Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menilik Kisah di Balik Perjuangan Berdirinya RS PON

RS Pusat Otak Nasional atau RS PON (Dok. RS PON)
RS Pusat Otak Nasional atau RS PON (Dok. RS PON)

Siapa yang tidak tahu Rumah Sakit Pusat Otak Nasional Prof. Dr. Mahar Mardjono atau RS PON? Resmi sejak 2014, rumah sakit kelas A milik pemerintah ini akan memiliki jejaring di Makassar, Sulawesi Selatan dan Surabaya, Jawa Timur dengan sarana dan prasarana serta macam dan jumlah pelayanan terkait otak yang sama.

Diharapkan jejaring RS PON ini akan operasional pada pertengahan 2024. Di balik kejayaannya, ternyata ada kisah inspiratif sebelum RS PON bisa berdiri sampai saat ini. Penasaran? Mari simak kisah lika-liku RS PON berikut ini!

Inspirasi dan target 50 persen dari Kemenkes RI

Berbicara dalam Ngobrol Seru bersama IDN Times pada Jumat (23/12/2022), salah satu pendiri RS PON Jakarta, dr. Nizar Yamanie, SpS, mengatakan bahwa kebutuhan yang mendesak dari masyarakat adalah alasan di balik berdirinya RS PON.

Sebelum ide ini muncul pada tahun 2009, Nizar mengatakan bahwa sudah banyak keluhan tingginya angka kematian, kesakitan, dan disabilitas akibat penyakit otak, terutama stroke. Menurut data Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), ia mengatakan bahwa angka kematian pada penyakit stroke masih menjadi nomor 1 selama lebih dari dua dekade.

"Biaya pengobatan besar, dan makin besar biayanya kalau sudah tidak bisa bekerja akibat stroke. Di samping itu, menjadi burden untuk keluarga pasien," kata Nizar.

RS PON berdiri dengan inspirasi dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dan RS Kanker Dharmais. Sementara jantung, kanker, dan otak masih tertinggi di Indonesia, otak masih "terlantar".

Selain itu, Nizar mengatakan bahwa berdirinya RS PON juga mengambil inspirasi dari sudut lain. Presiden ke-42 Amerika Serikat (AS), Bill Clinton, menghabiskan 10 tahun masa jabatannya untuk memfokuskan riset kesehatan otak. Jadi, saat Presiden Bill tak lagi menjabat pada 2001, AS sudah mapan dalam hal pelayanan kesehatan otak dan saraf serta riset terkait otak.

“Alangkah indahnya kalau Indonesia bisa,” imbuh Nizar yang juga adalah spesialis saraf di RS PON.

RS PON (patroon.co.id)
RS PON (patroon.co.id)

Menurut Nizar, fokus Kemenkes saat ini sudah terbukti dengan data dan tak terbantahkan. Biaya dan risiko mortalitas besar ada di jantung, kanker, dan otak. Ia menambahkan ginjal juga menjadi salah satu fokus Kemenkes saat ini.

"Menkes yang sekarang fokus ke empat hal tersebut (di samping pelayanan kesehatan ibu dan anak), semua rencana tersebut sudah terperinci secara detail," ucap Nizar.

Berbicara tentang data penyakit kanker, Nizar mengatakan bahwa data kanker di Indonesia aneh. Sementara kejadiannya minim, angka kematiannya amat tinggi. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa deteksi dan upaya primer merupakan sesuatu keniscayaan, dan ini menjadi keprihatinan dari Menkes RI saat ini.

Dalam kesempatan tersebut, Nizar menyampaikan mandat dari Kemenkes bahwa per 2024, angka kematian stroke harus diturunkan hingga 50 persen. Sementara tujuan tersebut tidak mudah, tetapi Nizar percaya diri gol tersebut bisa terwujud.

"Memang, cita-cita ini tidak mudah, tetapi saya yakin bisa. Karena rencana Kemenkes RI saat ini adalah rencana yang komprehensif. Terintegrasi dengan perubahan lifestyle, deteksi dini, dan dengan menghidupkan kembali dan meningkatkan fungsi Posyandu dan Puskesmas agar lebih fokus. Ini komplet di dalam usaha-usaha preventif," papar Nizar.

Mandat terakhir dari Prof. Mardjono

Masih berbicara soal inspirasi RS PON, Nizar bercerita saat ia menyaksikan seorang menteri di periode pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkena stroke, tetapi malah dirujuk ke Pusat Jantung Nasional Harapan Kita sampai dibawa ke Singapura. Nizar menyayangkan bahwa Indonesia sejatinya tidak kalah dari Singapura.

"Semua fasilitas ada di Indonesia, tetapi tak fokus. Di Indonesia, kebutuhan rumah sakit khusus juga merupakan keniscayaan," ucap Nizar.

Nizar bercerita bahwa saat itu, ide terapi trombolitik yang mahal agar stroke bisa ditangani dengan layak demi menurunkan angka kematian dan disabilitas serta meningkatkan potensi pemulihan. Itulah gagasan yang disampaikan ke Kemenkes RI dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Lalu, Menkes RI Kabinet Indonesia Bersatu, Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SpJP(K), mendapatkan perintah dari Presiden SBY. Ia kemudian meneruskannya ke Nizar, yang saat itu adalah ketua departemen neurologi FKUI RSCM. Ditambah, Nizar mengatakan telah mendapatkan wasiat dari Prof. Mardjono sebelum wafat pada tahun 2002.

"Sebelum wafat, Prof. Mardjono menitipkan pesan kepada saya tentang peran neurologi untuk kesehatan di masyarakat," kata Nizar.

Masalah keuangan dan lahan untuk RS PON

Nizar mengakui bahwa ia beberapa kali menolak rencana RS PON. Alasannya? "Bikin rumah sakit tidak seperti bangun hotel atau kantor". Dari sumber daya manusia (SDM) hingga biaya dan kemauan pemangku kepentingan, terutama pemerintah, semuanya rumit.

"Kalau niat baik, pasti dimudahkan. Kita ajak teman-teman lain, sekitar 4–5 orang. Tanpa dukungan mereka, tak mungkin terealisasi," ujar Nizar.

Untuk mendirikan RS PON, pada pertengahan tahun 2009, awalnya disediakan dana sebesar Rp76 miliar. Namun, Nizar memutuskan untuk cukup dengan Rp22,5 miliar. Meski begitu, semuanya tidak terserap. Tahun berikutnya, disediakan anggaran Rp40 miliar, tetapi hanya terserap Rp8 miliar untuk konsultan perencanaan dan pengawas.

“Bahkan saat itu, ia mengatakan bahwa desain eksterior dan interior RS PON sempat berubah-ubah hingga kurang lebih 40 kali,” kata Nizar.

dr. Nizar Yamanie, Sp.S(K) (IDN Times/Alfonsus Adi Putra)
dr. Nizar Yamanie, Sp.S(K) (IDN Times/Alfonsus Adi Putra)

Selain masalah keuangan, Nizar mengatakan bahwa tanah RS PON juga menjadi masalah. Meski tersedia tanah di depan RS Bunda Jakarta (Jl. Teuku Cik Ditiro) seluas 5.000 m², tetapi banyak penghuni tidak berhak yang sudah bertahun-tahun bertempat tinggal di sana dan kemacetan lalu lintas yang terjadi sepanjang hari.

Nizar kemudian bercerita bahwa kedatangan pasien yang adalah pejabat Kemenkeu yang kebetulan sudah berteman lama, menginformasikan tentang adanya tanah di Cawang seluas 1,2 hektar di BPPN, penuh dengan penghuni yang tidak berhak.

Nizar mengomunikasikan dan meminta bantuan dari Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN) saat itu. Dengan izin tersebut, Nizar dititipkan 800 pengguna narkoba untuk diperkisa otaknya oleh BNN.

Jadi, Nizar merespons dengan membentuk divisi neurotoksikologi dan zat adiktif. Menurutnya, narkoba juga berkontribusi terhadap kerusakan otak sehingga perlu riset untuk dapat mengintervensinya.

"Alat kesehatan yang direncanakan juga realisasinya menjadi perjuangan tersendiri, tidak mudah karena ternyata bisa berubah karena pengadaannya di Kemenkes ... Itu perjuangan tersendiri," ujar Nizar.

SDM dan de-eselonisasi

Nizar bercerita bahwa SDM yang dibutuhkan pun banyak, sekitar 600 orang dokter dan perawat. Pada awalnya, karena disediakan hanya 30 orang per tahun, ia mengatakan akan butuh waktu hingga 2 dekade untuk RS PON bisa take off. Dengan pendekatan kepada Kemenpan dan BKN, maka disetujui alokasi SDM sebanyak 450 orang dalam 2 tahun.

"Kita akhirnya ke Kemenpan, dan kita yakinkan Menpan dan BKN akan kebutuhan yang mendesak karena sudah ada kesiapan sarana dan prasarananya ... Meskipun ini punya negara, juga cukup memerlukan perjuangan tersendiri. Niat baik pun tidak cukup, tetapi kita harus tetap melaksanakan. Kalau tidak, kapan ada perubahan di Indonesia?"

Mengejutkannya, Nizar bercerita bahwa sempat tidak mudah menemukan sosok neurolog yang mau menjadi Direktur Utama RS PON. Ini karena pasti penghasilannya terpotong 40-50 persen, sehingga memang butuh keikhlasan untuk menerima.

Lalu, ia melanjutkan bahwa sempat 3 tahun direksi tidak mendapatkan tunjangan jabatan dan kenaikan pangkat karena status kepegawaian direksi RS PON adalah “de-eselonisasi”. De-eselonisasi adalah pengangkatan direksi dengan mengesampingkan pangkat kepegawaian karena sulitnya mencari calon-calon direksi. Karena adanya kendala-kendala tersebut, untuk selanjutnya, de-eselonisasi dibatalkan.

"Tidak perlu pangkat, umur, dan bisa diangkat jadi Dirut ... Sudah tua baru jadi Dirut, tak ada inovasi," ujar Nizar.

Selain itu, Nizar mengatakan bahwa budaya pelayanan kesehatan (hospital hospitality) juga jadi masalah pada umumnya. Hal ini menyebabkan kepuasan pemangku kepentingan rendah.

ilustrasi dokter (freepik.com/8photo)
ilustrasi dokter (freepik.com/8photo)

RS PON akhirnya terbentuk dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Nizar mengatakan dukungan datang dari Kemenkeu, Kementerian PUPR dalam hal mengatasi banjir, LPDP dalam hal program doktoral, hingga BRIN dalam hal penelitian bersama.

Menkes RI saat ini menugaskan RS PON agar menjadi contoh bukan hanya nasional, tetapi juga skala global. Untuk jadi contoh, Menkes ingin RS PON harus menunjukkan kualitas pelayanan dan daya saing di daerah Asia Pasifik hingga seluruh dunia.

"Oleh sebab itu, riset dan pendidikan dokter spesialis dan subspesialis harus dilakukan secara serentak," kata Nizar.

Meski mengakui masih kekurangan dokter, Nizar mengatakan bahwa RS PON telah bekerja sama dengan berbagai institusi kesehatan internasional, mulai dari University College London (UCL), National Institute of Health (NIH), dan pusat-pusat kesehatan terkemuka lainnya.

"Sampai saat ini, saya masih butuh 30 neurolog, tetapi belum saya dapatkan juga ... Kasihan dokter-dokter RS PON bekerja melebihi dari seharusnya," imbuh Nizar.

Ekspansi RS PON di Makassar

Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman. (IDN Times/Asrhawi Muin)
Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman. (IDN Times/Asrhawi Muin)

Di Surabaya, Kemenkes RI memanfaatkan tanahnya sendiri hingga 5,4 hektar untuk mendirikan rumah sakit vertikal otak, jantung, dan kanker. Diperkirakan selesai Mei 2024, targetnya adalah internasional dari segi pelayanan hingga riset dan agar mendorong rakyat Indonesia untuk percaya berobat di dalam negeri.

"Rp100 triliun per tahun ... Ini uang rakyat juga dan terhitung devisa," kata Nizar.

Bercerita tentang ekspansi RS PON ke Makassar, Nizar memuji perhatian Gubernur Makassar Andi Sudirman Sulaiman. Berkomunikasi intens, Nizar mengatakan bahwa Gubernur Andi telah menyediakan tanah 6,2 hektar yang diklaimnya "mirip Dubai".

Nizar mengatakan bahwa RS PON akan berkolaborasi dengan jejaring rumah sakit di Surabaya dan Makassar tersebut sebagai sebuah sinergisme.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Umi Kalsum
3+
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us