Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

IDI Dorong Pemerintah Buat Regulasi Terkait Resistensi Antibiotik

ilustrasi antibiotik (pixabay.com/Sookyung An)
Intinya sih...
  • Resistensi antibiotik bisa merenggut 10 juta jiwa per tahun pada 2050 jika tidak ditangani dengan baik.
  • Pemerintah perlu membuat regulasi terkait penggunaan antibiotik untuk mengendalikan resistensi, yang melibatkan berbagai sektor dan pendekatan manajemen institusional.
  • Kolaborasi lembaga kesehatan diperlukan.

Menurut studi, resistensi antibiotik akan menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia pada 2050, merenggut hingga 10 juta jiwa per tahun jika tidak ditangani dengan baik.

Berdasarkan hal tersebut, penting bagi pemerintah untuk membuat regulasi terkait penggunaan antibiotik agar tidak terjadi resistensi yang berkaitan dengan antibiotik. Hal ini dijelaskan dalam media briefing Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dengan topik "Resistensi Antibiotik dan Ketahanan Kesehatan Bangsa" secara virtual, pada Kamis (28/11/2024).

Melibatkan berbagai sektor

Dijelaskan oleh spesialis penyakit dalam konsultan penyakit tropik infeksi, Brigjen TNI Purn Dr. dr. Soroy Lardo, SpPD KPTI FINASIM bahwa Rencana Aksi Nasional Pengendalian Antibiotik ini sudah dimulai dari 2014 yang tercatat di Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) No. 7 tahun 2021.

Rencana Aksi Nasional akan melibatkan berbagai sektor, baik itu Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dalam hal ini pembentukan Komite Pengendalian Resistensi Antibiotik, kemudian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk bidang pengawasan obat, Kementerian Pertanian untuk pengawasan antibiotik di lahan pertanian, serta penggunaan antibiotik pada hewan yang harus ditertibkan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Jadi, ini suatu Rencana Aksi Nasional untuk mengendalikan resistansi antibiotik. Tetapi tidak sesederhana itu, maka strategi tata kelola optimasi resistansi antibiotik itu kalau kami usulkan, ada pendekatan secara manajemen institusional, pendekatan manajemen lapangan, pendekatan manajemen keilmuan dan pendekatan manajemen lingkungan," jelasnya.

Perlu edukasi secara menyeluruh

ilustrasi minum obat (pexels.com/Elsa Olofsson)

IDI akan menggunakan pendekatan manajemen institusional, yakni penguatan fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan regulasi di atas dengan layanan-layanan kesehatan dan tata kelola terpadu. Kemudian, dilakukan juga komunikasi publik terkait dengan dampak resistensi antibiotik.

Masyarakat harus diberikan edukasi bahwa menggunakan antibiotik tanpa resep dokter akan menyebabkan resistensi antibiotik.

Perlu dicatat bahwa ini tidak hanya menjadi tugas petugas kesehatan, tetapi juga individu atau lembaga yang sudah memahami bahaya resistensi antibiotik. Kemudian, juga harus ada pendekatan manajemen keilmuan berupa pendidikan dan pelatihan, baik itu dari tingkat SD, SMP maupun SMA.

Lalu inovasi dan riset, salah satu hal yang diharapkan bisa dikembangkan.

IDI siap berkolaborasi dengan pemerintah

Mengatasi resistensi antibiotik dibutuhkan berbagai kolaborasi dari berbagai lembaga yang dilakukan secara istikamah atau berkelanjutan. IDI memiliki sumber daya yang secara kuantitas cukup banyak, bisa menjadi mitra strategis terkait.

"Kita juga harus melihat bahwa resistensi antibiotik ini perlu pendekatan multidisiplin dan orientasi kepada kebijakan, dengan mengembangkan strategi preventif, menyebarkan informasi yang benar, simulasi di lapangan tentang bagaimana sebenarnya kita menilai risiko awal resistensi antibiotik sampai ke tingkat desa," kata Dr. Soroy

Kesimpulannya, resistensi antibiotik tidak semata hanya soal klinis, tetapi juga kemasyarakatan. Ini menjadi isu global karena masalahnya mencakup tiga aspek, yaitu kuman yang bermutasi, penyakit yang memiliki kerentanan, serta lingkungan yang jadi ruang transmisi.

"IDI punya sumber daya, dokter-dokter yang punya keahlian dalam kebijakan, dalam bidang-bidang klinis juga di bidang infeksi, mungkin bisa menjadi mitra yang nanti ikut serta berkontribusi dalam mengatasi resistensi antibiotik," tambahnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nurulia R F
Misrohatun H
Nurulia R F
EditorNurulia R F
Follow Us