Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Etilen Oksida Dapat Menyebabkan Kanker?

ilustrasi kanker (pexels.com/Anna Tarazevich)
ilustrasi kanker (pexels.com/Anna Tarazevich)
Intinya sih...
  • Etilen oksida digunakan dalam produksi berbagai produk sehari-hari dan alat medis.
  • Paparan etilen oksida dapat menyebabkan iritasi saluran pernapasan dan risiko kanker tertentu.
  • Limfoma dan leukemia adalah jenis kanker yang paling sering dilaporkan berhubungan dengan paparan etilen oksida di lingkungan kerja. Ada juga laporan tentang kanker lainnya.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pertanyaan apakah etilen oksida (EtO) dapat menyebabkan kanker bukan cuma dibicarakan di dunia industri kimia, tetapi juga menyangkut kesehatan masyarakat luas. Pasalnya, senyawa ini banyak digunakan sebagai bahan antara dalam produksi berbagai produk sehari-hari, mulai dari detergen, busa poliuretan, hingga alat medis yang disterilkan.

Namun, di balik manfaatnya, penelitian menunjukkan bahwa paparan etilen oksida dalam jangka panjang dapat menimbulkan risiko serius, termasuk potensi memicu kanker tertentu. Fakta ini membuat etilen oksida menjadi salah satu bahan kimia yang mendapat perhatian khusus dari otoritas kesehatan global.

Apa itu etilen oksida, penggunaannya, serta sumber dan potensi paparan

Etilen oksida (EtO) diproduksi dalam jumlah besar di dunia.

Zat ini umumnya digunakan sebagai bahan perantara kimia dalam proses pembuatan etilen glikol (antibeku), tekstil, detergen, busa poliuretan, pelarut, obat-obatan, perekat, serta berbagai produk industri lainnya.

Dalam jumlah yang lebih kecil, etilen oksida juga dimanfaatkan sebagai fumigan, sterilan pada bahan pangan tertentu (seperti rempah-rempah) dan produk kosmetik, serta untuk sterilisasi peralatan bedah di rumah sakit maupun perangkat plastik yang tidak dapat disterilkan dengan uap panas.

Namun, di balik kegunaannya, etilen oksida menyimpan sejumlah risiko yang tidak bisa diabaikan. Zat ini bersifat mudah terbakar dan sangat reaktif, sehingga penanganannya butuh perhatian ekstra. Dari sisi kesehatan, paparan etilen oksida dalam jangka pendek dapat menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan dan bahkan melukai jaringan paru. Gejalanya bisa berupa sakit kepala, mual, muntah, diare, sesak napas, hingga kulit membiru karena kekurangan oksigen (sianosis).

Risiko makin serius jika paparan terjadi dalam jangka panjang. Berbagai penelitian menunjukkan keterkaitan etilen oksida dengan kanker, gangguan pada sistem reproduksi, perubahan genetik (mutagenik), kerusakan saraf, hingga reaksi sensitisasi yang membuat tubuh lebih rentan terhadap alergen.

Jadi, walaupun etilen oksidapunya peran penting dalam sektor industri dan medis, tetapi dampak kesehatannya membuat zat ini perlu diawasi ketat, terutama jika sampai mencemari bahan pangan atau lingkungan sekitar.

Sumber utama emisi etilen oksida ke udara berasal dari pelepasan yang tidak terkontrol atau pembuangan bersama gas lain di lingkungan industri.

Selain itu, etilen oksida juga dapat terlepas ke udara melalui penggunaannya sebagai sterilan pada peralatan medis maupun dari bahan komoditas yang difumigasi.

Bagi masyarakat umum, paparan etilen oksida bisa terjadi ketika menghirup udara yang sudah tercemar atau melalui kebiasaan merokok, baik sebagai perokok aktif maupun perokok pasif.

Kelompok tertentu memiliki risiko paparan lebih tinggi di lingkungan kerja, seperti pekerja di pabrik produksi atau pengolahan etilen oksida, teknisi sterilisasi, serta pekerja yang terlibat dalam proses fumigasi.

Apakah etilen oksida dapat menyebabkan kanker?

ilustrasi kanker (IDN Times/Novaya Siantita)
ilustrasi kanker (IDN Times/Novaya Siantita)

Limfoma dan leukemia adalah jenis kanker yang paling sering dilaporkan berhubungan dengan paparan etilen oksida di lingkungan kerja. Selain itu, kanker lambung dan kanker payudara juga diduga memiliki kaitan dengan paparan zat ini.

Hasil serupa juga terlihat dalam uji coba pada hewan. Paparan etilen oksida melalui inhalasi terbukti dapat memicu kanker limfoid dan menimbulkan berbagai jenis tumor, termasuk pada otak, paru-paru, jaringan ikat, rahim, dan kelenjar susu.

Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menyimpulkan bahwa etilen oksida bersifat karsinogenik bagi manusia melalui jalur paparan inhalasi. Selain itu, EPA juga menegaskan bahwa bukti ilmiah mendukung adanya mekanisme mutagenik dalam toksisitas etilen oksida, artinya zat ini dapat merusak materi genetik yang berpotensi memicu kanker.

Untuk memperkirakan seberapa besar risiko kanker, EPA menggunakan model matematika berbasis data manusia dan hewan. Dari model tersebut, diperoleh estimasi bahwa jika seseorang menghirup udara yang mengandung etilen oksida dengan konsentrasi rata-rata 2 × 10⁻⁴ mikrogram per meter kubik (µg/m³) atau 1 × 10⁻⁴ ppb sepanjang hidupnya, maka risiko tambahan terkena kanker tidak lebih dari satu banding sejuta.

Namun, jika konsentrasi meningkat menjadi 2 × 10⁻³ µg/m³ (1 × 10⁻³ ppb), risiko tambahan naik menjadi tidak lebih dari satu banding seratus ribu. Pada konsentrasi lebih tinggi, yakni 2 × 10⁻² µg/m³ (1 × 10⁻² ppb), risiko tambahan berkembang menjadi tidak lebih dari satu banding sepuluh ribu.

Data ini menegaskan bahwa sekalipun risikonya bersifat teoretis, tetapi paparan jangka panjang terhadap etilen oksida, meski dalam jumlah sangat kecil, tetap menambah risiko seseorang terkena kanker.

Referensi

"Ethylene Oxide (PDF)." United States Environmental Protection Agency (EPA). Diakses September 2025.

"Evaluation of the Inhalation Carcinogenicity of Ethylene Oxide (CASRN 75-21-8) In Support of Summary Information on the Integrated Risk Information System (IRIS) December 2016 (PDF). EPA. Diakses September 2025.

"Toxicological Profile for Ethylene Oxide." Agency for Toxic Substances and Disease Registry. Diakses September 2025.

"Ethylene Oxide." National Cancer Institute. Diakses September 2025.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us

Latest in Health

See More

Efek Paparan Suara Bising pada Kesehatan Mental

13 Sep 2025, 06:43 WIBHealth