Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Kita Tak Merasakan Sakit saat Mengalami Lonjakan Adrenalin?

Ikut olahraga ekstrem jadi salah satu cara memicu lonjakan adrenalin. (pexels.com/The Duluwa🇳🇵)
Ikut olahraga ekstrem jadi salah satu cara memicu lonjakan adrenalin. (pexels.com/The Duluwa🇳🇵)

Adrenalin atau epinefrin merupakan sebuah hormon yang diproduksi kelenjar adrenal yang ada di ginjal. Semua manusia pasti memiliki dan mengalami hormon ini karena pada hakikatnya, hormon adrenalin sangat esensial bagi kita. Sebab, ketika tubuh mengalami pelepasan hormon adrenalin, respons kita akan jadi lebih siap untuk menghadapi situasi buruk yang sedang tubuh kita alami. Ketika hormon adrenalin yang dilepaskan itu terjadi dalam jumlah yang besar dalam waktu singkat, maka hal itu disebut lonjakan adrenalin.

Situasi buruk yang dapat memicu lonjakan adrenalin sangat beragam bentuknya. Misal, saat tubuh kita mengalami stres, takut atau cemas, sedang berolahraga, mengalami sesuatu yang emosional, sampai mengalami luka yang ringan maupun serius. Nah, khusus yang terakhir itu, kamu pasti pernah melihat atau malah merasakan sendiri, kan, kalau tubuh seseorang yang sebenarnya mengalami luka serius dan seharusnya meringis kesakitan, tapi justru masih bisa bergerak dengan normal?

Efek itulah yang terjadi ketika kita mengalami lonjakan adrenalin alias adrenaline rush. Sekarang, pertanyaan utamanya, kenapa tubuh kita tidak merasakan sakit selama lonjakan adrenalin? Apakah hormon ini seperti penangkal rasa sakit yang mujarab bagi tubuh? Yuk, cari tahu fakta lengkapnya di bawah ini!

1. Apa itu lonjakan adrenalin?

ilustrasi persiapan olahraga ekstrem (pexels.com/Allan Mas)
ilustrasi persiapan olahraga ekstrem (pexels.com/Allan Mas)

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, lonjakan adrenalin adalah kondisi ketika hormon adrenalin yang diproduksi kelenjar adrenal dipompa dalam jumlah besar ke pembuluh darah dalam kurun waktu beberapa menit. Lonjakan ini terjadi ketika tubuh mengalami stres berat, baik secara fisik maupun mental. WebMD melansir bahwa lonjakan adrenalin juga dapat dipicu secara “sengaja” ketika kita sedang melakukan aktivitas ekstrem, semisal skydiving atau bungee jump.

Adapun, lonjakan adrenalin ditandai dengan beberapa gejala berbeda. Sebut saja peningkatan detak jantung dan pernafasan, keringat berlebih, pupil mata melebar, rasa gelisah yang tinggi, sampai peningkatan kemampuan atletik untuk sementara. Proses sebelum kita merasakan lonjakan adrenalin itu ada andil besar dari otak, terutama bagian bernama amigdala (amygdala) dan hipotalamus (hypothalamus).

Healthline melansir, ketika ada pemicu melonjaknya hormon adrenalin, informasi tersebut segera dikirim ke amigdala untuk kemudian diproses secara emosional. Ketika amigdala mendeteksi adanya ancaman dari informasi yang diperoleh, bagian tersebut akan langsung memberikan sinyal pada hipotalamus selaku pusat kontrol tubuh. Dari situ, hipotalamus akan “mengambil alih” dengan cara berkomunikasi dengan seluruh bagian tubuh lewat sistem saraf simpatik.

Sistem saraf simpatik ini akan meneruskan informasi tentang ancaman itu lewat respons “lawan atau lari” pada tubuh. Dengan demikian, anggota tubuh kita secara otomatis melakukan gerakan apa saja untuk segera mengatasi atau menghindari ancaman tersebut. Dalam kebanyakan kondisi, lonjakan adrenalin hanya akan terjadi selama beberapa menit. Namun, pada kondisi ancaman yang tinggi, adrenalin dapat aktif sampai beberapa jam ke depan.

2. Kenapa lonjakan adrenalin membuat kita tak merasakan sakit?

Lonjakan adrenalin hanya membuat kita "kebal" rasa sakit untuk sesaat saja. (pexels.com/Jim De Ramos)
Lonjakan adrenalin hanya membuat kita "kebal" rasa sakit untuk sesaat saja. (pexels.com/Jim De Ramos)

Ketika semua proses lonjakan adrenalin yang disebutkan di atas sudah terjadi, tubuh kita bukan hanya coba cari cara untuk mengatasi atau menghindari ancaman yang dialami. Kalau penyebab lonjakan adrenalin itu ada kaitannya dengan cedera fisik, tubuh kita secara otomatis juga akan mengabaikan rasa sakit yang seharusnya muncul. Namun, kondisi ini hanya berlangsung untuk sementara waktu saja.

Kira-kira apa yang menyebabkan kondisi “kebal” rasa sakit itu? Ternyata ini ada kaitannya dengan alokasi energi untuk menghadapi ancaman. Dilansir Pinnacle Health Chiropractic, dalam kondisi lonjakan adrenalin tubuh kita akan menghemat energi untuk bagian fisik lain, termasuk bagian yang menimbulkan rasa sakit. Sebab, pada kondisi lonjakan energi, otak kita sebisa mungkin akan mencari cara secepat dan seampuh mungkin untuk menghindari kondisi bahaya.

Otak kita tahu kalau membiarkan kita merasa sakit itu sama sekali tidak membantu. Jadi, otak memutuskan untuk mengalokasikan dan memusatkan energi yang ada untuk diberikan pada bagian tubuh lain yang punya peluang besar untuk keluar dari ancaman. Misal, ketika seseorang mengalami kecelakaan sepeda motor, ia bisa saja tak mengalami sakit sesaat supaya kakinya kuat menopang tubuh untuk segera menepi ke pinggir jalan.

Menariknya, otak kita tak hanya mengandalkan lonjakan hormon adrenalin saja untuk mengabaikan rasa sakit yang sebenarnya tubuh alami. Untuk mengimbangi respons saraf, otak turut mengeluarkan hormon dan neurotransmitter bernama dopamin. Seperti yang kita ketahui, dopamin dapat menstimulus gerakan tubuh dan emosi sehingga membantu otak untuk segera mengeluarkan tubuh dari situasi terancam.

Polar melansir bahwa campuran hormon adrenalin dan dopamin itu menciptakan sensasi tak terkalahkan pada tubuh kita. Secara tak sadar, tubuh memasuki mode sangat prima dan siap menghadapi apa pun begitu dua hormon ini tercampur. Dengan demikian, mengabaikan rasa sakit selama beberapa waktu bukan jadi hal yang mustahil.

3. Apakah lonjakan adrenalin itu berbahaya?

Kalau muncul disaat yang tidak tepat, lonjakan adrenalin dapat menyebabkan insomnia. (pexels.com/Andrea Piacquadio)
Kalau muncul disaat yang tidak tepat, lonjakan adrenalin dapat menyebabkan insomnia. (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Dari pembahasan kita sejauh ini, rasanya lonjakan adrenalin terlihat seperti sesuatu yang sangat baik bagi tubuh, terutama ketika mengalami ancaman serius. Namun, apakah lonjakan adrenalin itu selalu membuahkan hasil positif? Sayangnya, jawabannya tidak selalu.

Seperti dilaporkan Healthline, lonjakan adrenalin dapat menimbulkan efek negatif pada kondisi tertentu, misalnya ketika hendak tidur. Kalau sebelum tidur kita mengalami stres berat karena alasan tertentu, otak kita bisa saja mengirim sinyal yang serupa seperti proses lonjakan adrenalin. Masalahnya, hal ini membuat tubuh jadi sangat sensitif pada suara, cahaya, sampai temperatur. Akibatnya, kita akan jadi kesulitan tidur dan mempengaruhi kebugaran.

Untuk itu, kita sebenarnya perlu untuk mengontrol lonjakan adrenalin supaya tidak memuncak pada momen yang tidak tepat. Beruntungnya, langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai hal tersebut cukup beragam. Misalnya, menghirup nafas dalam-dalam, melakukan meditasi atau yoga, mendengar musik, melakukan komunikasi ringan dengan keluarga atau kerabat, menjaga pola makan, mengurangi konsumsi kafein, sampai menjauhi peralatan elektronik atau sumber cahaya yang dapat mengganggu kualitas tidur.

Jadi, itu dia beberapa fakta tentang lonjakan adrenalin yang terkadang membuat kita seolah kebal pada rasa sakit. Membaca hal ini harusnya membuat kita semakin sadar tentang betapa kompleks dan cakapnya tubuh kita dalam mengatasi masalah internal maupun eksternal. Untuk menghargai organ tubuh yang selalu berusaha memberi yang terbaik untuk kita, jangan lupa untuk terapkan pola hidup sehat, ya!

Referensi

"What to Know About an Adrenaline Rush". WebMD. Diakses September 2025.

"Adrenaline Rush: Everything You Should Know". Healthline. Diakses September 2025.

"How Adrenaline and Endorphins Can Delay the Pain You Feel After a Car Accident". Pinnacle Health Chiropractic. Diakses September 2025.

"What Happens to Your Brain During an Adrenaline Rush?". Polar. Diakses September 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Health

See More

Apa Heatstroke Bahaya? Picu Meninggalnya Mahasiswa RI di Austria

09 Sep 2025, 14:14 WIBHealth