakukan sejak usia 45 tahun.

Salah satu jenis skrining yang umum dilakukan adalah kolonoskopi, yaitu memasukkan selang yang panjang, tipis, fleksibel, dan terang untuk memeriksa apakah ada polip atau kanker di usus besar dan rektum. Prosedur ini diulang setiap 10 tahun sekali.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nena Zakiah
Nuruliar F
Nena Zakiah
EditorNena Zakiah
Follow Us