Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sound Horeg Bikin Telinga Rusak? Dokter Buka Suara!

Peserta karnaval sound horeg di Tulungagung. (IDN Times/Bramanta Pamungkas)
Peserta karnaval sound horeg di Tulungagung. (IDN Times/Bramanta Pamungkas)
Intinya sih...
  • Sound horeg diperkirakan memiliki intensitas suara mencapai 120–130 dB. Ini setara dengan suara pesawat lepas landas atau sirene ambulans dalam jarak dekat.
  • Desibel di atas 85 dB dapat merusak pendengaran jika didengar dalam waktu lama.
  • Lebih bijaklah dalam mengontrol volume suara yang didengarkan sehari-hari. Terapkan aturan 60/60 untuk melindungi pendengaran.

Fenomena sound horeg makin marak di berbagai daerah di Indonesia, terutama dalam acara-acara informal seperti hajatan, pawai, hingga karnaval. Istilah sound horeg sendiri merujuk pada penggunaan sistem audio berdaya tinggi yang menghasilkan suara sangat keras dan menggelegar.

Meski dianggap memeriahkan suasana, tetapi suara bising yang dihasilkan menuai pro dan kontra. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur telah mengeluarkan fatwa haram terhadap praktik penggunaan sound horeg yang berlebihan.

Di balik polemik sosial dan religius tersebut, muncul pula kekhawatiran terkait dampaknya terhadap pendengaran. Apakah paparan suara keras seperti ini benar-benar berisiko merusak telinga? Berikut penjelasan dari dr. Ashadi Budi, Sp. T.H.T.B.K.L, spesialis telinga hidung tenggorok bedah kepala dan leher dari RS Pondok Indah.

Desibel dari sound horeg di atas angka aman

Salah satu faktor utama yang harus diperhatikan dalam paparan suara adalah tingkat kebisingan atau desibel (dB). Menurut dr. Ashadi, kerusakan pendengaran akibat suara keras sangat bergantung pada intensitas dan durasi paparan, sebagaimana dijelaskan dalam standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"WHO menyatakan bahwa suara di bawah 70 dB umumnya aman untuk pendengaran, sedangkan suara di atas 85 dB dapat menyebabkan kerusakan jika didengar dalam waktu lama," ujarnya saat diwawancarai IDN Times di Jakarta (29/7/2025).

Mengacu pada skala yang diterbitkan oleh WHO, sound horeg diperkirakan memiliki intensitas suara mencapai 120–130 dB. Ini setara dengan suara pesawat lepas landas atau sirene ambulans dalam jarak dekat.

"Yang paling mengganggu itu, kan, suara mesin. Suara mesin itu konsisten dan terus-terusan. Kalau diberikan sekian desibel selama sekian waktu, itu berisiko menurunkan pendengaran. Makin keras suara yang masuk ke telinga dan makin konsisten, itu akan makin berisiko," tambah dr. Ashadi.

Terapkan aturan 60/60 untuk melindungi pendengaran

Dokter Ashadi Budi, Sp. T.H.T.B.K.L, Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher (IDN Times/Rifki Wuda)
Dokter Ashadi Budi, Sp. T.H.T.B.K.L, Spesialis Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher (IDN Times/Rifki Wuda)

Agar terhindar dari risiko gangguan pendengaran akibat paparan suara keras, dr. Ashadi menganjurkan masyarakat untuk lebih bijak dalam mengontrol volume suara yang didengarkan sehari-hari, baik dari speaker, headphone, maupun perangkat audio lainnya. Salah satu metode sederhana yang bisa diterapkan adalah aturan 60/60.

"Prinsipnya, dengarkan audio maksimal 60 persen dari volume tertinggi, dan batasi waktunya hanya 60 menit dalam satu sesi," jelas dr. Ashadi.

Panduan ini bertujuan untuk mencegah kehilangan pendengaran akibat kebisingan (noise-induced hearing loss) yang bisa terjadi perlahan tanpa gejala awal yang jelas. Dengan membatasi intensitas dan durasi paparan suara, kamu dapat menjaga fungsi pendengaran tetap optimal dalam jangka panjang.

"Rule 60/60 ini berlaku untuk perangkat normal, tapi kalau yang sudah dimodifikasi mungkin lain lagi," jelas dr. Ashadi. "Kalau misalnya kalian suka banget dengerin musik, ya kecilin volumenya. Mungkin 50 persen kalau mau lebih dari 1 jam. Kalau mau lebih lama lagi, turunkan lagi volumenya."

Sound horeg memang bisa menambah semarak suasana, tetapi tetap penting untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap kesehatan pendengaran. Dengan memahami batas aman desibel, kamu bisa tetap menikmati audio tanpa mengorbankan kesehatan telinga.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
Delvia Y Oktaviani
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us