Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Pulau Kembali ke Aceh, Tito Jelaskan Kronologi Dulu Bisa Pindah ke Sumut

Mendagri
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Intinya sih...
  • Pada 2017, Aceh protes terhadap keputusan empat pulau masuk ke Sumatra Utara.
  • Protes Pemprov Aceh tak diakui karena dokumen yang diberikan tak kuat, hanya berupa fotocopy.
  • Prabowo memutuskan empat pulau tetap milik Aceh berdasarkan dokumen data pendukung pemerintah.

Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo Subianto memutuskan empat pulau yang sempat berpindah wilayah Sumatra Utara (Sumut), tetap menjadi milik Provinsi. Padahal, sebelumnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, keempat pulau itu masuk ke dalam wilayah Sumatra Utara.

Keempat pulau itu yakni, Lipan, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek dan Panjang. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, mengatakan pada 2008 dan 2009, Gubernur Aceh saat itu tidak memasukkan keempat pulau itu ke dalam wilayahnya.

"Di tahun 2008 dan 2009 itu, Gubernur Aceh tidak memasukkan empat pulau yang sekarang kita permasalahkan itu, tidak masuk dalam Provinsi Aceh, tapi adanya di gugusan Pulau Banyak yang lebih kurang 70 kilometer dari empat pulau yang ada sekarang ini," ujar Tito dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (17/6/2025)

1. Pada 2017, Aceh protes

Tito Karnavian
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Selain itu, kata Tito, pada tahun 2017, Kemendagri bersama pihak terkait pernah menggelar rapat. Dalam rapat itu, berdasarkan dokumen tahun 2008 dan 2009, diputuskan empat pulau tersebut masuk ke Sumatra Utara.

Pada tahun 2017, Pemprov Aceh juga pernah mengajukan keberatan kalau empat pulau itu masuk ke dalam wilayah Sumatra. Empat pulau itu disebut masuk ke Kabupaten Aceh Singkil.

"Tapi tanpa koordinat, koordinatnya salah, nah pada tahun 2017 itu dia (empat pulau) dimasukkan dalam cakupan Sumatra Utara," kata dia.

Kemudian berdasarkan Kepmendagri Nomor 050-145 Tahun 2022, tentang pemberian dan pemutakhiran kode, data wilayah pemerintahan dan pulau tahun, empat pulau itu ditetapkan masuk ke wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara.

2. Protes Aceh sempat tak diakui

Mendagri
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Ketika itu, protes Pemprov Aceh tidak diakui karena dokumen yang diberikan tak kuat. Sebab, hanya berupa fotocopy. Salah satu dokumen yang diberikan adalah perjanjian antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatra Utara tahun 1992 dan disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri, tentang perjanjian batas wilayah.

"Dengan adanya peta ini, tentu kita mempertimbangkan kemungkinan empat pulau ini masuk ke Aceh, namun saat itu dokumennya hanya dokumen fotocopy, kita tahu dalam sistem pembuktian dokumen, fotocopy mudah sekali nanti kalau misalnya ada masalah hukum untuk dipatahkan," ucap dia.

Oleh karena itu, Tito memerintahkan untuk mencari dokumen aslinya. Namun, dokumen aslinya hingga belum ditemukan.

"Sampai dengan April 2025 surat aslinya itu tidak ketemu," kata dia.

3. Prabowo putuskan empat pulau tetap milik Aceh

Mendagri
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Keputusan berpindahnya empat pulau menjadi milik Sumatra Utara menuai polemik. Warga Aceh protes. Kabar tersebut sampai ke telinga Presiden Prabowo. Pada akhirnya, Selasa (17/6/2025), Presiden Prabowo memutuskan empat pulau tetap berada di wilayah Aceh.

"Berdasarkan laporkan Kemendagri, berdasarkan dokumen data pendukung dan kemudian tadi Bapak Presiden memutuskan, bahwa kepemerintahan berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan, bahwa keempat pulau, yaitu Pulau Panjang kemudian Lipan, kemudian Mangkir Gadang dn pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh," ujar Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us