Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

WHO, UNICEF: 14 Juta Bayi Belum Divaksin meski Cakupan Global Stabil

Vaksinasi anak usia 6-11 tahun di Palembang. (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Vaksinasi anak usia 6-11 tahun di Palembang. (IDN Times/Feny Maulia Agustin)
Intinya sih...
  • Masih ada hampir 20 juta bayi di dunia yang belum mendapat perlindungan penuh, bahkan 14 juta di antaranya sama sekali belum pernah divaksinasi apa pun.
  • Dari data 195 negara, tercatat ada 131 negara yang sejak 2019 konsisten berhasil memvaksin minimal 90 persen anaknya untuk dosis pertama DTP. Namun, sayangnya, kelompok negara ini tidak bertambah banyak.
  • Daerah konflik dan bencana kemanusiaan jadi tantangan besar. Seperempat bayi di dunia tinggal di 26 negara yang rentan konflik dan krisis. Separuh dari semua bayi yang belum divaksinasi ada di negara-negara ini.

Pada 2024, sekitar 89 persen bayi di seluruh dunia, sekitar 115 juta anak, sudah mendapat minimal satu dosis vaksin DTP (untuk difteri, tetanus, dan pertusis/batuk rejan). Sekitar 85 persen atau 109 juta bayi sudah mendapat tiga dosis lengkap. Data terbaru WHO dan UNICEF ini menunjukkan ada sedikit peningkatan dibanding tahun sebelumnya, meskipun angkanya naik tipis, yaitu sekitar 171 ribu anak mendapat minimal satu dosis, dan satu juta anak lagi berhasil melengkapi dosisnya.

Meski begitu, masih ada hampir 20 juta bayi di dunia yang belum mendapat perlindungan penuh, bahkan 14 juta di antaranya sama sekali belum pernah divaksinasi apa pun. Jumlah ini masih 4 juta lebih tinggi dari target 2024 sesuai agenda Imunisasi 2030, dan lebih banyak dari tahun 2019, tahun dasar untuk mengukur kemajuan.

Banyak faktor yang membuat anak-anak ini belum divaksin, mulai dari akses layanan imunisasi yang terbatas, pasokan vaksin yang terganggu, konflik, situasi kemanusiaan yang sulit, sampai informasi yang salah soal vaksin.

Gap akses vaksinasi masih lebar

Dari data 195 negara, tercatat ada 131 negara yang sejak 2019 konsisten berhasil memvaksin minimal 90 persen anaknya untuk dosis pertama DTP. Namun, sayangnya, kelompok negara ini tidak bertambah banyak.

Dari negara-negara yang masih di bawah 90 persen pada 2019, hanya 17 negara yang berhasil menaikkan cakupan vaksinnya dalam lima tahun terakhir. Bahkan di 47 negara, capaian vaksinasi justru stagnan atau menurun. Beberapa negara yang dulu sudah melampaui target 90 persen kini malah mengalami penurunan.

Daerah konflik dan bencana kemanusiaan jadi tantangan besar. Seperempat bayi di dunia tinggal di 26 negara yang rentan konflik dan krisis. Ironisnya, separuh dari semua bayi yang belum divaksinasi ada di negara-negara ini. Dalam lima tahun, jumlah anak yang belum divaksinasi di negara-negara ini melonjak dari 3,6 juta menjadi 5,4 juta. Artinya, upaya bantuan kemanusiaan juga harus memastikan vaksin tetap tersedia.

Di 57 negara berpenghasilan rendah yang didukung Gavi, cakupan imunisasi justru naik dan mengurangi sekitar 650 ribu anak yang belum divaksin. Namun di negara menengah atas dan negara maju, justru mulai muncul tren penurunan kecil. Padahal, penurunan sekecil apa pun bisa memicu wabah penyakit menular dan membebani sistem kesehatan.

Cakupan vaksinasi penyakit lain juga meningkat

Vaksinasi anak usia 6-11 tahun di Kabupaten Bantul. (IDN Times/Daruwaskita)
Vaksinasi anak usia 6-11 tahun di Kabupaten Bantul. (IDN Times/Daruwaskita)

Meski tantangannya besar, tetapi beberapa negara berhasil memperluas program vaksin, misalnya untuk HPV, meningitis, pneumonia, polio, dan rotavirus.

Cakupan vaksin HPV naik 4 persen tahun lalu. Sekitar 31 persen remaja putri yang berhak sudah mendapat minimal satu dosis, naik jauh dari 17 persen pada 2019. Memang masih jauh dari target 90 persen pada 2030, tapi ini kemajuan yang lumayan.

Cakupan vaksin campak juga naik sedikit: 84 persen anak sudah mendapat dosis pertama, dan 76 persen mendapat dosis kedua. Tambahan dua juta anak sudah terjangkau, meski angka ini masih jauh di bawah target ideal 95 persen agar tidak mudah terjadi wabah.

Pada 2024, ada 60 negara yang mengalami wabah campak besar atau gangguan akibat campak, melonjak hampir dua kali lipat dibanding 33 negara pada 2022.

Ancaman jika komitmen sampai kendur

Permintaan masyarakat akan vaksinasi anak sebenarnya masih tinggi, tetapi pendanaan, konflik, dan hoaks soal vaksin jadi tantangan serius. Kalau ini dibiarkan, risiko munculnya penyakit berbahaya dan kematian akibat penyakit yang bisa dicegah akan makin besar.

WHO dan UNICEF mendesak pemerintah dan pihak terkait untuk:

  • Menutup celah pendanaan program vaksinasi, terutama di negara berpenghasilan rendah.

  • Memperkuat imunisasi di daerah konflik agar anak-anak di zona rawan tetap terjangkau.

  • Fokus ke strategi lokal dengan pendanaan dalam negeri agar kesenjangan akses bisa dipersempit.

  • Melawan hoaks dengan informasi berbasis data.

  • Memperkuat data dan sistem pemantauan penyakit agar program imunisasi bisa tepat sasaran.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us