3 WNI yang Sempat Disekap Abu Sayyaf Diselamatkan Militer Filipina

Jakarta, IDN Times - Tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang sempat disekap oleh kelompok teroris Abu Sayyaf di Filipina Selatan, akhirnya berhasil diselamatkan oleh militer Filipina pada Kamis, 18 Maret 2021. Ketiga nelayan yang berasal dari Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara diketahui bernama Arizal Kasta Miran (30), Arsad bin Dahlan (41), dan Andi Riswanto (26). Selain menyelamatkan tiga WNI, otoritas Filipina juga menangkap satu personel Abu Sayyaf.
"Penyelamatan terjadi di perairan Tawi-Tawi. Ketika itu kapal yang digunakan oleh kelompok ASG yang membawa tiga WNI terbalik akibat gelombang laut," ujar Direktur PWNI Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha melalui keterangan tertulis, Jumat (19/3/2021).
Ketiga WNI itu, kata Judha, tengah dipindahkan oleh kelompok ASG dari Indaan, Sulu, ke tempat lain karena terdesak akibat operasi gabungan aparat keamanan Filipina. "Mereka kini diamankan di Marine Police Station Tandubas, Tawi-Tawi," kata dia lagi.
KJRI Davao melalui anggota TNI di Border Crossing Station Indonesia di Bongao, Tawi-Tawi telah menemui, memverifikasi, dan memeriksa kondisi para WNI. Judha menyebut mereka dalam keadaan sehat.
Namun, masih ada satu WNI lainnya yang belum ditemukan dan dinyatakan hilang dalam operasi pembebasan tersebut. Apakah masih ada WNI yang disekap oleh Abu Sayyaf?
1. Satu WNI berusia 13 tahun belum ditemukan

Sementara menurut informasi Konsul Jenderal RI di Davao, Filipina Selatan, Dicky Febrian, masih ada satu WNI lainnya yang berusia 13 tahun berinisial MK yang belum ditemukan. Ia ikut dalam kapal yang terbalik saat menghadapi ombak kencang di perairan Tawi-Tawi.
"Setelah itu tidak ada lagi WNI yang diculik oleh Abu Sayyaf," kata Dicky hari ini melalui pesan pendek kepada IDN Times.
Sedangkan Direktur PWNI Judha Nugraha mengatakan, empat WNI itu merupakan bagian dari lima WNI yang diculik oleh kelompok Abu Sayyaf pada 16 Januari 2020 di Perairan Tambisan, Sabah, Malaysia. Mereka bekerja di kapal kayu berbendera Malaysia. Kapal tersebut memiliki izin dengan nomor SSK 00543/F dan terdaftar atas nama majikan di Sandakan.
Menurut Judha, otoritas setempat akan terus melakukan pencarian terhadap MK. "Tiga WNI yang berhasil diselamatkan rencananya akan dibawa ke Zamboanga sebelum diterbangkan ke Manila untuk proses kepulangan ke Indonesia," tutur dia lagi.
2. Satu WNI tewas saat operasi pembebasan

Sebelumnya, pada 28 September 2020 lalu, satu WNI yang juga ikut bekerja di kapal kayu berbendera Malaysia itu tewas dalam operasi militer untuk menyelamatkan dia. WNI itu diketahui bernama Laa Baa.
Hasil autopsi menunjukkan, ia meninggal akibat luka yang dialami di bagian kepala. Jasadnya telah dipulangkan ke Tanah Air dan dimakamkan di Kendari pada 11 Oktober 2020.
Selain Laa Baa, ada pula WNI lainnya yang tewas pada 2019 ketika tengah berusaha diselamatkan oleh militer Filipina. WNI yang diketahui bernama Hariadin itu tenggelam karena berusaha menghindari konflik senjata.
"Almarhum Hariadin bersama Heri Ardiansyah berusaha berenang ke Pulau Bangalao, untuk menghindari terkena serangan angkatan bersenjata Filipina yang menyerbu penyandera," ujar Lalu Muhammad Iqbal, yang ketika itu masih menjabat sebagai Direktur Perlindungan WNI Kemenlu melalui keterangan tertulis.
Hariadin tewas usai bebas dari cengkeraman Abu Sayyaf selama satu tahun lamanya.
3. Tercatat 44 WNI telah jadi korban penculikan Abu Sayyaf dalam waktu 4 tahun terakhir

Sebanyak 44 WNI tercatat pernah diculik oleh kelompok militan Abu Sayyaf yang berbasis di Mindanao, Filipina Selatan. Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Direktorat PWNI Kementerian Luar Negeri, warga Indonesia itu diculik pada periode 2016-2020. Terbaru, adalah lima nelayan asal Buton, yang diculik pada 16 Januari 2020 lalu di perairan Lahat Datu, Malaysia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada 23 Januari 2020 lalu pernah menyampaikan bahwa 44 WNI ditawan Abu Sayyaf dalam 13 penculikan. "Hampir semua lokusnya (kejadian penculikan) di perairan Sabah," ungkap menlu perempuan pertama di Indonesia itu.
Berdasarkan laporan media Filipina, The Inquirer, Rabu, 30 September 2020, ada sejumlah uang yang harus dibayar agar bisa membebaskan lima nelayan Indonesia itu. Sudah jadi rahasia umum aktivitas penculikan dijadikan lahan bisnis bagi kelompok yang bermukim di Pulau Sulu itu.